NovelToon NovelToon
Terjerat Pesona Ayah Tiri

Terjerat Pesona Ayah Tiri

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / Pelakor / Romansa
Popularitas:22.5k
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

Dia, lelaki yang kini menjadi ayah tiriku, adalah sosok yang takkan pernah ku lepaskan dari kehidupanku. Meskipun tindakan ini mungkin salah, aku telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala resikonya. Awalnya, dendamlah yang mendorongku mendekatinya, namun seiring waktu, cinta telah tumbuh di dalam hatiku. Tak ada satu pun pikiran untuk melepaskannya dari pelukanku.

Kini, ayah tiriku telah resmi menjadi kekasihku. Dia terus memanjakanku dengan penuh kasih sayang. Aku mencintainya, dan dia juga mencintaiku. Meskipun posisinya masih terikat sebagai suami ibuku, aku tidak peduli. Yang penting, aku merasa bahagia, dan dia juga merasakannya. Mungkin ini dianggap sebagai dosa, namun tak ada api yang berkobar tanpa adanya asap yang mengiringinya.

"Ayah, aku mencintaimu," apakah kalimat ini pantas untuk aku ucapkan?

AKAN LANJUT DI SEASON 2 YAA, HAPPY READING AND HOPE YOU LIKE:))

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 02. Kehilangan yang Membawa Dendam

Setelah dua hari sebelumnya Widya dan kekasihnya mengikat janji suci pernikahan, kini mereka berdua tengah berada dalam kebahagiaan yang meluap-luap di ruang tamu indah rumah Widya. Dalam suasana yang penuh cinta, mereka saling berpelukan dan berciuman dengan penuh gairah, tanpa memedulikan waktu dan tempat di mana mereka berada.

Namun, ketika momen mesra itu mencapai puncaknya, tiba-tiba Jelita muncul dari balik pintu dan melangkah keluar. Dengan langkah anggunnya, Jelita seolah hendak pergi ke suatu tempat yang hanya diketahuinya. Namun, tak berselang lama, suara panggilan tegas dari bundanya, Widya, memecah keheningan dan menghentikan langkah Jelita dengan paksa.

"Jel, tunggu. Kamu mau keluar ya? Bunda nitip dong beli sesuatu di Alfamart," permintaan bundanya itu cukup membuat Jelita menghela napas.

Ia ingin segera pergi dari rumah saat itu dan pergi ke tempat yang ingin ditujunya, namun karena sejak dulu ia tak pernah menolak permintaan bundanya membuatnya dengan terpaksa menghentikan langkahnya dan menerima semua permintaannya.

"Apa?" tanya Jelita malas.

Lalu sembari bangkit dari duduknya, Widya menjawab. "Ehm, beliin susu yang biasanya Bunda minum dong dan juga sama roti selai kacang yang biasanya Bunda makan waktu sarapan. Tadi waktu Bunda ngecek di dapur udah pada habis, jadi kamu beliin ya sekalian,"

Setelah ucapan itu terlontar dari bibirnya, tampak Widya melangkah dengan mantap menuju Jelita. Dalam genggaman tangannya, ia memegang sebuah kartu yang berkilauan. Kartu tersebut adalah golden card, simbol dari hasil kerja kerasnya selama ini.

"Hmm," setelah kata-kata itu terlontar dari bibirnya, Jelita segera membalikkan badannya dan beranjak keluar dari rumah. Ia ingin pergi ke tempat favoritnya untuk menenangkan diri sekalian melepaskan segala perasaan dan unek-unek yang menghimpitnya beberapa hari ini.

Selama beberapa hari setelah bundanya menikah dengan Revan tampak bundanya itu berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Jika sebelumnya bundanya itu tampak sangat rajin, ramah dan seperti layaknya ibu-ibu pada umumnya, kini Widya tampak berbeda. Bundanya itu tampak lebih manja kepada Revan dan jarang sekali mengerjakan pekerjaan rumah yang biasa dia lakukan.

Bundanya seringkali menyuruh Jelita untuk melakukan pekerjaannya ataupun bahkan pernah beberapa kali menyuruh Jelita untuk mencarikannya seorang art. Sebenarnya Jelita mau mau saja melakukannya ataupun mencarikan bundanya seorang art namun karena Jelita masih tak habis pikir dengan bundanya yang tiba-tiba berubah seperti itu membuatnya lebih memilih pergi daripada mengerjakan semua pekerjaan yang biasa bundanya lakukan.

Saat Widya menyuruh Jelita untuk mengerjakan pekerjaannya Jelita hanya tutup kuping dan beranjak pergi dari sana. Ia bukannya tidak mau tapi ia masih juga merasa marah dan kecewa dengan bundanya, semenjak bundanya diketahui berselingkuh dengan Revan bahkan jauh sebelum ayahnya meninggal.

Semua perasaan kecewa itu sudah menggerogoti pikiran serta hati Jelita hingga membuatnya ingin mengakhiri hidupnya daripada melanjutkan hidupnya seperti ini. Pikiran kecewa sudah menguasai dirinya hingga ia lebih memilih untuk mengacuhkan bundanya serta ayah tirinya daripada melupakan semua masalah yang terjadi dan menerima mereka kembali.

.................................................

Tap ...

Tap ...

Tap ...

Langkah-langkah Jelita membawanya ke sebuah taman yang sunyi dan sepi di pinggiran kota Jakarta. Ia memilih duduk di salah satu kursi yang tersedia, dan dalam keheningan taman itu, ia terdiam, membiarkan pikirannya melayang jauh ke masa lalu.

Kenangan-kenangan indah dan momen manis dengan ayahnya terasa begitu hidup dalam pikirannya. Jelita membiarkan dirinya terhanyut dalam aliran kenangan yang mengalir begitu deras. Air mata tak terkendali mengalir di pipinya tanpa sadar, mengungkapkan kerinduannya yang mendalam terhadap sosok ayah yang sangat ia cintai.

Ayahnya, sosok yang selalu baik dan penuh kasih, telah meninggalkan dunia ini. Kehilangan sosok yang selalu mengusiknya setiap pagi dan dengan senang hati memasak untuknya saat ia berangkat sekolah, meninggalkan kekosongan yang tak tergantikan dalam hidup Jelita.

Rindu akan ayahnya begitu kuat, sampai-sampai Jelita tergoda oleh pikiran gelap untuk mengakhiri hidupnya dan menyusul sang ayah. Ide gila itu telah melintas dalam pikirannya berkali-kali, tergoda oleh keinginan untuk mengakhiri kesedihannya dan bersatu kembali dengan sosok yang sangat ia rindukan.

"Andai saja ayah belum meninggal, pasti hidupku tidak akan seperti ini. Aku pasti akan jauh lebih ceria dan akan ada orang yang akan selalu menggangguku setiap pagi. Ayah, aku sangat merindukanmu, kapan kita bisa bertemu lagi?" ucapan sedih Jelita mampu mewarnai seisi taman itu yang keadaannya juga sama sepertinya. Sepi, kosong, tak ada siapapun di tempat itu kecuali Jelita seorang diri.

Hanya dirinyalah orang yang datang ke tempat itu. Ia duduk sendirian, dikelilingi oleh keheningan yang menyayat hati. Air mata tak terbendung mengalir dari matanya, menciptakan jejak-jejak kesedihan di pipinya. Ia menangis, meratapi kepergian yang begitu mendalam, kepergian sang ayah yang hingga kini masih sulit baginya untuk diterima.

"Ini semua karena Bunda, Jika saja waktu itu Bunda tidak menyuruh ayah keluar untuk membelikannya mie ayam pasti ayah tidak akan meninggal, pasti ayah masih ada bersama kita dan keadaannya tidak akan seperti ini." ucapan pilu bercampur marah Jelita cukup terlihat di wajahnya.

Awalnya dia tidak akan menyalahkan bundanya atas kematian sang ayah namun setelah dipikir-pikir memang benar juga jika bundanya lah yang telah membuat ayahnya tiada. Jika saja waktu itu Widya tidak menyuruh Barata untuk pergi membelikannya mie ayam dikondisi yang tengah hujan lebat dan disertai petir mungkin Barata masih ada bersama mereka dan dia tak akan meninggal. Mungkin saja semua ini tidak akan terjadi, namun takdir tetaplah takdir, semua yang sudah berjalan dan terjadi tidak akan bisa terulang kembali ataupun diubah sebagaimana keinginan kita.

"Sebenarnya aku ingin pergi dari rumah itu ke suatu tempat yang jauh dan mereka takkan bisa menemukanku, namun karena aku masih sekolah dan aku juga tidak memiliki pekerjaan, maka aku terpaksa untuk tinggal dan menetap di rumah itu. Aku terpaksa tetap berdiam diri di sana tanpa sedikitpun ingin pergi. Namun aku diam bukan berarti aku lemah, aku akan melakukan sesuatu pada Bunda dan juga suaminya agar mereka sadar jika pernikahan mereka ini tidak bisa dibenarkan. Aku ingin menyadarkan mereka jika pernikahan mereka ini tidak seharusnya terjadi. Tapi bagaimana caranya aku untuk melakukan semua itu? sekarang saja aku begitu malas untuk dekat dengan mereka...,"

"Ehm, jika aku mencoba untuk mendekati ayah tiriku bagaimana? Ya ini sih hanya untuk sekedar membalas semua yang Bunda lakukan pada ayah. Aku ingin membuat Bunda cemburu dan pada akhirnya marah padaku. Namun, aku begitu benci pada pria itu, bagaimana bisa aku untuk akan menggodanya? Tapi saat ini aku tak memiliki cara lain selain itu. Haduh aku memang harus benar-benar mengambil cara itu. Baiklah. Sepertinya aku memang harus mengambil cara itu. Aku akan mencoba untuk mendekatinya dan membuatnya suka kepadaku. Aku akan membuatnya tergila-gila padaku sampai akhirnya memilih untuk meninggalkan Bunda dan memilihku ...,"

"Aku akan membuat Bunda cemburu dan hancur dengan apa yang pria itu lakukan kepadaku. Tapi bisakah aku melakukannya? Sekarang saja aku sangat begitu benci sama dia? huufftt ... Baiklah, sepertinya aku memang harus memikirkannya terlebih dahulu sebelum akhirnya mengambil tindakan. Semua ini tidak bisa hanya diambil dari satu pemikiran saja. Perlu beberapa kali pemikiran sampai akhirnya bisa mengambil suatu keputusan." entah dari mana Jelita mendapatkan sebuah ide gila seperti itu.

Ide gila untuk membalaskan dendam pada bundanya lewat suami barunya. Sebenarnya Jelita masih sangat begitu ragu dengan ide itu, namun karena tak ada ide lain yang terlintas di pikirannya, ia pun memilih untuk memikirkan ide itu sebelum akhirnya mengambil keputusan untuk akan memakainya atau tidak.

Sungguh, Pikiran Jelita terasa terjebak dalam kebuntuan yang menggelisahkan. Ia merasa bingung dan tak tahu harus berbuat apa untuk membalaskan dendamnya pada bundanya. Ragam pikiran dan pertimbangan memenuhi benaknya, membuatnya semakin terjebak dalam kegalauan yang tak kunjung usai.

Dalam pertarungan pikiran yang kacau, Jelita merasa khawatir bahwa cara yang ia pertimbangkan mungkin tidak akan berhasil. Ia takut bahwa rencana balas dendamnya hanya akan menghasilkan kegagalan, atau bahkan lebih buruk lagi, ia akan jatuh cinta pada pria yang seharusnya ia benci.

Namun, ketika Jelita memikirkan pria yang menjadi target dendamnya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Pria itu terkadang menatapnya dengan tatapan yang genit, seakan ada ketertarikan di antara mereka. Namun, Jelita hanya bisa berspekulasi. Jika pria itu benar-benar tertarik padanya, mengapa ia malah terlibat dengan bundanya? Mengapa ia tidak mendekati Jelita?

Dendam yang membara dalam dirinya telah membuat Jelita kehilangan akal sehat. Ia merasa terjebak dalam lingkaran kegelisahan dan stres yang tak kunjung usai. Ambisi gila untuk membalaskan dendamnya semakin menguasai pikirannya, mengaburkan rasionalitas dan membuatnya semakin terperangkap dalam kegelapan.

Bersambung ...

1
Putri rahmaniah
jelita lebih cocok dengan Revan ,,dibanding sma ibunya Thor..
◍•Grace Caroline•◍: yes😇😇
total 1 replies
Norah Haderan
jadi penasaran
◍•Grace Caroline•◍: hehe nantikan terus ya kak
total 1 replies
Norah Haderan
guru kok gitu/Smug/
◍•Grace Caroline•◍: hehe maklum kak, udah cinta ya gitu😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!