NovelToon NovelToon
Inspace

Inspace

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: camey smith

Dalam keheningan hidup yang terasa hampa, Thomas menemukan pelariannya dalam pekerjaan. Setiap hari menjadi serangkaian tugas yang harus diselesaikan, sebuah upaya untuk mengisi kekosongan yang menganga dalam dirinya. Namun, takdir memiliki rencana lain untuknya. Tanpa peringatan, ia dihadapkan pada sebuah perubahan yang tak terduga: pernikahan dengan Cecilia, seorang wanita misterius yang belum pernah ia temui sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon camey smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Another Morning

Fajar menyingsing di ufuk timur, membawa cahaya lembut yang menembus tirai jendela kamar Fabio. Di tengah keheningan pagi yang masih terbungkus kabut tipis, suara dering telepon yang tiba-tiba menggema bagai guntur di langit yang tenang, memecah kesunyian dan mengusik mimpi indah yang sedang Fabio alami. Dengan mata yang masih terasa berat dan penglihatan yang kabur, ia meraba-raba di atas meja nakas, mencari sumber suara yang telah membangunkannya. Jemarinya yang gemetar akhirnya menemukan ponsel yang bergetar, dan layar yang menyala menunjukkan nama yang sudah begitu familiar: Mateo—ayah dari Thomas dan juga atasan yang selama ini ia hormati.

Tanpa membuang waktu, Fabio meraih telepon yang masih berdering dan menekan tombol hijau. "Selamat pagi, Pak," sapa Fabio dengan suara yang masih terdengar serak karena baru terbangun.

Di seberang sana, Mateo dengan suara yang terdengar mengajukan pertanyaan yang telah berkecamuk dalam pikirannya sepanjang malam. "Bagaimana kabar Thomas dan Cecilia? Apakah mereka menikmati bulan madu mereka?" tanyanya, rasa penasaran dan kekhawatiran bercampur menjadi satu dalam nada suaranya. "Maksudku apa Cecilia sudah hamil? tanya Mateo penasaran. Fabio kebingungan harus menjawab apa lantaran Thomas dan Cecilia baru saja melewati dua hari bulan madu.

Fabio menahan tawa sebelum menjawab, “Oh, Tapi untuk pertanyaan itu, sepertinya kita harus memberi mereka sedikit lebih banyak waktu. Bulan madu baru dua hari, jadi saya rasa mereka masih sibuk dengan… jadwal wisata,” ujarnya dengan nada yang berusaha serius namun gagal menyembunyikan guratan humor. “Mungkin kita bisa bertanya lagi minggu depan?” sambungnya, berharap Mateo akan tertawa mendengar usulannya yang kocak itu.

"Bilang pada mereka jangan terlalu banyak membuang waktu, aku benar-benar tidak sabar untuk menimang cucu." ucap Mateo dengan tegas, dia tidak tertarik sama sekali dengan guyonan milik Fabio.

Fabio merasakan detak jantungnya berpacu, seolah-olah ia sedang berada di garis start balapan yang paling menentukan dalam hidupnya. "Pak, saya akan memastikan mereka mendapat memo," jawabnya, suaranya terdengar seperti ia sedang berusaha keras untuk tidak tertawa. "Agar mereka lebih memanfaatkan waktu." lanjutnya, berusaha menjaga nada bicaranya tetap ringan.

Mateo dengan suara yang tegas kembali membuat Fabio menciut. "Fabio, ingat, aku mengandalkanmu. Jika kau gagal, bersiaplah untuk menjadi penghuni tetap di trotoar!" ancamannya terdengar serius.

Setelah Mateo menutup telepon dengan ultimatum yang membuat suasana menjadi tegang sekaligus lucu, Helena, yang telah terbangun oleh kegaduhan pagi itu, menggosok matanya dan dengan suara yang masih berat bertanya, "Ada apa, sayang? Siapa yang menelepon dengan begitu pagi?"

Fabio, yang masih mencoba meredakan detak jantungnya yang berdebar kencang, menoleh ke arah Helena dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Oh, itu hanya Pak Mateo yang memberikan 'tugas penting' untuk kita," jawabnya, sambil menirukan gaya bicara Mateo yang serius namun penuh canda. "Dia ingin kita memastikan Thomas dan Cecilia tidak hanya menikmati bulan madu, tapi juga... bekerja keras untuk memberinya cucu."

Helena mengangkat satu alisnya, tidak yakin apakah harus tertawa atau merasa kasihan pada suaminya. "Benarkah? Dan bagaimana kita seharusnya membantu mereka dengan... tugas itu?" tanyanya, sambil menahan tawa.

Fabio menghela nafas, berpura-pura terlihat berat hati. "Yah, menurut Pak Mateo, kita mungkin harus mengirimkan mereka buku panduan atau mungkin... sebuah jam pasir?" usulnya, sebelum keduanya terkekeh, membiarkan kehangatan cinta dan humor mengisi ruangan itu.

...----------------...

Di kamar yang terpisah, sinar matahari pagi yang hangat menyelinap masuk, menari-nari di atas wajah Cecilia yang damai. Kepenatan dari hari-hari yang penuh dengan petualangan baru-baru ini telah membawanya ke dalam tidur yang dalam dan memulihkan. Dengan gerakan yang malas namun penuh kepuasan, ia meregangkan otot-ototnya, mengusir sisa-sisa kantuk yang masih melekat. Gerakan itu, sehalus apapun, cukup untuk membangunkan Thomas yang terlelap di sampingnya.

Mata Thomas terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya yang membanjiri ruangan. Ia menoleh, menemukan Cecilia yang sudah terjaga, kedua mata mereka terbuka lebar saat mereka menatap satu sama lain dengan ekspresi terkejut.

Thomas, yang terkejut dan sedikit bingung, menatap Cecilia dengan mata yang masih setengah terpejam. “Eh, apa yang kamu lakukan?” tanyanya, suaranya terdengar kaku karena terbangun secara tiba-tiba.

Ada momen singkat di mana keduanya tampak bingung, seolah-olah mereka baru saja terlempar ke dalam realitas yang tidak mereka kenali. Kepala mereka berputar, mencoba memproses kenapa mereka berada di tempat tidur yang sama.

Cecilia, dengan rambutnya yang sedikit berantakan dari tidur, menatap Thomas dengan mata yang membesar. "Thomas?" katanya dengan suara serak, "Apa yang... mengapa kita..."

Thomas, yang masih setengah sadar, menggosok matanya, mencoba mengusir kabut tidur. "Cecilia?" balasnya, sama terkejutnya. "Kita di... Apakah kita...?"

Mereka berdua duduk, menarik selimut hingga dada, masih tidak percaya dengan situasi yang mereka temukan. Dengan langkah yang ringan namun tergesa-gesa, Cecilia melangkah menuju kamar mandi, meninggalkan Thomas yang masih terduduk di tepi tempat tidur dengan senyum yang menggantung di bibirnya. Di balik pintu kamar mandi, Cecilia menarik napas dalam-dalam, mencoba meredakan detak jantungnya yang berdebar tidak karuan. Cermin di hadapannya memantulkan raut wajah yang memerah, bukti dari kecanggungan yang baru saja terjadi.

Sementara Thomas kembali ke tempat tidur, merebahkan diri, menarik bantal untuk menutupi wajahnya, seolah-olah bantal itu bisa menyembunyikan rasa malunya. Di balik bantal, Thomas berusaha keras untuk menekan tawa yang ingin meledak, sementara pikirannya berkecamuk dengan pertanyaan, “Bagaimana bisa sesuatu yang sepele menjadi begitu canggung?”

Dari dalam toilet, terdengar teriakan Cecilia yang memecah kesunyian pagi, “Thomas!” Nama itu terlontar dengan nada yang mendesak, membuat Thomas yang sedang bersembunyi dibalik bantal langsung berhenti dan berlari ke arah suara.

Saat Thomas sampai di pintu toilet, ia mendapati Cecilia berdiri dengan pose yang menunjukkan campuran antara keheranan dan kekesalan. Di tangannya, ia memegang tube pasta gigi yang kini sudah tidak berbentuk, tutupnya hilang entah kemana. “Lagi, Thomas? Berapa kali harus kukatakan untuk menutup odol ini?” keluhnya, sambil menunjukkan bukti kecerobohan Thomas yang tergeletak tak berdaya di tangannya.

Thomas memandang Cecilia dengan raut kebingungan yang tercampur hiburan. “Astaga, kau berteriak sekeras itu hanya karena odol?” ucapnya, sambil mengangkat tutup odol yang tergeletak persis di samping Cecilia. “Aku pikir ada ular di dalam toilet!”

Cecilia yang masih berdiri dengan tangan di pinggang, memutar bola matanya dengan dramatis. “Kalau saja ‘ular’ itu bisa menutup odol setelah dipakai, mungkin aku tidak perlu berteriak,” balasnya, nada suara kesalnya.

Thomas tertawa, mendekati Cecilia dengan langkah yang dibuat-buat hati-hati. “Baiklah, untuk menghindari teriakan pagi, aku janji akan menjaga ‘ular’ itu tetap tertutup,” katanya, sambil memberikan kedipan mata yang konyol.

Cecilia tidak bisa menahan senyumnya, meskipun ia masih berusaha keras untuk terlihat kesal. “Pastikan kamu menepati janji, atau aku akan menggantinya dengan ular sungguhan,” ancamnya, sambil menunjuk ke tube pasta gigi dengan cara yang teatrikal.

1
Leo6urlss
Camila bener bener lu yeeee 🤣🤣
Leo6urlss
Wkwk andai menikah semudah itu pasti gw udh punya anak 5
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!