NovelToon NovelToon
Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Duda / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: Heni Rita

Cinta Devan atau biasa di panggil Dev. begitu membekas di hati Lintang Ayu, seorang gadis yang sangat Dev benci sekaligus cinta.

hingga cinta itu masih terpatri di hari Lintang meski dirinya sudah di nikahi seorang duda kaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heni Rita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mimpi Di Siang Bolong

Rumah tampak sepi.

"Asalamualikum ..." Sekali lagi Ayu mengucap salam, namun tidak ada jawaban.

Dengan perasaan gelisah, Ayu lalu mengintip dari jendela kaca, guna mengetahui apa yang punya rumah ada di dalam atau tidak.

"Sepi ..." guman Ayu.

Selang beberapa menit.

"Ehem!" Suara berat seseorang berdeman terdengar tidak asing di telinganya.

Ayu terkesiap dengan tubuh membeku. Ia tidak berani menoleh ke belakang, karena ia yakin. Itu suara Devan.

Ayu menelan ludahnya gugup sambil menahan nafas guna menetralisir getaran jantungnya yang berdetak sangat kencang.

"Masuk saja," ucap seseorang dari dalam sana.

Pintu rumah tenyata tidak terkunci.

Melihat sosok gadis berdiri di depan pintu,

Bu Hera mengunci pandangan pada sosok Ayu. Di usianya ini, dia kurang bisa melihat dengan jelas tanpa bantuan dari kacamata. Dengan bantuan kacamata pun, penglihatannya masih belum sempurna. Ia kembali membetulkan letak kacamata agar bisa melihat dengan jelas.

"Si-siapa ya..." Bu Hera memindai Ayu dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Membuat Ayu semakin gemetar menatap sosok wanita di hadapannya.

Devan bisa merasakan itu. Ayu gugup bertemu dengan ibunya.

"Sayang, ini Ibuku." Dengan panggilan yang baru disematkan oleh Devan bukan membuat Ayu tenang, malah membuat gadis itu semakin gugup saja. Kenapa Devan mengumbar kata 'sayang' di hadapan ibunya? Sweet sekali, tapi salah tempat dan situasi. Devan selalu saja berprilaku nyeleneh.

"Selamat sore, Bu." Ayu menyapa sungkan.

"Jadi ... ini yang namanya Ayu, Dev?" Sungguh tatapan ibunya Devan sangat tajam, persis seperti tatapan Devan. Pantas saja, Devan mampu membiusnya.

Mungkin lelaki itu mewarisi tatapan maut itu dari ibunya.

"Iya, Mah." Sengaja Devan memanggil Ayu dengan kata 'sayang' agar ibunya itu langsung tahu hubungan mereka tanpa perlu menjelaskan. Devan berharap ibunya itu setuju dengan pilihannya.

Bukan tanpa alasan Devan mengatakan sayang pada Ayu. Akhir- akhir ini, ibunya terus mendesaknya supaya segera menikah atau paling tidak membawa wanita ke rumah jika tidak mau menikah dengan wanita pilihan ibunya.

Sebelum perjodohan Ayu tercetus, maka Devan secepatnya akan melamar Ayu terlebih dahulu.

"Mah, ini Ayu," terang Devan. Kembali, Bu Hera menatap Ayu. Kali ini wanita itu melempar senyum tipis pada Ayu, membuat Ayu salah tingkah. Ia pikir, pemilik tatapan tajam itu akan menghujatnya atau apa.

Tiba-tiba saja Rani datang.

"A, siapa gadis ini, aku kaya kenal!" Tanya Rani sambil menatap Ayu.

Baik Devan maupun Ayu sampai terbelalak mendengarnya. Devan segera membekap bibir kecil Rani sebelum gadis tengil ini kembali bersuara.

"Nih!" Devan lalu mengambil uang seratus ribu dari saku celananya.

"Yeahh! Ini buat Rere A!" Teriak Rani riang.

"Ya, sana jajan yang jauh! Kalau bisa ke Hongkong jajannya!" Umpat Devan sambil menjorokkan punggung Rani.

"Iya, iya!" Secepat kilat Rani menghilang dari pandangan.

Bu Hera kemudian mengajak Ayu untuk duduk.

Ayu mengangguk patuh.

Tubuh Ayu bergetar saat bokongnya sudah menyandar di sofa.

Rumah Devan tenyata luas dan megah. Perabotan di dalam rumahnya semua elite dan bergaya modern dan pastinya harganya selangit. Ayu tidak menyangka, kehidupan Devan bisa semewah ini.

Devan ikut duduk di samping Ayu.

Sekilas, Bu Hera terlihat Galak tapi sepertinya lembut dan baik hati, wajahnya mirip dengan Devan.

"Cantik?" Kata Bu Hera.

Ayu langsung menunduk, wajahnya bersemu merah.

"Sore Bu, sa-saya dengan Ayu, putrinya Bu Salma," ucap Ayu sungkan.

"Ibu tahu," Kata Bu Hera.

Wajah Bu Hera semuringah, gadis yang ingin di lamar Dev ternyata berparas rupawan.

"Terima kasih Bu." Ucap Ayu Dengan tubuh gemetaran.

"Ada perlu apa kamu ke sini! Apa ibumu tahu? Kamu datang kemari?" Tiba- tiba Devan berkata sinis. Baru saja lelaki ini bersikap manis padanya, tapi dalam hitungan detik sikapnya berubah kecut.

"Dev! Jangan kasar begitu!" Tegur Bu Hera.

Devan lalu masuk ke kamar.

"Neng. Tunggu ya? Ibu buatkan dulu air."

"Eh! Gak usah Bu, Ayu cuma sebentar!" Cegah Ayu, tapi terlambat, Bu Hera dengan tergesa pergi ke dapur.

"Ayo Neng di minum," tawar Bu Hera sambil menyimpan nampan berisi teh hangat dan satu toples kue keju.

"Terima kasih Bu. Ayu datang kemari hanya ingin meminta maaf atas perilaku kasar ibuku," terang Ayu.

"Gak usah di pikirkan Neng, ibu sudah maafkan kok, lagipula apa yang di ucapkan ibumu tidak ada yang salah. Dev putra ibu memang tidak pantas untuk Neng," keluh Bu Hera sedikit menyindir.

"Tidak Bu. Jangan berkata seperti itu," ucap Ayu merasa tidak enak.

"Katanya Neng sudah di jodohkan ya?"

Ayu mengangguk ragu.

"Selamat ya Neng."

Ayu kembali menunduk malu, perasaanya jadi tidak enak.

"Ka- kalau begitu aku pamit dulu ya Bu, sekali lagi, Ayu minta maaf atas kejadian tadi pagi."

****

Untuk sesaat, Devan membisu melihat wajah kaku Ayu.

Kamar Devan ternyata berada persis di samping ruang tamu, dimana Ayu duduk.

Meski ragu, tiba- tiba, Ayu memutar membaurkan pandangannya ke dalam sana. Mencium aroma ruangan ini tiba-tiba saja membuatnya merasa Dejavu. Wangi serta atmosfernya masih sama.

Begitu matanya kembali sadar akan pemandangan di depannya, seketika saja Ayu memekik kecil.

Saat ini, sepasang mata melihat tubuh laki-laki yang tenang separuh telanjang? Ya, Devan baru saja akan mengenakan kaos oblongnya, tapi Ayu sudah terlanjur mengaksesnya tadi.

Lain hal dengan Devan yang justru menunda gerakannya.

"Kamu kayak lihat setan aja pake acara buang muka segala!" kata Devan sambil menyorong kain hangat yang kini membungkus tubuh padatnya.

"Maaf. Aku nggak bermaksud lancang. Lagian kenapa nggak pake baju dulu sih!" sahut Ayu malah sewot.

Devan mendekat tidak tahan dengan cara Ayu yang berbicara dengan berbalik badan.

"Saya sengaja Yu," balas Devan menggoda Ayu.

"Dev ih!" bentak Ayu. Alih-alih Devan yang kaget, justru Ayulah yang tiba-tiba terkesiap dan refleks melangkah mundur.

Kalau saja Devan tidak segara menahan tubuh kecil itu, mungkin saja Ayu sudah tersungkur merasakan dinginnya lantai keramik.

"Kenapa sih? Kamu yang teriak kamu yang kaget," gumam Devan.

Posisi keduanya kini berada di dekat nakas, Ayu membelakangi meja sepinggang itu, sementara Devan memegangi dua bahu Ayu dengan tatap rindu yang mendadak muncul.

"Ah ... Maaf, Dev. Aku cuma kaget ...."

Suara itu berangsur samar saat kaki Devan melangkah lebih dekat dengannya. Dada Ayu mendadak diserang debar yang cukup kencang dengan kaki yang refleks mundur. Resah kian menyerang kala tubuhnya sudah mentok pada meja nakas di belakangnya.

Namun, Devan belum juga mau berhenti. Wajahnya kini lebih dekat, membuat Ayu memundurkan wajahnya sebisa mungkin walau sampai lehernya sedikit mendongak.

"D-Dev, awas ya!" Tunjuk Ayu.

Cup!

Anggap saja jantung Ayu kini sudah bergelinding jauh hilang sudah dari tempatnya. Siapa yang tidak mendadak dibuat jantungan, saat aksi Devan yang seketika mencium lehernya.

"Saya suka sama kamu. Gimana dong?" ucap Devan seenaknya.

Ayu segera menegakkan kembali kepalanya, yang mana segera bertemu dengan wajah Devan yang benar-benar tampan. Wajah bareface itu benar-benar menggoda. Bibirnya tiba-tiba kelu padahal tadi dia siap menyerang laki-laki itu dengan omelan.

Entah setan apa yang datang merasukinya hingga matanya mendadak liar menelusuk segala inci tubuh Devan. Dari pahatan wajah yang dilengkapi rahang tegas nan seksi itu, matanya turun melihat leher jenjang, hingga dada yang padat juga urat-urat ditangan itu yang sedang menahan tubuh sebab membungkuk demi menyamaratakan pandangannya.

Devan tersenyum, sadar kalau Ayu sedang terhipnotis pada tubuh atletisnya. Lelaki matang mana yang akan menyia-nyiakan kesempatan ini? Iseng, atau sekadar mencari tahu sejauh apa Ayu bisa menahan hasratnya, Devan pun meniup mata Ayu yang terpaku pada tangannya yang berurat.

Ayu segera mengerjap-erjap mendongak lagi. Dia membisu, benar-benar mendadak bodoh. Apa yang sedang dia lihat saat ini sungguh sesuatu yang tidak bisa dia elakkan meski sudah berupaya keras.

"D-Dev...jangan kurang ajar ya...." Mendadak napas Ayu tidak beraturan. Jantungnya terlalu lemah saat ini.

"Hm?" gumam Devan lembut. Devan mengangkat alisnya sambil tersenyum puas. Devan tahu di mana kelemahan perempuan ini sekarang.

"Kurang ajar?"

"Itu ...." Lagi-lagi Ayu tak melanjutkan kala sesuatu yang berbetuk bulat dileher Devan naik turun begitu saja. Ayu terhipnotis lagi oleh pesona laki- laki yang sangat ia benci.

Devan perlahan menegakkan tubuhnya dengan jarak yang belum terkikis. Pandangan Ayu jadi menjauh membuatnya lantas mendongak. Tatapan itu seolah tidak ingin berpindah.

"Nggak usah liat segitunya, nggak bakalan ilang juga. Lagi pula, semua yang kamu lihat itu bakal jadi punya kamu juga," tutur Devan, satu jurus menyerang pertahanan Ayu.

Mendadak saja pipi Ayu memanas, tersipu malu.

Refleks matanya menatap wajah Devan yang mana langsung dibalas alis yang mengangkat juga senyum menggodanya.

"Dasar buaya!" geram Ayu sambil memukul dada Devan gemas.

Tawa kecil terdengar keluar dari mulut Devan. Satu embusan napas memulai tatap hangatnya yang kini benar-benar tulus.

"Saya nggak bisa kalau tanpa kamu Yu. Jadi kalau kamu emang mau liat semua yang ada pada saya, tolong jadi kan saya iman mu. Saya akan Berikan cinta yang tulus untuk kamu, Yu" ucap Devan. Jurus rayuan mautnya keluar begitu saja.

Ayu sesaat terkesan, hingga rasanya ingin menangis. Sebesar itukah rasa cinta palsu Dev terhadapnya?

"Aku ... Aku minta maaf udah banyak ngecewain kamu, Dev. Tapi sekarang aku sadar, kalau cinta kamulah yang sebenarnya paling hebat. Kamu benar-benar memberikan aku sebuah keyakinan kalau di dunia ini memang ada sebuah cinta sejati," balas Ayu gak kalah menyentuh.

"Bahkan saat nanti pun kalah kamu belum juga ngasih perasaan kamu buat saya, saya akan tetap mencintai kamu, Yu. Nggak ada yang bisa gantiin kamu di hati saya. Saya cuma mau kamu, dan kamu. Nggak ada gadis lain."

Hampir saja air mata Ayu terjatuh. Ucapan Devan ini memang bukan hanya sebatas itu saja. Selama ini sudah banyak hal yang dia lalui dengan Devan, tapi perasaan laki-laki itu tetap saja sama.

"Siapa bilang perasaan saya nggak akan bisa berubah buat kamu, Dev?" ucapnya yang mana membuat Devan mengerutkan keningnya.

Tidak ada dalam bayangan Devan kalau Ayu akan melakukan hal ini padanya. Bersama dengan kalimatnya yang usai, saat itu juga Ayu menarik kerah baju Devan cukup kuat, guna membuat lelaki itu kembali menunduk. Dengan begitu, Ayu baru bisa melakukan aksinya dengan mencium bibir laki-laki itu penuh dengan cinta.

Awalnya Devan kaget dengan mata yang terbelalak. Kali pertama dia mendapatkan perlakuan tak terduga ini dari Ayu. Sebelumnya hanya dia yang melakukannya.

Terbawa suasana, dan memang ingin melakukannya, Devan pun segera mengambil alih permainan. Dia mengangkat dua tangannya untuk menahan rahang Ayu.

Dia mencari-cari posisi yang lebih baik. Lumatan bibir itu akhirnya mendapat perlawanan. Cintanya akhirnya terbalas. Devan pikir dia akan selamanya dalam cinta sepihak yang menyakitkan ini.

Tangan Ayu terbawa suasana hingga berakhir melingkar di caruk leher Devan.Hitungan detik kemudian, satu tangannya turun guna meraba sesuatu yang bulat didalam leher Devan yang sejak tadi mengundang rasa inginnya untuk menyentuh.

Dalam diam, dalam kecupan yang berlanjut, Devan menahan senyumnya. Aksi Ayu itu kian membuatnya semakin gemas yang berakhir mencium lebih dalam hingga lipstik yang dikenakan Ayu memudar seiring ciuman itu berlanjut.

Degh!

"Dev" Teriakan ibunya membangunkan Devan dari mimpi indahnya.

Devan terlonjak kaget.

"Mah!" Kedua mata Devan membelalak.

"Bangun!"

"Loh! Ayu mana Mah?"

"Ayu! Ayu! Dia dari tadi sudah pulang!"

"Ohya?" Devan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, geli. Memimpikan Ayu di siang bolong.

"Bangun! Udah sore!"

Devan lantas mengusap kasar wajahnya.

"Sialan!" Devan mengumpat, ternyata adegan romantis dengan Ayu hanyalah mimpi belaka.

1
Abel_alone
tetap semangat 🌹🌹🌹🌹
Luna Sani: Terima kasih kak ..🙏😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!