Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

eps 1 Kehidupan Tak Seimbang

Jam dinding masih menunjukkan pukul 6 pagi, tetapi Rani sudah harus bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Wajahnya yang lelah tampak semakin kusut ketika melihat suaminya, Budi, masih tertidur pulas di atas sofa. Kemeja dan celana kerjanya tercecer begitu saja di lantai, bekas malam sebelumnya setelah pulang kantor.

"Budi...Budi! Bangun! Sudah pagi, aku harus berangkat kerja!" teriak Rani membangunkan suaminya itu dengan kasar. Namun Budi hanya menggeliat sedikit lalu kembali mendengkur.

Rani menghela napas panjang. Sudah berapa bulan bahkan tahun keadaan rumah tangganya seperti ini? Dialah satu-satunya yang bekerja mencari nafkah sementara Budi hanya menghabiskan hari dengan bermalas-malasan tanpa pekerjaan.

Tangannya dengan cekatan merapikan meja makan untuk sarapan pagi ini. Sesungguhnya bukan hal baru baginya untuk mengurus semua keperluan rumah tangga seorang diri. Namun rasa lelah dan kekecewaannya kian memuncak hari demi hari melihat keadaan suaminya yang tak kunjung berubah.

"Sebagai seorang kepala keluarga, mengapa kau tidak malu hah?! Aku ini istrimu yang seharusnya diurus dan dinafkahi, bukannya aku yang mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari!" gerutu Rani kepada Budi yang masih pulas tertidur.

Rani menatap sedih suaminya itu sesaat. Bagaimana bisa kehidupan rumah tangganya menjadi tak seimbang seperti ini? Kesabarannya kian menipis menghadapi kelakuan Budi yang pemalas. Jika keadaan tetap seperti ini, akankah dia sanggup untuk bertahan? Berbagai pertanyaan berkecamuk di benaknya pagi itu.

Rani menyambar tas kerjanya lalu bergegas pergi meninggalkan Budi yang masih terlelap. Pikirannya kalut sepanjang perjalanan menuju kantor. Berbagai emosi bercampur aduk, antara marah, kecewa, sedih, bahkan rasa putus asa mulai menghinggapinya.

Sesampainya di kantor, Rani segera menenggelamkan diri dalam pekerjaannya yang menumpuk. Setidaknya untuk sementara, ia bisa melupakan masalah rumah tangganya. Namun bayangan akan Budi yang bermalas-malasan di rumah tetap terbayang, membuatnya menghela napas panjang berkali-kali.

"Rani, kau baik-baik saja? Aku lihat hari ini kau tampak lesu sekali," tegur Rahmi, rekan sekantornya yang juga merupakan sahabat dekatnya.

Rani tersenyum masam, "Ah, kau tahu sendiri bagaimana Budi itu, Rahmi. Dia..."

Rahmi mengangguk-angguk paham. Sudah bukan rahasia lagi baginya bahwa kehidupan rumah tangga sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja. Budi, suami Rani, memang dikenal sebagai seorang pemalas yang tak pernah mau bekerja dan sepenuhnya menggantungkan hidupnya pada Rani.

"Mungkin sudah waktunya kau memikirkan keputusan lain, Rani. Kau tidak bisa terus-menerus seperti ini, bebanmu terlalu berat," nasihat Rahmi sambil menepuk pundak sahabatnya itu dengan prihatin.

Rani terdiam. Kata-kata Rahmi ada benarnya juga. Namun di sisi lain, hatinya masih berharap agar Budi bisa berubah dan menyadari kesalahannya. Pernikahan mereka bahkan belum genap 5 tahun. Sanggupkah ia mengakhirinya secepat itu?

Siang itu, Rani pulang ke rumah dengan pikiran yang semakin kacau. Sesampainya di rumah, pemandangan yang sama kembali menyambutnya...

Sesampainya di rumah, pemandangan yang sama kembali menyambutnya. Budi masih bermalas-malasan di sofa, menonton acara televisi yang sama sekali tidak berguna. Kaleng-kaleng bir kosong berserakan di sekitarnya, pertanda ia menghabiskan waktu dengan minum-minum saja.

"Sampai kapan kau akan terus seperti ini, Bud? Lihat keadaan rumah kita, berantakan semua!" bentak Rani memecah keheningan.

Budi hanya menoleh sekilas ke arah Rani dengan wajah malas, "Ck, cerewet. Aku capek, biarkan aku istirahat sebentar."

Alasan klasik yang selalu digunakan Budi. Rani mendengus kesal, rahangnya mengeras menahan amarah. Baginya, sikap suaminya itu sudah keterlaluan. Bukannya membantu atau setidaknya mengurus diri sendiri, Budi malah semakin bertingkah seperti anak kecil yang manja.

"Istirahat? Istirahat dari apa?! Seharian kau hanya menghabiskan waktu dengan tidak berguna, lalu bilang capek dan istirahat? Omong kosong!" semprot Rani tepat di depan wajah Budi.

Budi tampak terkejut dengan amukan emosi Rani. "Hei, jangan membentakku seperti itu! Aku ini suamimu!"

"Suami apanya?! Kau bahkan tidak tahu cara menjadi kepala keluarga yang baik! Yang ada aku yang kepayahan bekerja dan mencari uang untuk kebutuhan hidup kita!"

Pertengkaran hebat tidak dapat dielakkan lagi. Rani dan Budi saling membentak dan melempar berbagai cemooh dan tuduhan satu sama lain. Situasi semakin memanas dan kepala Rani terasa semakin pening menghadapinya.

"Kalau kau memang tidak puas hidup bersamaku, mengapa tidak cerai saja?!" sembur Budi di tengah perdebatannya dengan Rani.

Kalimat itu bagaikan petir yang menyambar di siang bolong bagi Rani. Perceraian? Sungguh hal yang tidak pernah sebersit pun di pikirannya. Namun melihat keadaan rumah tangganya saat ini, tiba-tiba opsi itu terdengar sangat masuk akal...

Kata-kata "cerai" itu terus terngiang di telinga Rani. Ia terdiam untuk beberapa saat, mencoba mencerna keputusan besar apa yang harus diambilnya. Menatap wajah Budi yang sepertinya sama sekali tidak peduli pada hubungan mereka, membuat Rani semakin yakin.

"Baiklah kalau itu maumu! Aku muak dengan sikapmu yang seperti ini terus, Bud! Kita akhiri saja semuanya," ujar Rani final dengan nada tinggi.

Budi tampak terkejut mendengar jawaban Rani yang tegas itu. Sebagian dari dirinya mungkin tidak menyangka jika Rani benar-benar memutuskan untuk bercerai.

"T-tunggu dulu, Ran. Maksudku tadi tidak seperti itu. Aku hanya..." Budi tergagap, mencoba mencari alasan.

Namun Rani sama sekali tidak mau mendengar apapun lagi. Ia sudah terlanjur kecewa dengan sikap Budi selama ini. Mungkin perceraian adalah kata kuncinya agar Budi tersadar, atau jika tidak, maka Rani bisa memulai lembaran baru dalam hidupnya tanpa beban mengurus suami pemalas.

Tanpa ba-bi-bu lagi, Rani bergegas masuk ke kamar dan mulai menyiapkan koper dan membawa barang-barang pribadinya. Budi panik melihat tingkah Rani.

"Ran, apa yang kau lakukan? Jangan bertindak gegabah begitu!" Budi mencoba menarik lengan Rani.

Dengan kasar Rani menepisnya, "Jangan sentuh aku! Aku muak denganmu, Bud! Kemasi barang-barangmu, aku akan pindah dari rumah ini!"

Rani meraih kopernya lalu membanting pintu keras-keras ketika melangkah pergi meninggalkan rumah itu. Budi hanya bisa termangu di tempatnya berdiri, tidak menyangka jika keputusannya untuk hidup sebagai pemalas telah menghancurkan rumah tangganya.

Terpopuler

Comments

arniya

arniya

mampir kak

2024-11-13

0

Diamond

Diamond

Jalan ceritanya keren abis.

2024-03-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!