"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Kamu akan menyesal!
Entah apa yang dikatakan Juno kepada Devan selama beberapa menit, hingga Devan membela Juno bahkan mengizinkan pria itu tinggal dirumah ini bersamanya. Indira pun hanya bisa menahan kesalnya untuk saat ini, karena dia tidak mau bertengkar didepan Devan, yang akan membuat tumbuh kembangnya terganggu.
Akhirnya Indira mengizinkan Juno masuk kembali ke dalam rumahnya, tapi perlu digarisbawahi bahwa Juno tidak diizinkan menginap di sana.
"Kamu sangat tebal muka Juno." Pak Edwin menatap cucu laki-laki satu-satunya yang dia miliki itu dengan tajam. Dia malu pada Indira, setelah mengetahui tabiat Juno selama ini padanya.
"Apa sih Kek?"
Pak Edwin menghela napas kasar, saat Juno berpura-pura polos dan tak tahu. "Pulang sama kakek ke hotel. Jangan disini."
"Aku mau disini, nemenin anak aku Kek."
Sumpah demi apapun, Pak Edwin ingin sekali memukul bahkan jika mungkin dia ingin menenggelamkan Juno ke dalam palung terdalam dimuka bumi, agar menghilang manusia tak tahu malu yang satu ini.
"Nggak tahu malu kamu! Baru sekarang saja kamu mengakui Devan sebagai anak kamu. Sebelumnya kemana kamu?" tanya Pak Edwin dengan sinis dan menusuk ke dalam hati Juno. Hatinya mencelos, karena memang benar dia tidak ada disaat-saat sulit Indira dulu.
Beruntung, saat ini Devan sedang tidur dan tidak mendengarkan perbincangan mereka yang tidak sehat. Devan sendiri sedang bersama Indira di kamarnya, karena Devan terbiasa tidur siang jam segini.
"Devan kan memang anakku Kek. Kakek kan bisa lihat sendiri kemiripan aku sama Devan?"
Pria tua itu berdecih. "Kalau kakek tidak bilang dia mirip kamu waktu kecil, kamu pasti nggak akan sadar kalau Devan adalah anak kamu!"
Apa yang dikatakan oleh pak Edwin memang benar, Juno memang tidak akan peka apabila pria tua itu tidak berbicara lebih dulu tentang kemiripan mereka. Dan Juno terdiam, karena dia membenarkan perkataan pak Edwin.
"Kenapa diam? Kakek benar kan?" tanya pak Edwin pada Juno, karena cucunya itu diam saja.
"Iya, kakek benar. Tapi kan kakek tahu, kalau aku sama Devan juga sempat bertemu beberapa hari yang lalu tanpa sengaja. Itu berarti pertemuan kami sudah takdir," ucap Juno yakin. Dia juga terkini senang, karena ternyata dia mempunyai anak lain selain Viola, apalagi itu anak laki-laki yang mirip dengannya. Anak yang bahkan tidak pernah dia tahu kehadirannya selama ini.
"Ya benar, ini takdir. Mungkin dengan takdir ini kamu akan segera menyadari kebodohan kamu, Juno."
"Kebodohan apa sih kek?" tanya Juno yang membuat pak Edwin muak.
"Kalau kamu buang berlian dan mungut sampah," ucap Pak Edwin menjawab dengan tegas.
"Aku nggak paham..."
"Istri kedua kamu, si Sheila.. Dia sampah dan Indira berlian. Gitu aja kamu nggak paham, sih! CEO dengan IQ tinggi kok bodoh, nggak peka," gerutu Pak Edwin yang mengatai Juno bodoh dan tidak peka. Selama ini pak Edwin sudah mengingatkan Juno tentang Sheila, bahwa wanita itu bukan wanita baik-baik.
"Kek, bisa nggak sih kakek berhenti bicara kayak gitu tentang Sheila! Terus muja muja Indira?" ucap Juno yang tetap membela Sheila didepan kakeknya. Meskipun saat ini dia memang sedang mencurigai istrinya berselingkuh dan dia sedang menyelidiki kebenaran foto dari temannya.
"Enggak. Karena apa yang kakek bilang ini benar. Kakek selalu akan mengingatkan kamu, kalau kamu akan menyesal. Dan penyesalan itu selalu diakhir, selalu terlambat. Kamu akan segera menyesal, Juno."
Sorot mata pak Edwin terlihat dalam menusuk Juno, hingga Juno merasakan nyeri didadanya. Benarkah dia akan menyesal?
Tak lama kemudian, mereka kedua pria itu melihat Indira keluar dari kamar Devan. Indira sudah berganti pakaian dengan pakaian yang nyaman, tidak seperti tadi.
"Indi, gimana Devan nak?"
"Devan udah tidur nyenyak kok Kek, paling 1 jam kemudian, Devan bangunnya," jawab Indira ramah pada Juno, sedangkan pada Juno, dia bahkan tidak melirik pria itu sama sekali.
"Ya udah, kalau gitu kakek sama Juno mau pulang dulu. Nanti kami kesini lagi buat lihat Devan. Kamu pasti butuh istirahat," ucap Pak Edwin.
"Apa? Aku belum mau pulang Kek!" ujar Juno yang menolak untuk pergi dari sana.
"Besok kamu bisa bertemu dengan anak kamu lagi! Ayo Juno, jangan keras kepala!" seru Pak Edwin tegas. Bukan masalah bertemu dengan Devan saja, tapi Juno disini karena ada hal yang ingin dia bicarakan dengan Indira. Beberapa kepingan pertanyaan yang belum terjawab.
Pak Edwin dan Dito berhasil membawa Juno keluar dari rumah Indira. Syukurlah Indira tidak perlu menghabiskan tenaga, untuk mengusir Juno.
Begitu mereka bertiga akan pergi dari sana, Juno tiba-tiba saja terdiam saat dia melihat seorang pria tampan yang datang ke rumah itu sambil membawa sesuatu ditangannya.
"Assalamualaikum Indira."
"Waalaikumsalam, Mas Dikta!" mata Indira tampak berbinar-binar saat melihat pria tampan bertubuh atletis itu.
'Siapa cowok itu? Kenapa kelihatannya Indira senang bertemu dengannya?' kata Juno dalam hatinya, matanya terus melihat interaksi antara Indira dan pria tampan itu.
"Wah... kayaknya Indira sudah punya papa baru buat Devan."
Celetukan Pak Edwin, sontak saja membuat Juno tersentak kaget dan menoleh ke arah Pak Edwin. Perlahan ada rasa aneh di dada Juno, entah rasa apa itu.
****
Maaf bab ini dikit, besok ditambah ya
penyesalan mu lagi otw juno