Di dunia yang penuh intrik dan kekuasaan, Liora, seorang wanita penerjemah dan juru informasi negara yang terkenal karena ketegasan dan sikap dinginnya, harus bekerja sama dengan Darren, seorang komandan utama perang negara yang dikenal dengan kepemimpinan yang brutal dan ketakutan yang ditimbulkannya di seluruh negeri. Keduanya adalah sosok yang tampaknya tak terkalahkan dalam bidang mereka, tetapi takdir membawa mereka ke dalam situasi yang menguji batas emosi dan tekad mereka. Saat suatu misi penting yang melibatkan mereka berdua berjalan tidak sesuai rencana, keduanya terjebak dalam sebuah tragedi yang mengguncang segala hal yang mereka percayai. Sebuah insiden yang mengubah segalanya, membawa mereka pada kenyataan pahit yang sulit diterima. Seiring waktu, mereka dipaksa untuk menghadapi kenyataan. Namun, apakah mereka mampu melepaskan kebencian dan luka lama, ataukah tragedi ini akan menjadi titik balik yang memisahkan mereka selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Belahan Keluarga
New York-
"Liora, tunggu sayang. Itu berbahaya jangan pergi ke sana!" teriakan teriakan permohonan terus menggema di sebuah mansion mewah. Teriakan itu berasal dari seorang wanita yang sudah cukup berumur namun masih terlihat bergaya di umurnya. Makeup tebal masih memoles di wajahnya dan pakaian gadis masih melekat di tubuhnya. Dia memang dikenal sebagai nyonya baroness yang cantik dan awet muda. Wanita yang baru berumur menuju kepala lima itu adalah pengganti nyonya besar keluarga baroness, selama delapan tahun terakhir ini. Dikenal dengan nama Elita.
Seorang wanita yang jauh lebih muda dari Elita, yang tidak lain pemilik nama Liora, berwajah tegas dan mata tajam seperti elang terus saja berjalan dengan langkah lebarnya mendorong koper silver miliknya tanpa memperdulikannya dan menyahut teriakan wanita di belakangnya.
Saat sudah memasukkan semua barang dan kopernya ke dalam bagasi mobil miliknya, langkahnya terhenti saat sebuah kehangatan menyentuh lengannya, tepat saat dia ingin memasuki mobilnya. Liora menatap tangan Elita yang memegang lengannya, kemudian tatapannya tertuju menatap wajah ibu sambungnya ini. Liora tanpa aba aba langsung menepis kasar tangan Elita dari lengannya dan mengusapnya perlahan.
"Jangan pergi Liora, itu tempat yang berbahaya. Kamu bisa terluka sayang!" ucapan Elita lebih lembut sekarang. Dia menatap Liora dengan pandangan sedih. Liora yang melihatnya tersenyum sinis.
"Apakah ucapanmu sesuai dengan isi hatimu nyonya Elita?" tanya Liora pelan, sangat pelan namun sangat menusuk. Terdengar sekali itu sebuah sindiran.
Elita menelan ludahnya kasar karena pandangan mata putri sambungnya ini benar benar bisa menciutkan nyalinya. "Te..tentu saja, kami mengkhawatirkanmu. Tolong jangan pergi!" Elita terus memelas kepada Liora namun Liora malas meladeni drama dari ibu sambungnya ini. Dia langsung saja memasuki mobilnya dan langsung melajukannya dengan kecepatan rata rata.
Elita hanya terdiam menatap kepergian Liora yang semakin jauh dari pandangannya. Alih alih terus memandanginya, dari balik tidak terlihat, sudut bibirnya terangkat. Entah apa yang dia pikirkan saat itu.
Di dalam perjalanan, Liora memasang earphone hitamnya ke dua sisi telinganya. Lalu dia mencari nomor seseorang dan langsung menelponnya sambil terus melajukan mobilnya ke arah bandara internasional.
"Pesan tiket ke Spanyol sekarang juga!" ujarnya singkat lalu langsung mematikan panggilan sepihak tanpa menunggu jawaban atau sahutan di seberang telepon. Setelah selesai memerintahkan, liora mempercepat laju mobilnya dan membelah jalanan yang mulai ramai oleh para pengendara lain. Jam masih menunjukkan pukul sembilan, masih terlalu pagi atau bahkan jam permulaan untuk beraktivitas. Sebelum macet melanda, Liora harus segera sampai di bandara.
Sementara seseorang yang berada diseberang telepon tadi hanya mengumpat sambil terus merutuki rekan kerja sekaligus sahabat wanitanya ini. Bagaimana bisa dia memiliki seorang sahabat sedingin Liora. Dia sangat to the poin, tidak suka basa basi.
"Semoga aku selalu sabar menghadapinya!" gumamnya meringis sendiri. Tapi sejenak, matanya melebar karena teringat akan sesuatu.
"Apa katanya tadi? Tiket ke Spanyol? Dia menerima tawaran mematikan itu?" tanyanya pada dirinya sendiri. Mulutnya sampai terbuka lebar karena tidak percaya.
"Liora sialan! Dia sangat suka hal hal di luar nalar! Wanita jadi jadian!" umpatnya lagi lalu langsung berlari menuju suatu tempat.
Di negara yang sama namun tempat dan keluarga yang berbeda, keluarga itu harus merasakan kesedihan dan kekhawatiran bahkan di hari yang masih pagi karena harus melepas putra sulung dari keluarga mereka, keluarga Edward Emerson. Seorang komandan utama negara yang begitu disegani dan ditakuti karena memiliki tanggung jawab yang besar untuk negara.
"Darren, haruskah kamu pergi nak?" lagi dan lagi, pertanyaan itu ditanyakan oleh mamanya. Seorang wanita yang berhati lembut dan penyayang. Dia tidak sanggup membiarkan putra sulungnya harus pergi ke Medan perang yang paling berbahaya, padahal profesi putranya saja adalah seorang komandan utama. Namanya adalah, Sophia.
"Sayang, Darren adalah seorang komandan. Dia punya tanggung jawab yang besar sayang, ini menyangkut banyak nyawa." Edward, seorang ayah sekaligus suami, terus memberikan pengertian kepada istri tercintanya. Walaupun dia merasakan hal yang sama, kekhawatiran dan kesedihan melepas putra yang melanjutkan tugasnya ini, tapi mau bagaimana lagi. Tugas tetaplah tugas dan tanggung jawab tetaplah tanggung jawab.
"Tapi bagaimana jika dia terluka, mama tidak akan sanggup menerimanya!" bantah Sophie masih saja tidak terima.
"Mama tenanglah, apa selama ini mama pernah melihat kak Darren terluka begitu parah? Apa dia pernah mengeluh merasakan sakit? Mama tenang saja, kak Darren akan kembali dengan baik baik saja!" Katy, adik kembar Darren mengelus lembut punggung tangan mamanya untuk menenangkannya. Dia juga khawatir akan kakaknya namun dia percaya kakaknya adalah orang yang kuat dan bisa menjaga diri. Dia sudah menjadi komandan bertanggung jawab dan menjalankan tugasnya dengan baik bahkan memegang posisi komandan negeri terbaik setelah menggantikan posisi ayah mereka yang sudah pensiun.
Darren hanya tersenyum melihat satu per satu wajah orang yang dia sayangi. Saat dia memberi tahu keputusannya untuk terlibat dan memimpin perang besar yang baru baru ini terjadi, keluarganya terus saja merasa khawatir dan membujuknya untuk menolak pergi ke Medan perang itu. Namun mau bagaimana lagi, dirinya sudah ditunjuk sebagai komandan pemimpin. Banyak nyawa bawahan yang ada di tangannya. Dia harus menjalankan tugasnya dengan baik.
"Kalian semua tenanglah, aku akan kembali secepatnya tanpa terluka sedikitpun." Darren hanya melontarkan ujaran pengertian itu karena tidak pandai dalam merayu atau membujuk. Namun dari tatapannya, dia bisa menyakinkan orang orang, termasuk keluarganya.
"Aku tidak akan menerimamu pulang jika kau terluka barang sedikitpun!" bisik Edward setelah sejenak memeluk putranya yang begitu dia percayai ini. Katy memeluk Sophie agar tidak terus menahan Darren, sementara Edward menghantarkan putranya sampai dia pergi meninggalkan halaman kediaman mereka.
Hufff...
Darren menghela nafas panjang sembari mengemudikan mobilnya menuju bandara. Rasa penat dan lelah masih sangat terasa di tubuhnya karena dia jarang sekali meluangkan waktu untuk beristirahat. Setiap hari, dia selalu sibuk dengan pekerjaan dan tugas tugasnya. Tidak ada waktu baginya untuk bersantai barang sedikitpun. Sesekali yang mengganggu pikirannya adalah bagaimana keadaan adik kembarnya yang satunya lagi. Entah kemana dia pergi setelah pertengkaran beberapa hari lalu.
Shittt...
Darren menarik rem dan menghentikan mobilnya tiba tiba saat satu mobil berwarna silver menyalip mobilnya secara tiba tiba. Darren cukup terkejut dan menarik nafas kembali lalu melanjutkan perjalanannya. "Bagaimana dia bisa mengemudikan mobil ugal ugalan pada jam seperti ini." gumamnya masih terheran.