NovelToon NovelToon
Semesta Kaviandra

Semesta Kaviandra

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / cintapertama / cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Riunakim

Banyak yang bilang jodoh itu adalah cerminan dari diri kita sendiri. Dan sekarang Savinna sedang terjebak dalam perkataan itu. Ya, gadis yang baru saja menduduki bangku SMK itu tiba-tiba jatuh hati pada seorang anggota futsal yang ternyata memiliki banyak sekali kesamaan dengannya. Mulai dari hobi hingga makanan favorit. Akankah dengan kesamaan yang mereka punya akan menyatukan keduanya? Apakah dengan banyaknya kesamaan diantara mereka turut menimbulkan perasaan yang sama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riunakim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siuman

Setelah si ketua datang, perkelahian pun tak bisa terhindarkan. Namun dari banyaknya anggota geng motor itu, Alvero dan beberapa orang bodyguard nya lah yang berhasil memenangkan pertarungan.

Sang ketua geng motor tersebut sudah lumpuh di bawah kuasa Alvero sekarang. Kondisi kedua kubu sama-sama babak belur tapi Alvero sama sekali tidak tumbang meskipun kondisinya sudah sangat kacau. Wajahnya yang kini sudah dipenuhi dengan luka lebam malah membuatnya terlihat semakin tampan.

"Segini doang kemampuan kalian? Huh?" tanya Alvero meremehkan. "Kalian semua salah besar karena udah ganggu teman gue. Sekarang dia terbaring koma di rumah sakit akibat ulah kalian! Kalo sampai nyawa dia melayang karena kasus ini, gue pastiin nyawa kalian hilang juga!" ancamnya.

"Bos, polisi udah sampai di tempat tujuan," ucap salah seorang laki-laki bertubuh besar yang baru saja mendapat telepon dari pihak kepolisian.

Alvero melirik sinis para anggota geng motor yang sudah berhasil ia ratakan itu, "Gue gak pernah main-main sama ucapan gue. Nyawa harus dibayar dengan nyawa. Walaupun kalian semua udah gue jeblosin ke penjara ... otak di balik semua ini yang harus nanggung akibatnya."

***

Nauval masih berupaya untuk membujuk Savinna agar mau menghabiskan makan siangnya. Awalnya, gadis itu menolak untuk pergi ke kantin, alhasil Nauval lah yang pergi ke kantin untuk membelikan makanan untuk Savinna.

"Dimakan lah makanannya, jangan di lihatin doang," bujuk Nauval entah untuk yang ke berapa kali.

Lagi-lagi Savinna menggeser makanannya agar menjauh, "Gue gak mau, Kak," tolak gadis itu lagi.

"Lo kalo kayak gini terus, nanti lo sakit. Terus kalo lo sakit, lo gak akan boleh jenguk Kavi. Apa lo mau kayak gitu?" ucap Nauval menakut-nakuti Savinna.

Setelah mendengar itu, tentu saja Savinna menjadi takut. Bukan karena takut ia akan sakit melainkan takut karena ia tidak bisa menemui Kavi setelah ia sakit nanti. Alhasil, Savinna pun langsung memakan makanan yang telah dibelikan oleh Nauval sebelumnya.

"Makasih banyak ya, Kak. Maaf udah ngerepotin lo."

“Gue gak pernah ngerasa direpotin sama sekali. Disini gue di tugasin Kavi buat jagain lo selama dia gak ada. Jadi, gue harap lo nurut ya sama gue,” pinta Nauval.

Savinna hanya mengangguk sambil berusaha menikmati makan siangnya walaupun nafsunya hampir tidak ada.

Saat tengah memperhatikan Savinna yang tengah mengisi perutnya, Nauval pun menyadari ruam merah yang ada di pipi Savinna saat itu.

“Itu pipi lo kenapa? Ada cap tangannya gitu sih? Siapa yang udah nampar lo?” tanya Nauval sedikit khawatir. Nauval tampaknya takut kecolongan lagi karena Kavi benar-benar telah menitipkan Savinna padanya.

“Bokap gue, Kak.”

“Gila! Gara-gara apa sampai di tampar begitu?” tanyanya lagi.

“Gara-gara ketauan pacaran.”

“Ya ampun, segitunya ya bokap lo? Sampai anak cewek pun di didik pake kekerasan?” Nauval geleng-geleng kepala, tidak habis pikir dengan perilaku Bima, Papa Savinna.

“Selama ini gue selalu nurutin maunya dia terus, Kak. Jadi ketika gue udah mulai ngebantah, bokap gak terima dan bilang gue anak durhaka.”

“Halah, bokap lo aja itu mah yang kuno. Hari gini masih ngelarang anaknya buat pacaran. Kayak gak pernah muda aja,” sindirnya jengkel.

Savinna tersenyum miring menanggapi perkataan Nauval barusan. Apa yang diucap oleh Nauval memang tidak salah. Mungkin menang Bima saja yang terlalu berekspektasi tinggi kalau Savinna akan terus-terusan tunduk padanya, tanpa ia memikirkan jika anaknya ini juga butuh seseorang yang bisa mensupport dan menemani hari-harinya agar lebih berwarna.

“Kira-kira progress Om Anton buat ungkap kasus pengeroyokan itu udah sampe mana ya, Kak?” tanya Savinna dengan topik yang berbeda. Tampaknya gadis itu sama sekali tidak tertarik untuk membahas masalah keluarganya.

“Udah selesai kok.”

Dua alis Savinna tampak terangkat dengan kelopak mata yang ikut melebar, “Serius?” tanyanya tidak percaya.

“Yup! Gue tadi sempat nekan si Kelvin buat ngaku, dan gue berhasil nebak isi kepalanya dia, ternyata benar dia dalang dibalik semua ini. Meskipun dia nggak terlibat dalam kasusnya di TKP, tapi dia tetep jadi otak di dalam kasusnya, dan dia bakal ikut terseret juga nanti,” jelas Nauval.

“Tapi, gue rasa bukti itu belum cukup kuat buat seret dia ke penjara, Kak. Gimana bisa lo bilang semuanya udah selesai?” tanya Savinna lagi.

“Oh tenang, bukan cuma gue disini yang kerja. Tapi Alvero yang lagi di skors pun ikut turun tangan. Dia turun langsung ke basecamp tempat biasa Kelvin dan teman-teman tongkrongannya itu kumpul, dia habisin seisi basecamp itu sampai ketuanya mau ngaku.”

“Wah, terus-terus?” tanya Savinna antusias.

“Walaupun bocahnya agak sedikit babak belur sekarang, tapi Alvero berhasil bawa posisi dan bekuk seluruh pelakunya.”

“Semudah itu?” tanya Savinna tak percaya yang hanya dibalas dengan anggukan serta senyuman tanda bangga oleh Nauval.

Bagaimana bisa kasus yang menurutnya begitu rumit bisa terselesaikan dalam waktu yang sangat singkat? Savinna saja masih memikirkan, kira-kira langkah apa yang harus ia lakukan untuk membantu Anton dalam mengungkap semuanya. Tapi ternyata kedua sahabat Kavi jauh lebih sigap dan mampu memecahkan semuanya dengan cepat.

***

Rami tertidur di atas kursi tunggu yang terletak di sebelah ranjang tempat Kavi terbaring tak sadarkan diri. Anton yang takut posisi tidur Rami saat itu akan berpengaruh buruk pada kandungannya pun memutuskan untuk segera memindahkannya ke sofa.

Setelah memastikan istrinya tidur dengan nyaman di atas sofa itu, Anton pun berpindah ke kursi yang semula ditempati oleh Rami.

Memandangi wajah sang anak yang tengah berbaring tak berdaya saat itu membuat Anton merasa sangat bersalah. Berkali-kali Anton memohon pada Tuhan agar Tuhan tidak mengambil nyawa putranya itu. Karena Anton sendiri baru merasakan kebahagiaannya lagi setelah mencoba berdamai dengan Kavi tempo hari. Bahkan putranya itu belum sempat mengetahui akan kehamilan Rami karena Anton dan Rami masih belum siap untuk membicarakan itu kepada Kavi.

"Papa gak suka punya anak lemah. Ayo bangun kalo kamu emang benar jagoannya Papa," ucap Anton seraya mengelap air matanya yang kembali menetes, "Papa mau kamu bangun hari ini juga, Kaviandra." ucapnya lagi penuh penekanan.

"Hhh"

Mata Anton membesar kala melihat alat bantu pernapasan Kavi terlihat berembun. Tak hanya itu, ia juga melihat bibir putranya mulai terbuka perlahan layaknya sedang berusaha untuk mengatakan sesuatu.

"Kavi? Buka mata kamu, Nak. Ini Papa!"

Kavi belum bisa merespon banyak, namun ia bisa mendengar suara Anton seolah menyuruhnya untuk segera membuka matanya.

Senyuman Anton semakin merekah saat mendapati area mata Kavi bergerak-gerak seolah berusaha untuk membuka matanya.

"Sa-kit.." lirih Kavi nyaris tak bersuara namun Anton masih dapat mendengarnya karena suasana di ruangan itu begitu hening.

Setelah mendengar keluhan dari putranya itu, Anton pun segera menekan bel yang ada di dinding dekat ranjang pasien yang Kavi tempati untuk memanggil seorang dokter agar datang kemari.

Tak butuh waktu lama, seorang dokter datang bersama dua orang suster untuk memeriksa keadaan Kavi.

Suasana ruangan itu pun berubah menjadi sedikit bising membuat Rami terbangun dari tidur lelapnya.

Rami tampak panik dan langsung bergegas menghampiri sang anak saat ia melihat dokter dan dua orang suster tengah berdiri di sekitaran Kavi, "Ada apa sama anak saya?" tanya Rami cemas.

Anton pun merangkul Rami sambil tersenyum haru, "Anak kita hampir siuman, Ma,"

Mata Rami ikut berbinar mendengarnya. Detik itu juga Rami ikut menantikan Kavi membuka kedua matanya.

"Ma.. Pa.." panggil Kavi lirih membuat Rami kembali menangis haru.

"Iya, Kav, Papa sama Mama ada disini," sahut Anton.

"Ayo buka matanya, Sayang. Buka mata kamu, lihat kita disini," pinta Rami.

"Savi-nna.." panggil Kavi lagi dengan nada yang masih lirih.

"Kalo mau liat Savinna, kamu harus buka mata dulu," bujuk Rami yang entah akan membuahkan hasil atau tidak. Yang jelas, Rami hanya ingin putranya itu segera membuka matanya.

"Hhh.." Kavi kembali mendesah membuat alat bantu pernapasannya kembali beruap. Namun kali ini, Kavi terlihat membuka matanya perlahan membuat seisi ruangan tersenyum senang karena Kavi berhasil melewati masa kritisnya.

Dokter yang melihat itu pun langsung melepaskan alat bantu pernapasannya mengingat Kavi sudah tidak membutuhkan alat itu lagi setelah ia membuka matanya.

"Syukurlah kamu berhasil melewati semuanya, semoga lekas membaik ya, jangan terlalu banyak bergerak dulu, usahakan untuk tetap berada di atas ranjang. Untuk buang air kecil bisa dilakukan disini menggunakan pispot sementara buang air besarnya harus didampingi oleh Bapak atau Ibu," jelas sang dokter yang tentu saja tidak mendapatkan respon apa-apa dari Kavi. Jangankan untuk merespon, nyawanya saja belum terkumpul sepenuhnya.

“Baik, Dok. Terima kasih,” balas Rami.

“Tadi anak saya sempat ngeluh kesakitan waktu belum sadar sepenuhnya, Dok. Apa ada yang harus diobati lagi?” tanya Anton.

“Belum ada yang harus saya tangani lagi. Saya hanya menyarankan agar Kavi tidak terlalu banyak bergerak agar luka-luka yang ada di kepalanya tidak kembali terbuka,” jawab sang dokter.

“Baiklah kalau begitu, terima kasih banyak, Dok.”

Setelah itu sang dokter dan kedua susternya itu pun pergi meninggalkan ruang rawat Kavi.

"Savinna.." panggil Kavi lirih.

"Iya Sayang, Mama kabarin Savinna dulu ya, biar sepulang sekolah dia bisa langsung kesini temuin kamu."

Sementara Rami sibuk dengan ponselnya, Anton hanya memperhatikan kondisi anaknya saat itu. Anton sebenarnya merasa sedikit jengkel karena putranya itu langsung mencari Savinna padahal ada kedua orangtuanya yang lebih mencemaskan dirinya. Tapi, dari situ Anton bisa melihat seberapa besar cinta Kavi pada Savinna. Dan mungkin begitu juga sebaliknya.

1
cikuaa
suka banget lanjut trs
call me una
🤩🤩
Rodiyah Tamar Diyah
😘😘😘
Rodiyah Tamar Diyah
😚😚😚
Rodiyah Tamar Diyah
/Wilt//Wilt//Wilt/
cinta cahaya putri
/Rose//Rose/
meltedcheese
likeee
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!