Bagiamana jika kehidupan seorang mafia yang terkenal akan ganas, angkuh atau Monster ternyata memiliki kisah yang sungguh menyedihkan?
Bagaimana seorang wanita yang hanyalah penulis buku anak-anak bisa merubah total kehidupan gelap dari seorang mafia yang mendapat julukan Monster? Bagai kegelapan bertemu dengan cahaya terang, begitulah kisah Maxi Ed Tommaso dan Nadine Chysara yang di pertemukan tanpa kesengajaan.
~~~~~~~~~~~
✨MOHON DUKUNGANNYA ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
O200DMM – BAB 19
MENIKAH! TAPI BUKAN PERNIKAHAN
Setelah melihat apa yang baru saja Zero tunjukkan, Nadine benar-benar lemas, tangisnya juga sudah lelah.
“Aku mohon hikss jangan, jangan lakukan itu Maxi.” Lirih Nadine yang masih memiringkan kepalanya karena pistol dingin tersebut masih menempel pada kulitnya.
Zero mundur tiga langkah, sementara Maxi masih mencengkram erat lengan Nadine. Suara dingin, seraknya itu berbisik ke telinga gadis yang saat ini ketakutan luar biasa.
“Tiga kali, tiga kali kamu mencoba kabur dan aku selalu mengabaikan semua kesalahan mu penulis. Tapi kali ini, kamu sudah membuatku marah.” Bisik Maxi penuh penekanan. Pria itu seakan tak peduli dengan isakan tangis Nadine.
Kedua tangan Nadine meraih lengan kekar Maxi yang membawa pistol, sedikit meremasnya penuh permohonan.
“Aku mohon, sekali saja hikss jangan membunuh seseorang. Aku percaya kamu masih mempunyai nurani hikss, aku mohon Maxi..” Maxi masih diam tak berkutik, membiarkan gadis itu terus memohon padanya.
“Hikss... Kamu pasti pernah mempunyai orang yang kamu sayangi, aku mohon jangan membunuh mereka.” Mendengar ucapan Nadine barusan, entah kenapa kedua tangan Maxi langsung melemas.
Dia menurunkan pistol serta cengkeramannya di lengan Nadine. Dia juga punya orang yang dia sayangi, tapi itu dulu dan sekarang orang itu sudah meninggal. Maxi tidak bisa melindungi ayahnya Charlotte Goulding yang saat itu di buru oleh beberapa orang asing saat mereka tengah asik pulang dari pekan raya. Dia tidak bisa melindungi dua orang yang dia sayang, yaitu ayah dan saudaranya.
Mengingat hal itu hanya akan membuat Maxi sengsara. Pria itu mundur selangkah, membuang pistolnya ke tanah dengan cukup keras sambil mengacak rambutnya penuh emosi hingga berteriak. Nadine masih meringkuk ketakutan.
Tiba-tiba pria itu menariknya dan membawanya ke mobil dengan kasar.
Dia juga menyuruh Zero untuk menghentikan aksi membunuhnya di negara Nadine. Meski perasaanya saat ini benar-benar kesal, tapi tidak tahu kenapa, dia seakan menuruti gadis yang kini duduk diam di sampingnya.
.
.
.
Selama perjalanan, tak satupun dari mereka membuka suara, hingga mereka sampai di Mansion ErEd pun Nadine masih diam dengan wajah datar tanpa semangat. Gaun yang sangat lusuh, robek serta kotor itu masih melekat di tubuhnya yang penuh keringat, rambut tergerai berantakan. Bisa kalian bayangkan betapa Nadine hampir mirip dengan Tarzan kesasar!
Melihat kedatangan Maxi bersama Nadine seketika membuat mereka yang awalnya duduk di sofa, kini mulai bergerak ke arah dua sejoli.
Miia, Julia, dan Ina sangat terkejut melihat penampilan Nadine yang sangat kacau tak seperti pengantin pada umumnya yang selalu bersih dan anggun.
“Apa yang kamu lakukan?” Gertak Miia pada Nadine.
“Tenang Bibi.” Balas Maxi yang sudah muak dengan pertengkaran wanita nantinya.
“Belum menikah saja tingkahnya sudah membuat orang pusing.” Sindir Miia. Maxi masih bisa diam.
“Tingkah siapa? Aku. Aku bahkan tidak sudi tinggal bersama orang-orang seperti kalian.” Mendengar balasan Nadine yang menohok sungguh membuat Miia geram, bahkan Julia pun ikut membatin sedangkan Ina hanya berkerut alis.
Ericsson baru saja tiba dan hanya diam mengamati wanita yang mengenakan gaun lusuh, menatap marah ke para wanita di Mansion ErEd. .
“Beraninya kamu. Jaga mulutmu sebelum kamu menyesalinya.” Sentak Miia.
Maxi sengaja diam, dia ingin melihat siapa yang akan kalah dalam peraduan mulut serta pikiran dari Nadine ataupun ibu angkatannya itu.
“Sebaiknya kamu jaga diri. Aku yakin di rumah ini banyak sekali rahasia yang kalian sembunyikan!” Nadine tersenyum miring menelusuri setiap inci rumah. Miia langsung bungkam, kerutan di dahi Ina juga kini berubah menjadi panik, Julia yang awalnya tengah berpikir buruk tentang Nadine ikut diam begitupun Ericsson yang tak bisa berkutik.
Suasana di sana menjadi canggung. Maxi dapat melihat kepanikan di wajah keluarganya, dia hanya menatap datar seolah tak tahu apa-apa. Bahkan Zero yang ada di sana juga merasa ada yang aneh dengan ekspresi semua orang di sana, terutama kebungkaman Miia.
Ericsson menatap marah ke Miia, sampai dia menghentikan keheningan di sana dengan bertanya tentang keadaan Maxi.
“Apa kamu masih mau menikahinya?” tanya Ericsson sekedar mengingatkan lagi.
“Hm.”
Maxi mengeluarkan sepasang cincin pernikahan warna gold dengan berlian kecil-kecil yang menempel melingkar di cincin tersebut. Memang terlihat sederhana, tapi harga fantastis.
Maxi dan Nadine saling berhadapan, tanpa pendeta ataupun apalah, Maxi meraih tangan Nadine memasukkan cincin tersebut ke jari manisnya. Gadis itu hanya diam sambil menunduk, sedangkan Maxi terus menatapnya tanpa berpaling. pernikahan yang sangat aneh.
Hanya butuh tanda tangan Nadine dan Maxi, lalu memasang cincin dan mereka sudah terikat.
“Pernikahan macam apa itu?” gumam Julia pelan, pastinya dia takut dengan Maxi.
“Jaman Now kakak!” balas Alex membuat Julia selalu malas meladeni adik gilanya itu.
Saat masing-masing cincin sudah dipasangkan, Maxi kembali menatap ke Miia, Ericsson, Ina, Julia serta Alex. Bahkan bibi Doray ikut melihat pemandangan dari arah dapur, dia tersenyum senang untuk Maxi.
Sebagai sosok wanita asing, Doray lah salah satu wanita yang merawat Maxi saat anak itu pertama kalinya datang ke rumah Ericsson. Doray sudah menganggapnya seperti anak sendiri, meski lama-kelamaan Maxi sudah tidak sering datang kepadanya karena urusan pekerjaan nya. Tapi Doray tetap senang melihatnya.
“Mulai sekarang dia adalah istriku. Nadine Ed Tommaso.” Ucap Maxi memperingati semuanya yang ada di Mansion termasuk para pelayan di sana. Miia tak suka melihat kehadiran Nadine, berbeda dengan Ina yang tersenyum melihat kakaknya menikah dia sangat bahagia.
“Selamat kakak, aku senang untukmu!” Ina merangkul Maxi dan Maxi memberinya pelukan balik serta ciuman ringan di kepala adiknya. Nadine dapat melihat betapa pria itu menyayangi adiknya.
Namun di saat Miia tersenyum ke arahnya sambil mengucapkan selamat, hanya wajah datar yang ada di Maxi. Miia sendiri seperti canggung setiap kali dia ingin memberikan perhatian lebih kepada anaknya tersebut.
“Selamat untuk kalian berdua.” Ucap Ericsson menepuk lengan Maxi sesekali menatap ke arah Nadine yang hanya diam.
Karena permohonan dari adik tercintanya, Maxi akhirnya mau bermalam di kediaman Ericsson bersama Nadine. Jujur saja dia sangat tidak nyaman berada di rumah itu lama-lama.
...***...
Di dalam kamar yang hening, Nadine masih duduk di sofa sambil melamun sendu. Biasanya setelah melewati pernikahan, para wanita akan sangat terharu dan senang, tapi berbeda dengan Nadine saat ini, dia hanya merasakan penderitaan yang harus dia lewati selama 200 hari.
Suara pintu kamar mandi terbuka pun Nadine tidak mendengarnya. Pria yang saat ini hanya mengenakan handuk hitam di pinggangnya, melihat ke sang istri yang terus saja melamun sejak dia masuk ke kamar mandi hingga selesai mandi.
“Mandilah penulis, kamu tidak mungkin seharian memakai gaun lusuh itu.” Ujar Maxi mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil hitam lainnya.
kl menyukai ,kenapa nggak d ulangi n lanjut next yg lebih hot.
( berimajinasi itu indah.. wk wk wkk )
kl sekarang mau kabur,apa nggak puyeng liat jalur melarikan dirinya.jauuuub dr kota.awak d ganggu pemuda2 rese LG lho.
tadinya baca cerita luna almo dulu sih..untuk maxi nadine ini ditengah udah mau menyerah krn alurnya lambat ya..tapi penasaran jadi ttp aku baca..dan kesimpulannya bagus banget walaupun banyak bab yang menguras emosi..terimakasih kak author..