Kisah Jovanka, seorang mahasiswi cantik yang bekerja sebagai seorang pengasuh empat anak laki-laki yang usianya bukan lagi anak-anak.
Empat anak laki-laki korban broken home membuat mereka terbiasa hidup mandiri meski tergolong orang berada. Meski awalnya beberapa dari mereka tidak sepenuhnya menerima kehadiran Jovanka, gadis itu membuat semuanya perlahan berubah.
Kehidupan Jovanka berubah sejak menjadi maid dan hidup serumah bersama empat laki-laki tampan. Perselisihan, pertengkaran, asmara, kisah manis dan kekeluargaan terjalin erat tanpa disadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kaivan
Setelah bertemu dengan Merlinda, Jojo pergi bekerja seperti biasa, berkali-kali ia melihat jam dinding yang tergantung di dekat pintu, ia ingin jam kerjanya segera berakhir dan bisa menemui Irene.
"Jojo, ini uang gajimu." Seseorang menyerahkan amplop coklat pada Jojo, gadis itu menerima dengan senang hati.
"Terima kasih, Bu." Jojo mengangguk sopan, ia memasukkan amplop coklat ke dalam tas dan mengintip isinya.
Uang yang Jojo terima hanya cukup untuk membayar kontrakan sepetak dan uang makan selama satu bulan, ia juga harus mencicil tunggakan uang kuliah yang belum terbayar. Namun, orang tuanya di kampung halaman sedang mengalami kesulitan, jadi ia bingung bagaimana mengatur keuangannya yang sangat pas-pasan ini.
Jojo pulang kerja pukul 11 malam, ia selalu mengambil shift ke dua atau ke tiga, karena saat pagi, biasanya ia sedang ada jam kuliah. Hari sudah larut malam, Jojo tidak ingin menganggu Irene, jadi dia memutuskan untuk menemui sahabatnya besok pagi.
Jojo pulang ke rumah kontrakannya yang tidak terlalu besar, ukurannya hanya sepetak, kamar, dapur dan kamar mandi berada dalam satu ruangan yang sama, hanya di pisahkan oleh tembok penghalang.
Merebahkan diri di atas kasur busa tipis miliknya, Jojo mengeluarkan kartu nama yang ia dapatkan dari Merlinda, menyalin nomor telepon Merlinda pada layar ponsel dan menyimpannya.
Menghitung uang gajinya hari ini, Jojo lalu membaginya. Separuh dari gaji akan ia masukkan ke dalam rekening tabungannya untuk di kirim ke kampung halaman, sisanya, akan ia gunakan untuk membayar tunggakan uang kuliah. Artinya, ia akan telat membayar uang sewa kontrakan dan menghemat pengeluaran untuk biaya transportasi dan makan.
🖤🖤🖤
Pagi-pagi sekali, Jojo mendatangi rumah tempat Irene bekerja, rumah di kawasan elite di kotanya ini memang sudah biasa Jojo datangi, sejak Irene bekerja di sana, Jojo sering berkunjung untuk menemui sahabatnya saat senggang.
Jojo menceritakan pertemuannya dengan Merlinda, juga tawaran pekerjaan yang Merlinda berikan padanya.
"Gila! mengurus empat anak laki-laki sekaligus? apa kamu sanggup?" tanya Irene. "Satu anak laki-laki saja membuatku hampir meledak setiap hari, bagaimana jika empat sekaligus," keluhnya.
"Tapi, aku sedang sangat butuh, Irene. Menurutmu bagaimana?" tanya balik Jojo, meminta pendapat.
"Berapa gajinya?" tanya Irene.
"650 dollar perbulan."
Seketika Irene menoleh sahabatnya, matanya melotot lebar.
"Itu gaji yang besar, lebih besar dari gajiku dan lebih dari dua kali lipat gajimu sekarang," ujar Irene.
"Benar," jawab Jojo bingung, ia memang tergiur dengan tawaran gaji yang besar, namun pesimis jika harus mengurus empat anak sekaligus.
"Berapa umur anak-anaknya?" tanya Irene, Jojo mengangkat bahu.
"Fasilitas apa yang kamu dapatkan?" tanya Irene lagi, Jojo menggeleng.
"Tanyakan semua detail pekerjaanmu dan fasilitas yang bisa kamu dapatkan, jangan memaksakan diri, Jo!" seru Irene.
Setelah mendapatkan arahan dan nasehat dari Irene, Jojo kembali ke rumah kontrakannya, tidak ia sangka, sang pemilik rumah sudah menunggu di depan pintu.
Dengan wajah melas, Jojo meminta maaf karena tidak bisa membayar uang sewa bulan ini, namun pemilik kontrakan membentaknya dan mengancam akan mengusirnya jika minggu depan tidak bisa membayar.
Jojo menghela nafas berat, ia menghubungi Merlinda memutuskan untuk menerima pekerjaan yang Merlinda tawarkan saat itu juga.
"Kirim alamat lengkapmu, kemasi semua barang dan pakaianmu, Jo. Sopir akan mengantarmu ke rumah anak-anakku," ucap Merlinda melalui sambungan telepon.
Jojo setuju, dengan syarat jika Merlinda masih memberinya izin untuk kuliah selama empat hari dalam seminggu. Jika Merlinda menyuruhnya untuk mengemasi barang dan pakaiannya, artinya Jojo juga di berikan fasilitas tempat tinggal.
Hari ini Jojo memutuskan untuk membolos datang ke kampus, ia sudah di jemput oleh sopir yang Merlinda tugaskan.
"Apa ini rumah Nyonya Merlinda?" tanya Jojo pada sopir di depannya, sopir laki-laki berumur kisaran empat puluh tahun itu mengangguk dan meminta Jojo keluar dari mobil.
Rumah dengan dinding putih dan tiang-tiang besar itu sangat megah, jendela kaca bertengger di setiap sisi membuat Jojo bisa sedikit mengintip bagian dalamnya.
Namun aneh, tak terdengar suara tawa anak kecil atau suara anak yang berlarian.
"Jadi, di mana empat anak Nyonya Merlinda? rumahnya sepi sekali," gumam Jojo.
Sopir memanggil laki-laki yang membawa gunting rumput, sepertinya dia adalah tukang kebun di rumah ini. Jojo hanya mengamati dari jauh saat sopir dan tukang kebun mengobrol. Sampai beberapa menit kemudian, sopir pamit akan segera pergi, dan mengatakan jika tukang kebun itu yang akan membawa Jojo berkeliling rumah.
"Jovanka, Pak. Bisa panggil saya Jojo," ucap Jojo sambil menyalami tukang kebun.
"Panggil saja Pak Lin, Nona. Wah, apa nona tahu apa pekerjaan Nona?" tanya Pak Lin.
"Nyonya Merlinda mempekerjakan saya sebagai pengasuh empat anak laki-lakinya, serta membantu mengurus rumah," jelas Jojo.
"Bagus. Mari, saya antar masuk." Pak Lin berucap sopan.
Jojo sangat mengagumi desain interior rumah ini, cat tembok serba putih dengan hiasan dinding yang bertema monochrome hitam putih membuat Jojo yakin jika penghuni rumah ini hanya memiliki dua selera warna, yaitu hitam dan putih. Meski terkesan tidak cerah, namun begitu terlihat elegan.
Pak Lin mengajak Jojo berkeliling rumah, menjelaskan area-area yang menjadi tugasnya untuk di bersihkan, Pak Lin sendiri bekerja sebagai tukang bersih-bersih, namun tidak setiap hari.
"Anak-anak di sini suka masakan rumahan, jadi usahakan Nona bisa belajar memasak dan menyesuaikan selera mereka," ujar Pak Lin.
Setelah berkeliling, Pak Lin menunjukkan kamar tempat Jojo untuk menginap. Meski letaknya di lantai bawah dan dekat dengan dapur, Jojo tidak keberatan, kamar ini termasuk besar dan mewah, di lengkapi dengan televisi berukuran sedang, springbad, pendingin ruangan, hingga kamar mandi pribadi.
"Kalau boleh tahu, siapa nama anak-anak asuh saya, Pak?" tanya Jojo.
Pak Lin mengernyit heran, "Anak asuh?" batinnya.
"Kalingga, Keenan, Kylan, dan Kaivan. Kalingga anak tertua dan Kaivan adalah anak bungsu," jelas Pak Lin.
"Mereka tidak ada di rumah? kapan mereka pulang?" tanya Jojo.
"Kai pulang pukul dua siang, yang lain tidak tentu. Tenang saja, kalau sudah terbiasa di sini, kamu akan paham," ucap Pak Lin.
Setelah kepergian Pak Lin, Jojo merapikan barang dan pakaiannya. Ia mengetuk kepalanya sendiri dengan keras.
"Kenapa tidak tanya umur mereka? memangnya anak seperti apa yang pulang tidak tentu. Aku mohon, semoga mereka bukan anak bandel dan merepotkan," gumam Jojo.
Gadis itu mengutuk kebodohannya sendiri.
Usai beristirahat di kamar, Jojo ke dapur, melihat-lihat isi lemari pendingin agar ia bisa berpikir, apa yang bisa ia masak jika anak-anaknya datang.
"Hei, siapa kau?" tanya laki-laki berkulit putih dengan potongan rambut sedikit gondrong, jika sesuai perkiraan, laki-laki itu adalah anak SMA, terlihat dari seragam sekolah yang ia kenakan.
"Aku ... aku ...." Jojo gugup, ia kebingungan.
"Maling, ya?" tanya laki-laki berseragam itu.
Mendengar tuduhan itu, Jojo melotot.
"Hei, jangan menuduh orang sembarangan, ya!" hardiknya.
🖤🖤🖤
terimakasih akak... 🙏🙏☺️