Raisa harus merasakan kehilangan kedua orang tuanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dia ditemukan dalam keadaan luka-luka oleh seseorang yang dia anggap sang penolong.
Untuk membalas budi sang penolong itu, dia merelakan dirinya dijadikan istri agar mewujudkan kemauan ayah dari sang penolongnya mendapatkan keturunan laki-laki.
Pernikahan itu berlangsung begitu cepat, Raisa mendapatkan ruangan tersendiri untuk menjalankan kehidupannya sehari-hari selama menjadi seorang istri. Sedangkan dia berpikir menjadi istri satu-satunya yang tidak lain ratu dalam kehidupan suaminya, ternyata tidak. Ternyata, Raisa tidak mendapatkan itu dari suaminya, bahkan dia dikurung layaknya tahanan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifat Nabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2. Hari Kedua Menjadi Istri
Suara langkah kaki terdengar oleh Raisa, dengan cepat respon Raisa langsung ingin berdiri dan berbicara pada seseorang itu.
"Erik? Itu kamu kan?"
Raisa lebih dulu berdiri menghampiri Erik yang sudah lebih dekat beberapa jarak dengan istrinya.
"Benar."
Erik membawakan makanan dan minuman untuk Raisa, dari semalam Raisa tidak diberikan makanan atau minuman di sana, wanita itu terbilang kuat setelah terkurung dalam mata yang tertutup seperti sekarang.
"Erik aku mohon lepaskan aku. Setidaknya biarkan aku melihat dunia seperti biasanya, aku juga mau melihat kamu lagi. Aku ini istrimu kan, masa kamu tega membiarkan aku tertutup begini? Aku mohon Erik, berikan aku kebebasan."
Raisa memohon untuk pertama kali dalam hidupnya meminta pada manusia selain ayahnya. Tidak ada jalan lain kecuali memohon pada Erik.
"Itu, lagi! Sekarang makan dan minum apa yang sudah aku bawa ini, aku harus pergi kerja untuk mengurus perusahaan ayahmu."
Raisa menarik lengan Erik sampai nampan yang dibawa oleh Erik terjatuh. Erik begitu marah pada Raisa karena sudah mengacaukan pagi harinya.
"Oh, rupanya kamu masih belum kapok juga?"
Erik tidak akan mengampuni siapapun yang membuatnya marah, termasuk Raisa yang tidak lain hanya membuat masalah dalam kehidupannya.
"Maafkan aku Erik, tadi itu tidak sengaja. Aku tidak tau kamu masih membawa makanan, aku mengira kamu sudah meletakkannya di meja."
Jantung Raisa berdetak lebih cepat setelah mendengar suara suaminya marah, dia juga bersalah sudah memecahkan apa yang sudah dibawa oleh Erik.
"Kamu tidak bisa diampuni! Aku akan memberikan kamu sedikit pengertian untuk bisa lebih baik padaku!"
Tangan Erik mendorong kasar Raisa sampai tersungkur di lantai, suara kesakitan wanita itu semakin menyenangkan bagi Erik.
"Kamu harus tau satu hal, Raisa! Aku menikahi kamu karena terpaksa! Aku sudah memperingati kamu kemarin siang, tapi kamu masih berulah padaku, ini yang harus kamu dengar dariku. Jangan pernah menganggap dirimu itu istriku lagi, karena ada istri yang lebih pantas mendampingi aku untuk terlihat di dunia yang luas ini."
Raisa mendengarnya, dia segera bangkit dari lantai, mencerna sedikit apa yang dikatakan oleh suaminya.
"Apa maksudmu dengan ada istri yang lebih pantas itu?"
Erik berdecak, dia heran kenapa harus menikah dengan wanita bodoh seperti Raisa yang tidak langsung bisa paham dengan perkataannya.
"Bodoh tidak juga hilang dari otakmu! Jelas aku mengatakan kalau ada istri yang jauh lebih pantas, itu artinya bukan kamu Raisa. Apa kurang jelas?"
Raisa terkejut, ternyata dirinya bukan istri satu-satunya Erik. "Maksudnya kamu aku ini istri kedua?"
"Benar, kamu adalah istri kedua yang menurutku membawa kesialan dalam hidup! Rasanya aku menyesal sudah menikahi kamu!"
Erik blak-blakan tentang perasaannya selama ini, pernikahan bersama Raisa tidak layak dipertahankan jika tidak memiliki maksud tertentu.
"Jadi, selain kamu tipe orang yang manipulatif, sekarang kamu mengakui jika kamu adalah pria yang sudah memiliki istri sebelum menikah denganku?"
"Ya."
Erik membenarkan. Memecahkan air mata Raisa yang mengalir membasahi penutup hitam. Raisa sangat hancur sekarang. Entah apa yang disembunyikan lagi dari suaminya?
"Tega kamu, Erik! Kamu membohongi aku, bahkan ayahmu juga ikut berbohong tentang statusmu padaku, kalian tidak ada bedanya. Lepaskan aku sekarang! Aku tidak mau menjadi istri keduamu!"
Raisa sudah menaikkan tangannya untuk melepaskan penutup mata yang sudah satu hari membuatnya kesulitan menjalani apa pun.
Penutup sialan!
Pantas dibuang!
Ketika tangannya hampir melepaskan penutup kain, Erik menarik tangan Raisa agar tidak melepaskan penutup yang sudah menjadi syarat pernikahan tersebut.
"Semua salahmu sendiri, kamu meminta pada ayahku untuk menikah dan memberikan aku keturunan laki-laki. Lalu, di mana letak salahku itu? Ayahku juga bukan ayahmu yang harus jujur, dia adalah ayahku yang pasti akan membelaku. Bukan kamu! Ayahmu sudah mati bukan? Lalu, kenapa kamu tidak menyusulnya ke alam baka sana?"
Raisa kembali memukuli suaminya dengan kedua tangan yang masih berada dekat dengan Erik. Dia menangis ayahnya dibawa-bawa dalam permasalahannya ini.
"Tolong jangan membawa nama ayahku!"
Erik mendongakkan dagu istrinya, berharap perkataannya kali ini di dengar oleh Raisa. Suaranya pelan tetapi tegas.
"Kamu duluan yang membawa nama ayahku, kenapa sekarang kamu tidak terima jika aku melakukan hal yang serupa denganmu? Demikian wanita, kenapa selalu merasa paling benar di setiap permasalahan? Aku akan pergi kerja, aku hanya memastikan kamu baik-baik di sini. Rasanya makanan dan minumanmu memang pantas berada di lantai, selamat makan Raisa."
Erik melangkah pergi meninggalkan Raisa, emosi Raisa tidak bisa terbalaskan, hatinya sakit menerima kenyataan yang ada. Apalagi dia harus menjadi istri kedua, seorang pelakor dari rumah tangga yang mungkin sedang menjalani kehidupan dengan bahagia.
"Erik! Erik kamu jangan pergi!" serunya memanggil Erik dari tempatnya sekarang.
Raisa memiliki beban tentang bagaimana jika harus menjelaskan pada istri pertama Erik saat bertemu, bertatap muka bahkan bisa jadi istri pertama Erik akan memakinya sebagai seorang pelakor.
"Ada apa dengan kehidupanku? Kenapa berbalik seratus delapan puluh derajat seperti ini? Ayah, aku kangen."
Tangisnya masih belum mau berhenti, Raisa mencoba menyekanya sedikit demi sedikit.
Dari CCTV terlihat oleh laptop Erik yang dilihatnya di dalam mobil saat perjalanan ke perusahaan.
"Raisa, hidupmu ada ditangan aku. Sama sekali aku tidak ingin memiliki keturunan dari anak seorang yang sudah menyebabkan kedua orang tuaku bangkrut dulu."
Erik mencari file foto yang dia simpan di dalam ponselnya. Ternyata masih ada untuk menjadi penghilang rasa kerinduannya terhadap kedua orang tuanya selama ini.
"Kalian, aku tau bisa melihat apa yang aku lakukan pada wanita itu. Dia pantas mendapatkan apa yang seharusnya diperbuat oleh orang tuanya. Dia harus menderita sama seperti aku, hidup dalam kegelapan dan penyiksaan di tempat yang sempit."
Luka hati Erik begitu dalam, ada cerita lama yang belum terselesaikan di masa sekarang. Termasuk mengenai Raisa. Dia termasuk incaran Erik yang begitu membuatnya antusias.
Sedangkan Raisa di dalam ruangan itu kedinginan. Ruangan itu ber AC cukup kuat. Menggigil dan perutnya sakit dikarenakan belum makan dari semalam.
"Aku lapar, bagaimana bisa mencari makanan jika mataku tertutup seperti ini? Tapi, perutku akan semakin sakit jika aku terus diam."
Raisa mencari lantai tempat makanan yang dibawa oleh Erik, sudah berceceran bersama dengan pecahan piring dan gelas, tangannya meraba-raba mencari makanannya.
"Sakit!"
Tangannya terkena pecahan yang berceceran di sana, darah keluar sedikit dari jari manis Raisa.
"Tahan Raisa, kamu harus tetap makan untuk bertahan hidup sampai lepas dari Erik."
Raisa menemukan potongan roti yang sudah terlepas dari telur dan potongan dagingnya. Memungutnya, melahap tanpa sisa walaupun tangannya terkena lagi pecahan di sana. Dengan menangis meratapi nasibnya yang malang ini, Raisa mengunyah perlahan roti tersebut.