NovelToon NovelToon
Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Status: tamat
Genre:Tamat / Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Cerai / Penyesalan Suami / istri ideal / bapak rumah tangga
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: HRN_18

Kisah ini mengisahkan kehidupan rumah tangga yang tidak lazim, di mana sang istri yang bernama Rani justru menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya, Budi, adalah seorang pria pemalas yang enggan bekerja dan mencari nafkah.

Rani bekerja keras setiap hari sebagai pegawai kantoran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sementara itu, Budi hanya berdiam diri di rumah, menghabiskan waktu dengan aktivitas yang tidak produktif seperti menonton TV atau bergaul dengan teman-teman yang kurang baik pengaruhnya.

Keadaan ini sering memicu pertengkaran hebat antara Rani dan Budi. Rani merasa lelah harus menanggung beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus mengurus rumah tangga seorang diri. Namun, Budi sepertinya tidak pernah peduli dan tetap bermalas-malasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HRN_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 2 Rani si Tulang Punggung

Rani melangkah gontai memasuki apartemen kecil yang kini menjadi rumah barunya setelah memutuskan untuk pindah dari rumah yang dihuninya bersama Budi. Ia menjatuhkan diri di atas sofa usang dan menghela napas panjang. Berbagai perasaan berkecamuk, antara lega, sedih, marah, hingga was-was akan masa depannya.

Berpisah dari Budi mungkin merupakan keputusan pahit yang harus ditempuhnya. Namun di sisi lain, Rani merasa bebas dari beban berat yang selama ini dipikulnya selama berumah tangga. Dialah satu-satunya tulang punggung keluarga yang mencari nafkah sementara suaminya tidak melakukan apa-apa.

Beruntung Rani memiliki pekerjaan tetap sebagai seorang pegawai kantoran di sebuah perusahaan. Penghasilannya memang tidak seberapa, namun setidaknya cukup untuk membiayai kehidupannya sendiri tanpa perlu bergantung pada siapapun.

Keesokan harinya, Rani kembali disibukkan dengan pekerjaannya di kantor. Namun konsentrasinya sedikit terganggu mengingat peristiwa beberapa hari yang lalu ketika ia memutuskan untuk pindah dari rumah. Rahmi yang melihat sahabatnya kembali murung, mengajaknya makan siang bersama.

"Ceritakan padaku, Ran. Apa yang sebenarnya terjadi? Kau baik-baik saja?" tanya Rahmi cemas.

Rani menghela napas panjang sebelum bercerita, "Aku sudah pindah dari rumah, Rahmi. Meninggalkan Budi seorang diri di sana."

Rahmi membelalakkan matanya, "Maksudmu...kalian...bercerai?"

"Entahlah, yang jelas untuk saat ini aku memutuskan untuk berpisah dulu dengannya. Aku sudah terlalu lelah jadi tulang punggung keluarga sendirian," tutur Rani dengan nada getir.

Rahmi mengangguk paham, ia bisa membayangkan bagaimana beratnya beban yang selama ini dipikul sahabatnya itu. Hanya dengan gaji kecil dari pegawai kantoran, Rani harus mengurus segalanya mulai dari biaya hidup, kebutuhan rumah tangga, hingga keperluan Budi sehari-hari.

"Tapi Ran, apakah tidak terlalu terburu-buru? Maksudku, kau dan Budi masih bisa mencoba untuk menyelesaikannya baik-baik dulu kan?"

Rani menggeleng pelan, "Aku sudah terlanjur kecewa, Rahmi. Banyak sekali kesempatan yang kuberi pada Budi tapi dia tetap tidak mau berubah. Meninggalkannya dan fokus pada diriku sendiri dulu sepertinya jalan terbaik."

Sepanjang sisa hari itu, Rani bekerja dengan pikiran yang sedikit kalut. Ada sebersit rasa khawatir dan was-was dalam dirinya. Bagaimana dengan Budi di rumah? Apakah dia akan baik-baik saja dengan keputusan sepihak Rani? Namun di sisi lain, Rani juga merasa lega bisa bebas dari beban berat mengurus kebutuhan suami yang tidak bertanggung jawab.

Kehidupan barunya sebagai orang lajang pun dimulai. Saat pulang kerja nanti, ia tidak perlu lagi mengurus keperluan rumah tangga dan memikirkan kebutuhan Budi. Semua yang dihasilkannya dari bekerja bisa digunakan untuk dirinya sendiri saja mulai sekarang. Rani mencoba untuk berpikir positif dengan situasi barunya, berharap keputusan untuk berpisah sementara dari Budi baik untuk mereka berdua.

Rani mulai terbiasa dengan kehidupan barunya sebagai orang lajang. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di kantor, ia bisa langsung pulang ke apartemen kecilnya tanpa harus memikirkan keadaan rumah atau keperluan Budi. Waktu luangnya ia habiskan dengan menonton TV, membaca buku, atau sekedar berkumpul bersama Rahmi dan teman-teman kantornya yang lain.

Meski berusaha terlihat riang dan menikmati kebebasannya, sebenarnya ada sedikit rasa hampa yang menyelinap dalam hati Rani. Sudah bertahun-tahun hidupnya dihabiskan untuk mengurus keperluan rumah tangga dan mencukupi kebutuhan Budi. Kini ketika semua itu sudah tidak ada lagi, ia merasa seperti kehilangan pegangan dan arah.

"Aku masih sering memikirkan keadaan Budi di rumah. Bodoh sekali ya aku ini," gumam Rani suatu malam kepada Rahmi saat mereka sedang makan malam bersama.

Rahmi menanggapinya dengan bijak, "Wajar saja, Ran. Kalian sudah menikah dan hidup bersama cukup lama. Meski dia seorang suami yang tidak bertanggung jawab, kau pasti masih menyayanginya kan?"

Rani mengangguk pelan. Memang benar kata Rahmi, meski kerap kecewa dengan sikap Budi, rasa sayangnya sebagai seorang istri masih ada. Terkadang ia jadi merasa bersalah meninggalkan Budi sendirian di rumah mereka dulu. Bagaimana keadaannya sekarang? Apa dia baik-baik saja?

"Aku sebenarnya ingin melihat keadaannya, Rahmi. Tapi di sisi lain aku takut kalau keputusanku untuk pergi darinya yang sudah bulat ini akan goyah," aku Rani.

"Tenanglah, aku yakin Budi akan baik-baik saja meski tanpamu untuk sementara waktu. Justru dengan keputusanmu meninggalkannya, mungkin dia akan tersadar betapa berharganya dirimu selama ini," Rahmi berusaha menenangkan sahabatnya itu.

Rani menghela napas panjang. Dalam hatinya, ia berharap kata-kata Rahmi benar adanya. Semoga dengan berpisah sementara dari Budi, ia bisa mendapatkan jalan keluar yang baik bagi rumah tangganya yang serba tidak seimbang selama ini. Atau jika tidak, setidaknya Rani bisa memulai hidup barunya tanpa terbebani lagi dengan statusnya sebagai tulang punggung keluarga.

Malam itu, Rani berbaring di ranjang apartemennya yang sempit. Pikirannya melayang, teringat masa-masa awal pernikahannya dengan Budi yang begitu membahagiakan. Betapa cinta mereka begitu besar hingga memutuskan untuk mengikat janji suci. Namun entah mengapa dalam waktu singkat, semuanya berubah. Budi yang dulu begitu memujanya, kini berubah menjadi sosok pemalas yang tak acuh.

"Andai saja kau mau berubah, Bud. Aku sangat mencintaimu," gumam Rani seperti berbisik pada angin malam. Tak lama, air matanya menetes satu per satu di atas bantal. Beginilah mengawali hari-harinya sebagai tulang punggung kehidupan pribadinya yang baru seorang diri. Penuh tanda tanya dan kerisauan, meski di balik itu tersimpan harapan bahwa ia akan mendapatkan kebahagiaannya kembali, entah itu bersama Budi atau tidak.

Minggu demi minggu berlalu, dan kehidupan Rani sebagai wanita lajang perlahan mulai terasa membosankan. Ia yang dulu selalu disibukkan dengan pekerjaan dan mengurus keperluan rumah tangga, mendadak memiliki banyak waktu luang yang terasa hampa.

Sesekali pikiran tentang Budi masih menghampirinya. Bagaimana keadaan mantan suaminya itu sekarang? Apakah Budi telah menyadari kesalahannya selama ini? Atau justru semakin terpuruk dengan kepergian Rani yang biasanya mengurus segalanya untuknya?

Di sisi lain, beban berat yang selama ini dipikulnya sebagai tulang punggung keluarga memang telah lenyap. Rani tidak perlu lagi memeras keringat dan tenaganya untuk membiayai hidup Budi yang pemalas. Semua penghasilannya bisa digunakan untuk kebutuhannya sendiri.

"Lihat, wajahmu tampak lebih segar sekarang, Ran," puji Rahmi suatu hari di kantor.

Rani tersenyum kecil, "Tentu saja, bebanku berkurang dengan tidak adanya Budi yang harus aku urusi."

"Aku tahu ini berat bagimu. Tapi kuharap kau juga mulai membuka hati untuk kemungkinan lain ke depannya. Hidup masih panjang, siapa tahu nanti kau akan mendapat kebahagiaan yang lebih dibanding dengan Budi," Rahmi menepuk pundak sahabatnya itu.

Perkataan Rahmi ada benarnya juga. Dengan berpisah dari Budi dan menjalani kehidupan lajang, Rani bisa lebih fokus untuk mengembangkan diri dan karirnya. Selama ini, sebagian besar tenaga dan pikirannya selalu terkuras untuk mengurus kebutuhan rumah tangga.

Kini, dengan hanya perlu memikirkan dirinya sendiri, Rani bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk mengejar cita-citanya yang tertunda. Membaca buku, mengikuti kursus, atau bahkan memikirkan untuk membuka usaha sendiri kelak. Semua terasa lebih mungkin dicapai dibandingkan jika ia masih terbebani dengan statusnya sebagai tulang punggung keluarga dulu.

Meski di lubuk hatinya masih tersimpan rasa yang mendalam untuk Budi, Rani mencoba untuk berlapang dada dan membuka lembaran baru. Memulai kehidupan barunya sebagai wanita mandiri, bebas dari beban mengurus suami pemalas yang tidak bertanggung jawab.

Langkahnya terasa lebih ringan kala berjalan di trotoar menuju kantor di pagi hari. Rani tersenyum kecil, membayangkan segala kemungkinan dan potensi yang terbuka luas di depannya jika ia bisa menjalani hidup dengan benar dan fokus pada diri sendiri saja. Ya, untuk saat ini biarkan ia menikmati statusnya yang tidak lagi sebagai tulang punggung keluarga.

1
Almaa
deep bgt thor👀
HRN_18
🔥🔥🔥🔥
Diamond
Jalan ceritanya keren abis.
Oralie
Author, kapan mau update lagi nih?
HRN_18: sabar ,😩
total 1 replies
SugaredLamp 007
Menghanyutkan banget.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!