Karena dendam pada Seorang pria yang di yakini merebut wanita pujaannya sejak kecil, Alvino Maladeva akhirnya berencana membalas dendam pada pria itu melalui keluarga tersayang pria tersebut.
Syifana Mahendra, gadis lugu berusia delapan belas tahun yang memutuskan menerima pinangan kekasih yang baru saja di temui olehnya. Awalnya Syifana mengira laki-laki itu tulus mencintainya hingga setelah menikah dirinya justru mengetahui bahwa ia hanya di jadikan alat balas dendam oleh sang suami pada Kakak satu-satunya.
Lalu, apakah Syifana akan terus bertahan dengan rumah tangga yang berlandaskan Balas Dendam tersebut? Ataukah justru pergi melarikan diri dari kekejaman suaminya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma Azalia Miftahpoenya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Minta Tolong
Tempat sejuk dan asri mengelilingi desa atas di kabupaten Pekalongan. Walau di samping jalan banyak terdapat jurang, namun tidak mengurangi keindahan tempat itu.
Di sana seorang gadis kecil sedang berjalan kaki bersama dengan seorang wanita paruh baya di sampingnya. Mereka menikmati senja di sepanjang perjalanan itu dengan obrolan ringan antara keduanya.
"Syifa kenapa main sendirian? Abang Ali tidak bisa menemani kamu seperti biasanya?" tanya wanita paruh baya itu.
Gadis itu adalah Syifana Mahendra, putri Ayah Mahendra dan Ibu Salma, satu-satunya adik yang di miliki oleh Ali. Mendengar pertanyaan wanita paruh baya di sampingnya, Syifana tersenyum tipis.
"Syifa kan sudah besar, Bude Nur. Kenapa harus selalu di temani Abang? lagi pula Abang terlalu sibuk mengurus perusahaan mertuanya dan juga mengurus Kak Ara yang sedang hamil." Syifa bergelanjut manja di lengan wanita yang ternyata adalah Budenya.
Bude Nur terkejut saat mendengar ucapan Syifa yang mengatakan bahwa Ara sedang hamil. Sebagai seorang tante dia merasa di lupakan oleh satu-satunya keponakan laki-laki yang di miliki olehnya.
"Jadi Ara sudah hamil, Syfa?" tanya Bude Nur dengan membulatkan matanya.
"Loh, Bude Nur tidak tahu? memang Abang belum kasih tahu? biasanya kan Abang selalu curhat pada Bude," Syfa justru memanasi Bude Nur dengan ucapannya.
Bude Nur menggelengkan kepalanya, Ali benar-benar keterlaluan. Biasanya keponakannya itu selalu mengadu tentang apa saja padanya, tapi berita bahagia justru di sembunyikan dan tidak memberi tahu dirinya.
"Abangmu itu keterlaluan, Syfa! biar saja nanti Bude kasih pelajaran." Bude Nur mengepalkan kedua tangannya.
Melihat Bude Nur yang emosi pada sang Kakak. Syfana tertawa lantang, untuk pertama kalinya Bude Nur marah pada Ali. Selama ini Bude Nur selalu membela Ali bahkan saat Ali melakukan kesalahan sekalipun.
"Ha-ha-ha, akhirnya aku mendengar ocehan Bude tentang Abang. Selama ini 'kan Bude selalu membela Abang," ujar Syfa di selingi tawa renyahnya.
Rumah Bude Nur adalah tempat tujuan saat Ali terkena amarah dari Ayah Hendra. Walaupun harus pergi jauh dari Ibu Kota, Ali hanya memiliki Bude Nur yang dengan sigap selalu melindungi dirinya.
"Kamu tahu sendiri, Syfa. Bude tidak memiliki anak laki-laki, wajar saja kalau Bude menganggap Abangmu adalah anak Bude sendiri."
Syfa melepaskan rangkulannya di lengan Bude Nur. Gadis itu pura-pura merajuk karena Bude Nur kembali membela sang Kakak. Dari dulu yang di akui anak hanya Abang Ali saja, walaupun kasih sayang yang di berikan oleh Bude Nur untuk mereka sama. Akan tetapi sebagai yang termuda di keluarganya Syfana merasa tidak adil karena Bude Nur tidak pernah mengakui dirinya sebagai anak.
"Bude Nur selalu saja membela dan mengakui Abang, tapi tidak pernah mengakui Syfa sebagai anak." Syfa menyilangkan kedua tangannya di dada.
Bude Nur balik mentertawakan gadis itu, rupanya Syfana cemburu dengan sang Abang. Padahal ia selalu memperlakukan keduanya sama, akan tetapi Syfa merajuk karena ingin di akui olehnya.
"Jadi Syfa cemburu pada Abang?" Bude Nur menowel hidung Syfa karena gemas.
Bude Nur masih saja tertawa karena Syfa yang merajuk dan cemburu pada Abangnya sendiri. Akan tetapi Syfa justru terfokus pada suara lirih seseorang yang sepertinya sedang meminta pertolongan.
"T-to-lo-ng," suara samar itu kembali mengganggu pendengaran gadis remaja itu.
"Bude," panggil Syfa pada Bude Nur.
"Kenapa, Sayang?" Bude Nur menghentikan tawanya karena melihat ekspresi Syfa yang seperti penasaran dengan pandangan berkeliling.
"Bude dengar tidak?" tanya Syfa masih dengan pandangan yang berputar ke kanan dan ke kiri.
Bude Nur mengerutkan keningnya hingga kedua alisnya menyatu, wanita paruh baya itu berusaha tidak bersuara sama sekali guna mencari objek yang di maksud oleh sang keponakan.
"T-tolong ..." suara itu kembali terdengar dengan jelas.
Bude Nur dan Syfa saling pandang karena suara kali ini begitu jelas. Siapakah yang meminta tolong di tempat sepi seperti ini?
"Orang atau demit yang minta tolong, Bude?" tanya Syfa.
Mendengar gurauan yang di lontarkan keponakannya, Bude Nur menepuk lengan syfa agak kencang. Gelap dan sepi seperti ini Syfa masih sempat membahas tentang hantu.
"Kamu jangan bercanda, Syfa!" omel Bude Nur pada Syfana.
"He-he," Gadis remaja itu masih sempat tertawa saat Bude Nur sedang serius.
"To-llong!" Suara itu kembali terdengar semakin jelas.
Bude Nur yang peka dengan sumber suara itu segera berlari untuk memastikan pendengaran mereka tidak salah ataupun mereka di ganggu oleh bangsa lelembut.
Wanita paruh baya itu membulatkan matanya saat melihat di sisi kiri jalan, seorang pria sedang berpegang pada akar pohon. Sedangkan di bawahnya ada mobil yang masih berguling hingga dasar jurang.
"Kenapa, Bude?" tanya Syfana saat Bude Nur menghentikan langkahnya.
"Syfa, tolongin itu. Bude tidak mungkin kuat menarik laki-laki itu ke atas," Bude Nur menyuruh Syfana agar segera menolong laki-laki itu.
Syfana yang baru saja sampai di belakang Bude Nur segera berlari dan berusaha menggapai tangan laki-laki yang sudah terlihat tak berdaya. Namun masih berusaha berpegang pada akar agar tidak terjatuh.
Dengan segenap kekuatan yang di milikinya, Syfana berusaha menarik tangan laki-laki itu ke atas saat sudah berhasil menggapai dan menggenggam dengan erat tangan itu.
"Pegang yang kencang," Teriak Syfa pada laki-laki itu.
"Bude, cepat panggil warga terdekat. Minta bantuan! sepertinya dia mulai lemas," Lanjut Syfa menyuruh Bude Nur agar meminta pertolongan pada warga lain.
Bude Nur segera berlari ke tampat yang biasanya masih ramai oleh penduduk sekitar guna meminta pertolongan. Jika di perhatikan, Bude Nur yakin laki-laki tadi korban kecelakaan.
"Hei, jangan coba-coba mengakhiri hidup dengan cara seperti ini," ujar seseorang di belakang Syfana.
"Argh," teriak Syfa seraya menarik tangan itu ke atas. Namun tangan itu hampir terlepas dari pegangannya karena tangan mereka yang licin dan rasa terkejut Syfa dengan suara di belakang.
Bersambung...
Thanks For Reading...
_Nurmahalicious_