Pesona Janda Sultan

"Tidak."

Sempat terperangah akan ajakan kencan di luar dugaan atasannya, Sofia malah dengan tegas membalas dengan penolakan.

"Tidak? Aku tidak salah dengar, kan?" tanya Jayden memastikan sekali lagi. 

"Kau tidak salah dengar, Pak. Maaf aku harus kembali bekerja dan permisi." Tak ingin suasana canggung berkelanjutan, Sofia pamit singkat dari hadapan sang CEO.

"Why?" seru Jayden yang sontak menghentikan langkah sang wanita. "Bukankah kau bilang tadi aku tampan dan membuatmu terpana?" lanjutnya terdengar masih berharap.

Bagai senjata makan tuan, ucapan Jayden terasa men-skakmat Sofia. S*al. Aku harus jawab apa sekarang?

"Aku tidak bisa. Terlebih, berkencan dengan atasan akan menimbulkan rumor tidak sehat." Wanita hamil itu pun memilih segera pergi dari sana tanpa mendengar jawaban Jayden lagi.

"Dia menolakku?" Jayden bermonolog tak habis pikir sembari mematung sejenak. Hatinya memang tak disiapkan untuk penolakan proposal kencan. Lagipula, wanita mana yang bisa menolak ajakan bos tampan sepertinya.

Namun, anehnya. Bukan merasa kecewa, aksi Sofia justru menyulut api semangat di dalam dada. Jayden menyadari bahwa usia wanita yang ia suka lebih dewasa darinya. Hal ini memacu Jayden berusaha ekstra lagi untuk mendapatkan perhatian Sofia.

Pria itu lantas melangkah dengan semangat untuk kembali berkutat di belakang laptop, melanjutkan pencarian online terakhir yang menampilkan mengenai kisi-kisi cara jitu mendekati gadis lebih tua.

Imbas aksinya ini juga, Jayden sampai mengabaikan Azyla dan menutup laptop secara tiba-tiba karena tak ingin diketahui kolega dekatnya itu.

Di sisi lain

Sofia baru saja medudukkan bok*ng di bangku kerja miliknya. Tak dapat dipungkiri, jantungnya cukup berdebar hebat imbas pernyataan sang atasan. Mungkin ini ulahnya karena telah memancing dengan dengan aksi tak pantas kemarin. Atau sebaliknya, mungkin sang atasan sedang mengujinya. Sofia pernah mendengar rumor dari Lena, bahwa sering kali karyawan diberikan ujian mental oleh Jayden. Bukan hanya dalam hal kemampuan, tetapi juga perihal profesionalitas.

"Kenapa dia? Hmm, aku yakin Jayden sedang menguji apakah aku profesional atau tidak. Dasar, Atasan aneh." Sofia memutar bola malas sembari menggerutu dalam hati setelah cukup lama tercenung.

"Boom!"

"Aaa!" Sofia tersentak dan memekik singkat kala pekikkan sengaja mengejutkannya.

"Hahahahha. Maaf, maaf. Aku pikir kau tidak sekaget itu." Kepala seorang pria muncul di balik pemisah kubikal.

"Siapa kau? Kenapa kau melakukan ini padaku?" protes Sofia melipat kedua tangan di dada. 

Pria itu pun menggeser tubuhnya untuk menunjukkan seluruh presensi di hadapan Sofia.

"Halo, namaku Michael Jeff. Kau bisa memanggilku Mike."

"Hai, Mike. Aku Sofia," balas sang puan.

Obrolan biasa hingga akrab pun terjadi antara Mike dan Sofia. Mike adalah salah satu staf yang menempati circle kubikal segitiga yang Sofia tempati saat ini. Pria berambut model cepak dengan kulit exotic itu baru saja pulang berdinas dari Paris. Posisi Mike sendiri adalah bagian Kepala Tim Marketing.

"Woah kau dua tahun lebih tua dariku. Bolehkah aku memanggilmu Noona seperti di drama korea?" Mata Mike berbinar mendapati Sofia berumur dua tahun lebih tua darinya. Pasalnya Mike pecinta drama negeri gingseng sangat ingin memanggil dengan sebutan Noona untuk orang yang lebih tua darinya.

"Tidak, Mike. Panggil Sofia saja, ok? Aku belum setua itu." Sofia memutar bola mata dengan malas. Sejujurnya tak terlalu suka akrab dengan orang baru.

Binar wajah Mike seketika pudar. Namun tak apa, pria itu sangat senang bertemu dengan rekan satu kubikalnya. Mike kini tak duduk sendiri lagi.

"Perusahaan ini membayar kalian bukan untuk bergosip ria." Tiba-tiba saja, suara tak asing menguar di tengah percakapan santai Sofia dan Mike. Keduanya sontak menoleh, memperhatikan sosok yang semakin mendekat.

"Ergh! Kami tidak bergosip, Zy. Aku baru saja pulang dinas dan menemukan rekan baru di kubikal ini. Wajar jika aku mengajak berkenalan, bukan?" Tidak seperti dengan Sofia, bada bicara Mike terdengar sedikit kesal kala berhadapan dengan Azyla.

"Terserah. Kau dipanggil menghadap CEO sekarang, Mike," tutur Azyla tak peduli dengan penjelasan Mike. Pria berpenampilan necis itu pun pamit singkat kepada Sofia dan berlalu.

SRET!

Tak lama setelah Mike berlalu, Azyla dengan sengaja melempar kartu tanda pengenal milik Sofia yang terjatuh di rumah Jayden kemarin.

"Wow. Kurasa kau tidak perlu melemparnya kan, Bu. Kartu ini tidak salah apa-apa, bukan?" sarkas Sofia.

"Dengarkan aku baik-baik jika mulut cerewetmu tidak ingin terluka," bisik Azyla penuh penekanan. "Kau telah mengganggu ranahku, Sofia. Sebelum terlalu jauh, cukup kerjakan pekerjaanmu dan jangan pernah mendekati Jayden. Ini peringatan pertama dan terakhir," ancam Azyla bernada serius dengan netra menyorot tajam ke hadapan Sofia.Setelah menggertak, gadis itu berlalu.

Ingin rasanya melawan karena Azyla dinilai sudah keterlaluan. Tetapi, Sofia terpaksa menahan diri. Ia tidak ingin menimbulkan keributan di kantor ini dan juga tak menginginkan konsekuensi buruk seperti kontraksi yang mendera apabila pikirannya stres. Sang puan kembali memfokuskan diri untuk mengerjakan tugas staf humas.

Ergh! Ada apa dengan orang-orang di hari ini? Tahan, Sof. Semua demi malaikat kecil yang ada di dalam perutmu.

...***...

Kediaman Ivy dan Crish.

Crish tercenung sejenak. Netranya menatap kosong ke arah satu hidangan utuh di depannya. Omelet yang telah ia buat untuk Ivy sama sekali tak disentuh sang istri.

Pikirannya sedang menjelajah mencari jawaban perihal sikap tak wajar Ivy sedari pulang semalam. Pasalnya, setelah Ivy pulang, sama sekali tak ada pembicaraan apapun di antara keduanya. Sang istri mengaku sangat lelah dan ingin cepat tidur. Bahkan hingga pagi menjelang, wanita yang telah dinikahi kurang dari sebulan itu malah pamit terlebih dahulu seakan menghindar untuk bekerja di butik miliknya dengan alasan dikejar deadline pesanan dress.

Ada apa denganmu, Vy? Kemana kau semalam? Mengapa aku yakin sekali jika sesuatu terjadi padamu, Crish membatin dalam benak.

Getar alarm ponsel Crish sukses membuyarkan lamunan. Dengan sigap sang pria menegakkan tubuh, berlalu meninggalkan meja makan menuju kamar untuk bersiap-siap berangkat kerja.

TUK!

Sebuah benda terjatuh dari mantel milik Ivy ketika Crish hendak mengambil mantel miliknya yang tergantung bersebelahan. Benda itu serupa alat terbuat dari besi dengan bentuk persegi panjang sekitar 10 centimeter.

"Bukankah ini ... alat merekam suara? Mengapa Ivy memiliki benda seperti ini?" Crish bermonolog curiga.

Alisnya menukik tajam, penasaran setengah mati terhadap benda mungil di hadapannya. Tak ingin berpikir terlalu banyak, pria itu segera menekan tombol putar dan alat pun mulai mengeluarkan suara yang terdengar seperti dua orang yang sedang melakukan percakapan.

"Aku hamil dan ingin memulai hidup dari nol, Kai."

"Hamil? Bagaimana—"

"Tenang saja. Kau bukan ayah dari bayi yang kukandung karena kita tidak pernah melakukan hal sejauh itu."

"Lalu, siapa ayah biologisnya?"

"Mantan kekasihku, Crish. Kami melakukannya saat menemanimu dinas di Bali. Tepat dua minggu sebelum kita bercerai."

DEG!

Netra Crish membola sempuran diiringi urat leher yang menegang dengan jantung nyaris terhenti. Alat penyadap suara itu pun sontak terjatuh ke permukaan imbas jemari lunglai. Oksigen di sekitar sang pria seolah menipis, Crish terkejut bukan main. Setelah sekian lama hati menyangkal nyatanya kini fakta kebenaran janin yang dikandung Sofia terkuak. 

"Ja-di benar bahwa aku ayah janin yang Sofia kandung?"

...***...

"Terima kasih, Mike. Kau mau menunjukkan kantin murah di sekitar gedung ini. Itu lumayan menghemat pengeluaranku," ucap Sofia setelah kembali dari makan siang bersama Mike. Walaupun rasa menu makanan murah tak terlalu enak di lidah, Sofia lega karena kini ia bisa berhemat dengan sisa uang yang ada. 

"Hahahaha, sama-sama. Aku pun suka berhemat untuk bekal masa depan nanti," balas Mike santai.

Sofia juga senang mendapat kolega yang baik seperti Mike. Pasalnya, baru beberapa hari bekerja, belum ada satupun kolega yang mau bercengkrama dengannya. 

Tak lama setelah sampai di tempat duduk, Mike dan Sofia menangkap sekumpulan staf yang sedang berbincang dengan nada riang mengenai sesuatu. Mike pun penasaran dan bertanya dari kejauhan kepada salah sekumpulan staf itu. 

"Kau pasti belum tau, Mike. Gathering staf tahun ini sangat spesial. Kita akan berlayar dengan kapal pesiar, yeay!" jawab salah satu staf wanita yang mengenakkan kacamata bening.

Mike pun turut bersorak dengan wajah sumringah ke arah Sofia. "Kau dengar? Kita akan berlayar memakai kapal pesiar, Sof," seru sang pria antusias yang dibalas dengan ulasan senyum dari belah ranum Sofia.

"Sayang sekali. Hanya staf yang ikut Cruise. Tidak dengan anak magang," Azyla tiba-tiba menimpali sinis. Gadis itu baru saja kembali dari makan siang melewati kubikal Sofia dan Mike.

"Darimana aturan itu, Zy? Bukannya tahun lalu semua staf termasuk anak magang ikut acara gathering?" protes Mike secara tak langsung membela Sofia.

"Kau pikir Cruise murah, huh?" Azyla menatap tak suka ke arah Mike. "Lagipula apa prestasi dia sehingga ia harus ikut Cruise seharga 1500 USD?" Lagi-lagi Azyla mencemooh Sofia.

"It's ok, Mike. Aku sudah berkali-kali naik Cruise. Jadi aku tidak memiliki masalah." Sofia membalas cemoohan Azyla dengan santai.

"Kau—"

"Sofia akan ikut. Ada investor penting di Cruise nanti dan tugasnya adalah bernegosiasi dengan sang investor." Suara bariton Jayden tiba-tiba menimpali dari arah tak terduga. dan berhasil membungkam bibir Azyla.

"Apa? Aku tidak salah dengar kan, Jay?" Azyla terkejut tak percaya.

Sementara itu.

Berniat berbicara dengan Ivy untuk meminta penjelasan mengenai penyadapan yang dilakukannya, Crish mendadak mengurungkan niat. Sepulang kerja, pria itu melihat sang istri terbaring di atas ranjang. Setelah di cek, suhu tubuh Ivy lumayan panas.

"Ayo kita ke dokter, Vy!" ajak Crish bernada khawatir.

"Tidak. Aku hanya perlu istirahat, Crish," tolak Ivy.

"Kau yakin?"

Ivy menjawab dengan anggukkan lemah. Wanita itu pun mengambil posisi duduk setengah berbaring dan meminta sebuah permintaan kepada suaminya.

"Apa?"

"Kau ingat kita belum melakukan bulan madu semenjak menikah, bukan?" 

Crish mengangguk, membenarkan pernyataan sang istri. Faktanya bulan madu mereka harus tertunda imbas pekerjaan deadline Ivy yang harus diselesaikan dua hari setelah menikah.

"Sepupuku akan mengadakan gathering perusahaan di kapal pesiar. Bagaimana kalau kita bulan madu di sana? Aku ingin sekali naik kapal pesiar," usul Ivy dengan netra penuh binar dan harap.

Mungkin sebaiknya aku harus menunda pembahasan mengenai penyadapan yang dilakukannya pada Sofia. Ivy juga berhak bahagia.

Crish membatin sejenak sebelum akhirnya mengatakan, "Baiklah. Ayo kita lakukan bulan madu sesuai keinginanmu."