Ayu Lestari, seorang wanita yang harus rela pergi dari rumahnya saat warga mengetahui kehamilannya. Menghabiskan satu Malam dengan pria yang tidak di kenalnya, membawa petaka dan kemalangan pada Ayu, seorang wanita yang harus rela masa depannya terenggut.
Akankah Ayu menemukan siapa ayah bayi yang di kandungnya? bagaimana reaksinya saat mengetahui bahwa pria yang menghamilinya adalah seorang pria yang di kenal culun?
Penasaran kan? yuk ikuti terus kisahnya sampai akhir ya, jangan lupa tambahkan subscribe, like, coment dan vote nya. 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Usir
Pagi hari kurang lebih pukul 5, perlahan tubuh Ayu mulai bereaksi. Tangannya bergerak lalu memijat kepala yang sedikit pusing karena semalaman menangisi nasib malangnya.
Sedikit demi sedikit kedua mata terbuka sempurna membuat Ayu tidak bisa melihat apa-apa karena kamar hotel yang masih gelap gulita.
Beberapa detik Ayu terdiam, lalu kembali teringat akan pergulatan malam yang sangat dahsyat. Sampai tangannya refleks memegang tubuh yang ternyata masih dalam keadaan polos.
“Se-semua sudah berakhir. A-aku bukan lagi wanita yang baik. Tu-tubuhku sudah sangat kotor ini sudah tidak layak untuk dimiliki oleh siapa pun. Impianku menikah dengan pria baik, tampan, kaya raya, juga sayang menyayangiku su-sudah tidak ada lagi. Se-sekarang yang tersisa hanyalah penderitaan, kehancuran, dan kekecewaan,”
“A-ayah, I-ibu, Ka-kakak ma-maafkan aku.Ka-kali ini aku tidak bisa menjaga kepercayaan kalian. Sa-sampai kapan pun aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri ataupun pria yang sudah merenggut semua ini. Aku akan simpan luka ini dengan baik, kelak aku akan membalaskan luka berkali lipat dengannya!”
Tatapan mata Ayu bersinar terang di dalam kegelapan. Dia benar-benar kecewa dengan semua takdir yang harus membawanya ke lingkaran hitam.
Ingin rasanya Ayu menoleh ke arah pria yang masih tidur itu dalam keadaan tangan melingkar di perutnya, tetapi tidak sedikit pun dia menatapnya.
Ayu tidak ingin melihat wajah pria yang sangat dibencinya itu, meskipun keadaan gelap dia tidak bisa melihatnya tetap saja. Gadis bernasib malang tidak akan sanggup melihatnya.
Perlahan tangan Ayu menyingkirkan tangan kekar Gibran, lalu menurunkan salah satu kakinya meski terasa menyakitkan sebisa mungkin dia menahan semua itu.
Badan yang terasa begitu remuk dan hancur membuat Ayu tidak bisa berkata apa-apa sekali berjuang untuk segera pergi dari hotel.
Satu persatu Ayu mencari pakaiannya di dalam kegelapan dengan mengandalkan perasaannya, kemudian berjalan ke arah kamar mandi dengan tertatih-tatih menahan sakit yang luar biasa.
Sesampainya di kamar mandi Ayu melihat dari sela kedua kakinya terdapat bercak merah yang membekas. Di situlah Ayu benar-benar hancur. Dia menangis meratapi nasib buruk yang menimpanya ketika sedang menjalani tugas dari pekerjaan sebagai office girl.
Dengan hati-hati Ayu duduk di closet, lalu membersihkan seluruh tubuh meski dia sangat tahu jika kotoran itu akan terus melekat di tubuh tanpa tahu bagaimana cara membersihkannya.
Kurang lebih 10 menit Ayu telah selesai membersihkan diri. Tubuh yang sudah terbalut oleh pakaian pun masih membuat gadis itu merasa tidak layak.
Tubuh yang sudah hancur membuat Ayu tadinya ingin nekat pergi tanpa mengenakan pakaian karena baginya sudah tidak ada yang harus dijaga kembali.
Harga diri sebagai wanita telah hancur bersama hilangnya mahkota yang telah dijaga 20 tahun lamanya. Cuma karena hitungan menit semua itu berhasil diambil oleh pria tak bertanggung jawab.
Ayu berjalan pelan menahan rasa sakit yang membuat bagian inti tubuhnya terasa perih. Dengan kuat hati Ayu membuka pintu, lalu memberanikan diri menoleh ke arah belakang yang masih dalam keadaan gelap hingga wajah Gibran tak sedikit pun terlihat.
“Jika suatu saat nanti kita dipertemukan kembali saya harap Tuan tidak melakukannya dengan sengaja. Namun semua ini murni karena takdir Tuhan yang menggerakan!”
Gadis itu keluar kamar dengan langkah yang berat. Tubuhnya berbalik menatap pintu seakan-akan kedua mata merekam semua kejadian dan menyimpannya di dalam memori ingatan.
Selepas itu Ayu berusaha menghapus semua air mata, lalu pergi meninggalkan gedung. Dia berjalan sedikit pincang demi menahan rasa sakit dibagian mahkotanya.
Semua kejadian ini telah disimpan rapat oleh Ayu untuk menutupi aibnya dari semua orang. Tidak ada satu orang pun yang tahu bahkan melihat gadis itu, sehingga dia akan aman dalam waktu dekat ini.
*****
2 minggu telah berlalu, tidak sedikit pun keluarga Ayu curiga akan sikapnya yang mulai aneh. Setelah kejadian itu dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempat kerja dan mencari pekerjaan lain.
Ayu membungkam mulutnya tentang perihal kejadian naas yang telah merenggut semuanya. Keceriaan yang ditunjukan oleh gadis itu seperti biasa hanya sekedar menutupi luka yang tidak tahu kapan bisa sembuh.
Hanya saja Ayu tidak ingin keluarganya kecewa ketika mengetahui, bahwa kepercayaan yang selama 20 tahun ini diberikan padanya telah hancur hanya dalam hitungan menit saja.
Saat ini Ayu sedang berada di rumah sambil menyirami tanaman milik sang ibu, tetapi beberapa kali dia mual-mual membuat para tetangga yang suka bergosip langsung menyebarkan berita yang tidak baik.
“Tuh, tuh … Lihat deh, Bu. Sudah beberapa hari ini si Ayu anaknya Bu Sari muntah-muntah terus,” ucap tetangga 1 sambil menunjuk ke arah Ayu.
“Iya, benar, Jeng. Apa jangan-jangan si Ayu hamil, ya?” tanya tetangga 2.
“Hussh, jangan berbicara kalau nggak ada buktinya. Lagian Ayu itu anak baik, tidak mungkin dia seperti itu,” bela tetangga 3.
“Alahhh, Bu. Jangankan anak baik, anak ustadz sekalipun kalau memang be*jat mah, be*jat aja. Buktinya dia kerja kadang pagi kadang malam, tapi lebih banyak malamnya.”
Tetangga 1 memang tipikal ibu-ibu yang selalu mengumbar gosip, walaupun terkadang salah tetap saja dia menjadi dalang tersebarnya berita Ayu hingga terdengar ke beberapa warga lainnya.
“Gimana kalau masalah ini kita bilang sama Pak RT? Jika terbukti bersalah kita harus usir dia dari kampung ini. Saya tidak mau kampung kita yang bersih ini menjadi kotor hanya akibat ulah gadis yang telah menjual tubuhnya sendiri. Setuju?”
Usul dari tetangga 4 itu membuat ketiga tetangga lainnya setuju. Mereka langsung berbondong-bondong pergi ke rumah pak RT dan menceritakan keresahannya.
Awalnya pak RT tidak setuju karena tidak ingin menimbulkan fitnah terhadap keluarga -baikbaik seperti keluarga Ayu. Namun dia juga tidak bisa berdiam diri jika warganya sudah bertindak.
Daripada nanti menjadi isu tidak baik, akhirnya pak RT setuju dan langsung bergegas mendatangi rumah keluarga Ayu.
“Itu pak RT. Lihat sendiri, ‘kan? Dari tadi dia mual-mual terus,” pekik tetangga 1 yang sangat bersemangat.
“Hueekk … Pa-pak RT, i-ibu-ibu. A-ada apa ini?” tanya Ayu bingung. Dia sangat takut karena di depan rumahnya sudah banyak warga yang mulai menghakiminya.
Sari dan Satyo selaku orang tua Ayu segera keluar ketika mendengar keributan di luar rumahnya. Begitu juga dengan Dika, kakak dari Ayu.
“Tenang dulu, tenang!” sahut Pak RT yang berusaha menenangkan warganya.
Ayu yang merasa takut langsung memeluk Sari sambil menangis. Dia tidak menyangka jika kejadian itu telah diketahui para warga. Dia sendiri bingung kenapa mereka bisa tahu, sedangkan keluarganya sendiri pun tidak tahu apa-apa.
“Gak bisa, Pak RT. Saya tidak mau kampung ini tercemar karena ada gadis yang telah hamil di luar nikah. Saya mau Ayu diusir dari kampung ini. Setuju!”
“Setuju!”
Semua warga berteriak keras mengikuti arahan dari tetangga 1 yang menjadi provokator untuk membuat keadaan semakin runyam.
Sari, Satyo, juga Dika langsung menatap Ayu yang sudah menangis. Mereka tidak yakin seorang gadis baik dan ceria seperti itu bisa melakukan hal tidak senonoh.
“Tunggu dulu, tunggu! Anak saya tidak mungkin melakukan hal itu. Ayu itu anak baik. Kalau kalian menuduh Ayu hamil, mana buktinya? Mana!”
Sari yang dari tadi diam tak terima langsung membentak semua warga demi membela sang anak.
“Dasar keluarga sok lugu! Apa kau tidak curiga dengan anakmu yang setiap hari muntah-muntah, hahh? Kalau dia tidak hamil, lalu apa?” pekik tetangga 1 dengan penuh keberanian.
“Dengar baik-baik ya, anak saya itu tidak hamil. Dia hanya masuk angin. Saya ibunya dan saya tahu betul jika anak saya bukanlah anak nakal yang kalian pikirkan!” balas Sari. Wajahnya sudah merah karena menahan emosi menatap tetangga 1.
“Cukup ya, ibu-ibu dan bapak-bapak semuanya. Lebih baik kalian urus keluarga kalian sendiri jangan repot-repot urusin keluarga saya. Anak saya anak yang baik. Tidak mungkin Ayu melakukan hal keji itu, paham! Jadi saya minta dengan hormat, Pak RT. Suruh mereka bubar dari rumah saya sekarang juga!”
Satyo tidak mengerti kenapa semua warga menyudutkan putrinya yang tidak pernah melakukan hal itu. Sementara Dika berusaha terus membela keluarga hingga sedikit adanya adu jotos dengan warga lain.
Pak RT sebenarnya tidak tahu apa-apa, tetapi dia harus bisa bersikap adil. Sampai akhirnya keluarlah kalimat yang sangat Ayu takuti.
“Baiklah, sekarang begini saja Ibu Sari dan Bapak Satyo. Demi kenyamanan bersama lebih baik Ayu melakukan tes saya. Jika hasilnya negatif maka saya akan meminta semua warna meminta maaf pada keluarga kalian. Namun kalau hasilnya positif dengan berat hati saya harus mengusir Ayu dari kampung ini dan tidak boleh lagi menginjakkan kaki di sini. Bagaimana?”
“Setuju!”
Teriakan dari para warga membuat Satyo melirik Ayu yang terlihat syok. Sari pun menoleh menatap sang suami juga anak laki-lakinya. Setelah itu mereka setuju karena berpikir anaknya tidak bersalah.
Dika mengantar Pak RT untuk membeli test pack untuk sang adik. Niatnya ingin dibelikan oleh para perempuan, tetapi demi menjaga semua keadilan akhirnya merekalah yang membelinya.
Kurang lebih 20 menit mereka sampai dan meminta Ayu melakukan tes tersebut di temani oleh Sari selaku ibunya juga dua warga perempuan ke arah kamar mandi.
Di dalam kamar mandi Ayu menangis gemetar karena harus mengingat kejadian itu. Rasa takut, panik, juga dilema bercampur menjadi satu hingga dengan pasrahnya dia melakukan tes sesuai yang tadi diarahkan oleh Sari.
Beberapa menit Ayu keluar kamar mandi, memberikan 3 test pack kepada ibunya. Semua warga yang penasaran berdesak-desakan di depan pintu rumah, sedangkan Pak RT dan beberapa saksi duduk di sofa sambil melihat barang bukti tersebut.
Sari menaruh barang bukti di meja, tak lama dia pun syok karena dari ketiga test pack hasilnya semua bergaris dua. Itu berarti Ayu telah berbadan dua atau lebih tepatnya hamil di luar nikah.
*****
Bersambung.
/Slight//Slight/