NovelToon NovelToon
Bersamamu Menjadi Takdirku

Bersamamu Menjadi Takdirku

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda
Popularitas:129k
Nilai: 4.7
Nama Author: Windersone

YAKIN GAK MAU MAMPIR?
***
Berkaca dari kehidupan rumah tangganya yang hancur, ibu mengambil ancangan dari jauh hari. Setelah umurku dua tahun, ibu mengangkat seorang anak laki-laki usia enam tahun. Untuk apa? Ibu tidak ingin aku merasakan kehancuran yang dirasakannya. Dia ingin aku menikah bersama kak Radek, anak angkatnya itu yang dididik sebaik mungkin agar pria itu tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh suaminya, ayahku, padanya. Namun, ibu lupa, setiap manusia bukan binatang peliharaan yang bisa dilatih dan disuruh sesuka hati.

Meskipun aku hidup berumah tangga bersama kak Radek, nyatanya rasa sakit itu masih ada dan aku sadari membuat kami saling tersakiti. Dia mencintai wanita lain, dan menikah denganku hanya keterpaksaan karena merasa berhutang budi kepada ibu.

Rasa sakit itu semakin dalam aku rasakan setelah ibu meninggal, dua minggu usai kami menikah. Entah seperti apa masa depan kami. Menurut kalian?

Mari baca kisahnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Akan Menjaganya Sebaik Mungkin

🦋🦋🦋

Kedua tangan ini menyeka bibir dengan wajah kesal dan marah sambil menatap kak Radek berdiri diam dengan wajah dingin di hadapanku. Pandangan aku alihkan setelah mataku mendapati kedua tangan kak Radek mencengkeram. 

“Aku mau istirahat. Keluarlah!” suruhku dengan nada suara lebih rendah dalam ketenangan sambil memutar badan, hendak berbaring di kasur. 

Sebelum berbaring, tubuhku malah didorong kak Radek secara kasar sampai tertelungkup di atas kasur. Dia mengenduskan hidungnya seperti anjing di leher belakangku setelah menepikan rambut yang terurai memanjang ke belakang. 

"Kakak mau ngapain?" tanyaku, bisa membaca adegan apa yang akan terjadi berikutnya. 

Pria itu memutar badan ku sampai terlentang menatapnya yang mengungkung badanku. Kedua telapak tanganku mendarat di dada bidangnya yang terbungkus kemeja. Perlahan ku dorong sampai akhirnya berhasil duduk. Mataku menatap kesal padanya dan memalingkan muka, masih dengan ekspresi yang sama, juga ada kemarahan yang hanya terlihat dari ekspresi ku. 

"Kenapa? Bukankah kamu menginginkannya?" tanya kak Radek, mengingatkan ku akan perbincangan kecilku dan dirinya di malam pernikahan kami. 

'Hmm ... apa Kakak berencana memiliki anak dalam waktu dekat? Ibu membicarakan hal itu denganku kemarin.' 

Saat itu kak Radek duduk diam di tepi kasur, di malam pernikahan kami dengan posisi membelakangi keberadaan ku. Ternyata, diamnya itu kemarahan yang tidak ditunjukkan karena merasa berhutang budi pada ibu dan tidak bisa menolak apa pun keputusan yang diambil ibu. 

Satu hal yang aku sadari malam itu. Di tengah pembicaraan kami, kak Radek berpura-pura menghubungi seseorang melalui sambungan telepon dan berjalan memasuki kamar mandi. Padahal, tidak ada siapapun yang menghuninya,  kak Radek hanya mencuci muka, tampak tidak tenang yang aku intip dari pintu kamar mandi yang sedikit aku buka. 

"Aku tidak menginginkannya," balasku dan hendak berjalan keluar dari kamar. 

Kak Radek memelukku dari belakang, mendaratkan dagu ke pundak kanan ku sambil berbicara ke telingaku, "Usiamu 22 tahun, bukankah sudah cukup untuk mengandung anakku?" 

Caranya berbicara malah membuatku takut. Kak Radek tidak pernah seperti ini sebelumnya. Mengapa pria ini agak sedikit lebih aktif dari sebelumnya? 

"Aku tidak bisa," ucap ku sambil melepaskan kedua tangan kak Radek yang melilit di pinggang ku. 

Kaki ku lanjut berjalan keluar dari kamar. Keluar dari ruangan yang cukup panas itu, aku ke dapur untuk meminum segelas air putih. Bibirku sedikit tersenyum mengingat perkataan kak Radek sambil membayangkan diriku mengandung anaknya dan sikapnya tidak dingin lagi dan peduli padaku seperti sebelumnya. Bayangan itu buyar setelah aku sadar kalau pria itu tidak mencintaimu, hanya ada kak Karina di hatinya yang tertangkap jelas oleh indra pendengaran ku pria itu berbicara bersama kak Karina melalui sambungan telepon mengenai perasaannya. Hal itu aku dengar di malam pernikahan, di tengah malam, ketika kami tidur satu ranjang, tetapi seperti dua rumah yang dipisahkan oleh sebuah pagar, ada jarak di antara kami. Tetapi, sepertinya kak Radek tidak sadar kalau sebenarnya aku masih bangun. Malam itu juga menjadi malam di mana untuk pertama kalinya kak Radek dekat dengan wanita. 

Ponsel yang sebelumnya aku taruh di atas meja dapur berdering. Raga menghubungiku, teman satu kelas di kampus. Gelas yang ada di tangan aku letakkan di atas meja dan beralih mengambil gawai itu. 

"Galuh, keluar! Aku kasih kamu kejutan," ucapnya, terdengar senang. 

Raga biasa datang ke rumah untuk belajar. Raga juga teman masa sekolah menengah atas yang cukup dikenal oleh almarhum ibu dan kak Radek. 

"Baiklah." Dengan antusias aku berjalan keluar dari rumah. 

Setelah membuka pintu, wujud Raga aku lihat berdiri di teras rumah dengan sesuatu disembunyikan di belakang badannya sambil mengumbar senyuman yang membuatku penasaran. 

"Ta-Da ...." Pria berambut gondrong yang suka diikat itu memperlihatkan beberapa lembar buku.  "Kamu bisa menggunakan buku-buku ini untuk menambah isian skripsi mu. Semoga berhasil," ucapnya sambil mengangkat tangan yang dikepal. 

"Siapa ...?" tanya kak Radek sambil berjalan keluar dari rumah dalam balutan piyama yang tidak terikat di bagian depan, memperlihatkan roti sobeknya yang putih dan mulus, membuatku memalingkan pandangan dengan perasaan tidak sedikit malu. 

"Kak Radek," sapa Raga. 

Sejenak Raga diam, memperhatikan penampilan kak Radek dari ujung kepala hingga ujung kaki. Raga mendekatkan bibirnya ke telingaku, membisikkan sesuatu. 

"Kalian tidak memiliki hubungan darah. Aku rasa ini terlihat tidak nyaman oleh orang-orang di luaran sana. Tidakkah sebaiknya kalian tidak serumah?" tanya raga dengan berbisik dan mata sesekali melirik kak Radek dengan senyuman yang berbalas palsu oleh pria bertubuh jangkung yang ada di sampingku ini. 

"Dia adikku, aku akan menjaganya sebaik mungkin. Sekarang, dia tanggung jawab ku," jelas kak Radek, mungkin perkataan Raga didengar olehnya. 

"Hari ini kamu ke kampus atau masih belum enakan? Aku bisa meminta izin pada dosen nanti," kata Raga.

"Hari ini aku akan ma," perkataanku dipotong oleh kak Radek. 

"Kami akan berziarah ke makam Ibu. Besok dia akan kembali masuk. Kalau semua sudah, kami masuk dulu, harus bersiap-siap," ucap kak Radek dan merangkul ku masuk ke dalam rumah. 

Kak Radek menutup pintu rumah, lalu mengambil buku di tanganku, menaruhnya di atas meja di sudut ruang tamu. Kak Radek kembali menghampiri ku, membopong ku berjalan masuk ke dalam kamarnya. Tubuhku dibaringkan di atas kasur. Pria ini kembali mengungkung tubuh ku, membuat indra penciumanku menangkap bau yang begitu sedang, mungkin itu parfumnya, karena aku sering mencium bau parfum itu. 

Bergantian, ponsel kak Radek yang berdering, menghancurkan aksi pria ini yang hendak menautkan bibirnya ke bibirku. 

Tubuh kak Radek bangkit dari kasur. Kak Radek berdiri di tengah kamar sambil berbicara bersama kak Karina yang jelas kulihat namanya di layar ponsel suamiku ini. Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi kak Radek langsung menghampiri lemari, mengambil pakaiannya di sana dan keluar dari kamar tanpa ada penjelasan satu katapun. 

***

Seperti malam-malam sebelumnya, aku seperti malam tidak bertuan. Di kamar, tubuhku berdiri di depan jendela dengan pandangan dilayangkan ke luar, mengarah ke gerbang rumah, melihat tidak ada wujud kak Radek pulang sejak tadi. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. 

Ketika hendak menutup jendela, menyudahi penantian itu, aku melihat kak Radek keluar dari mobil kak Karina yang baru berhenti di depan gerbang. Pertanyaanku, di mana mobilnya? 

Kak Radek melambaikan tangan kepada kak Karina yang tidak keluar dari mobil. Kak Radek memperhatikan kepergian mobil kak Karina dan menutup gerbang rumah, lalu berjalan menuju rumah. Bergegas aku menutup jendela. Setelah itu, aku membaringkan badan di atas kasur, berpura-pura sudah tidur. 

Sekitar dua menit kemudian, pintu kamar terdengar dibuka. Langkah kaki terdengar semakin mendekati tubuhku. Sebuah telapak tangan mendarat di dahi ku dan perlahan mataku terbuka. 

"Kak Radek," lirihku. 

Kak Radek menaruh jaketnya di atas meja dan membaringkan badan di sampingku, memelukku dalam kehangatan untuk pertama kalinya yang membuatmu bisu membeku. Mata aku pejamkan, merasakan kehangatan pelukan itu yang membuatku merasa nyaman. 

1
cahya.rien
rasanya ga karuan ya,Galuh.. /Sob//Sob/
cahya.rien
wah.. sikapnya kok kaya gitu Radek..
Sri I
Luar biasa
Bertalina Bintang
terimakasih thor sudah memberikan cerita bagus dan ending yg bagus🥰🙏
Niar Zahniar
semangat berkarya
Yan Ika Dewi
finally
AResha
biasa aza sih gak sepesial menderita mulu peran ceweknya
Yan Ika Dewi
kpn bahagianya Thor si Galuh
Mulyana
lanjuut
Hafizah Al Gazali
kapan bahagianya galuh thor,sesek dada ku bacanya
Mulyana
lanjut
Bertalina Bintang
next
Mulyana
lanjut
Hafizah Al Gazali
sungguh terlalu kau thor,ceritamu membuatku senam jantung
Yan Ika Dewi
waduhh semoga hepi ending Thor.. kshan Galuh derita tiada akhir
muhammad affar
kok masalah ndak selesai2 ada aja to
Endah Wahyu
Jangan lama - lama ya kak up nya
Bertalina Bintang
apalagi ini thooor...
Yan Ika Dewi
ya Allah
Bertalina Bintang
menunggu lanjutannya thor🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!