Sea adalah gadis yang selalu menemukan kedamaian di laut. Ombak yang bergulung, aroma asin yang menyegarkan, dan angin yang berbisik selalu menjadi tempatnya berlabuh saat dunia terasa menyesakkan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika orang tuanya bangkrut setelah usaha mereka dirampok. Impiannya untuk melanjutkan kuliah harus ia kubur dalam-dalam.
Di sisi lain, Aldo adalah seorang CEO muda yang hidupnya dikendalikan oleh keluarga besarnya. Dalam tiga hari, ia harus menemukan pasangan sendiri atau menerima perjodohan yang telah diatur orang tuanya. Sebagai pria yang keras kepala dan tak ingin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, ia berusaha mencari jalan keluar.
Takdir mempertemukan Sea dan Aldo dalam satu peristiwa yang tak terduga. Laut yang selama ini menjadi tempat pelarian Sea, kini mempertemukannya dengan pria yang bisa mengubah hidupnya. Aldo melihat sesuatu dalam diri Sea—sebuah ketulusan yang selama ini sulit ia temukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humairah_bidadarisurga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2
Sea tidak bisa tidur semalaman. Otaknya terus bekerja, mempertimbangkan tawaran gila dari Aldo. Di satu sisi, ini adalah kesempatan emas untuk keluar dari kesulitan hidupnya. Tapi di sisi lain, menikah dengan pria yang baru dikenalnya jelas bukan keputusan yang mudah.
Pagi harinya, Sea duduk di meja makan bersama ibunya, yang wajahnya terlihat lebih lelah dari biasanya. Sejak perampokan itu, ibunya bekerja lebih keras, mencoba mencari cara agar mereka bisa bertahan hidup.
“Sea, ibu akan mencari pekerjaan tambahan. Mungkin sebagai asisten rumah tangga,” kata ibunya sambil mengaduk kopi.
Sea menegang. “Bu, jangan! Ibu sudah bekerja terlalu keras.”
Ibunya tersenyum tipis. “Lalu, kita harus bagaimana? Kita tidak bisa terus mengandalkan tabungan yang semakin menipis.”
Sea meremas jemarinya. Pikirannya langsung kembali ke Aldo dan tawaran gilanya. Jika ia menerima tawaran itu, setidaknya ia bisa meringankan beban ibunya.
“Tapi Bu, kalau ibu sakit bagaimana?”
“Ibu baik-baik saja, Nak.”
Sea menggigit bibirnya. Hatinya semakin bimbang. Ia tahu ibunya tidak baik-baik saja. Perampokan itu bukan hanya merampas harta mereka, tetapi juga ketenangan hidup mereka.
Setelah sarapan, Sea pergi ke pantai seperti biasa. Namun, kali ini bukan untuk menenangkan diri, melainkan untuk mencari Aldo.
Dan seperti yang sudah ia duga, pria itu sudah ada di sana, berdiri dengan tangan di saku celana, menatap ombak yang berkejaran di tepi pantai.
“Kau datang,” katanya tanpa menoleh.
Sea menarik napas dalam-dalam. “Aku akan melakukannya.”
Aldo menoleh dengan tatapan penuh tanya. “Melakukan apa?”
Sea menatapnya tajam. “Menikah denganmu.”
Sejenak, angin pantai berhembus kencang, membuat rambut Sea berantakan. Aldo masih diam, seolah memastikan ia tidak salah dengar.
“Kau yakin?” tanyanya akhirnya.
Sea mengangguk. “Aku sudah mempertimbangkannya. Aku butuh uang untuk kuliah, dan ibuku tidak bisa terus bekerja keras seperti ini. Jika menikah denganmu bisa membantuku keluar dari kesulitan, maka aku akan melakukannya.”
Aldo menatapnya beberapa detik sebelum tersenyum kecil. “Baik. Kalau begitu, kita akan menikah besok.”
Sea membelalakkan mata. “Besok?”
“Kita tidak punya banyak waktu,” kata Aldo santai. “Aku harus menunjukkan bukti pernikahan kepada orang tuaku dalam waktu tiga hari. Jadi, kita harus melakukannya secepat mungkin.”
Sea merasa kepalanya mulai pusing. Semua ini terasa begitu cepat, begitu tidak masuk akal. Tapi ia sudah mengambil keputusan. Ia tidak bisa mundur sekarang.
“Baiklah,” katanya akhirnya. “Besok, kita menikah.”
Aldo tersenyum, lalu mengulurkan tangan. “Selamat datang di kehidupan barumu, Sea.”
Sea menatap tangan itu sejenak sebelum menyambutnya.
Ia tahu, sejak saat ini, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.
***
Sea berdiri di depan cermin, mengenakan gaun putih sederhana yang dipinjamkan oleh sebuah butik kenalan Aldo. Wajahnya tampak pucat, bukan karena gaun itu tidak cocok, tetapi karena ia masih belum percaya dirinya benar-benar akan menikah hari ini.
“Ibu... apakah ini keputusan yang benar?” tanyanya pelan.
Ibunya menatapnya penuh kasih, lalu menggenggam tangannya erat. “Sea, ibu tahu ini tidak mudah. Tapi ibu percaya kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik. Apapun yang terjadi setelah ini, ibu selalu ada untukmu.”
Sea menarik napas dalam-dalam. Ini bukan pernikahan impian yang selalu ia bayangkan. Tidak ada cinta, tidak ada kebahagiaan, hanya kontrak yang mengikatnya dengan seorang pria yang nyaris tidak ia kenal.
Di sisi lain, Aldo menunggu di depan altar dengan wajah datar. Ia mengenakan jas hitam yang sangat rapi, membuatnya terlihat semakin tampan dan berwibawa. Namun, ekspresinya dingin, seolah pernikahan ini hanyalah transaksi bisnis.
Saat Sea melangkah masuk ke dalam ruangan pernikahan yang telah disiapkan secara mendadak, jantungnya berdebar kencang. Pandangan semua orang tertuju padanya, termasuk Aldo.
Mata mereka bertemu. Tidak ada sorot cinta di sana, hanya dua orang asing yang terjebak dalam satu pernikahan yang sama.
Aldo mengulurkan tangan, dan Sea meletakkan tangannya di atasnya dengan ragu.
“Tenanglah,” bisik Aldo.
Sea mencoba menarik napas, lalu mengangguk kecil.
Sang penghulu mulai membacakan ijab kabul.
“Aldo Prasetya, apakah Anda bersedia menerima Sea Larasati sebagai istri Anda, dengan mahar yang telah disepakati?”
Aldo menatap Sea sejenak sebelum menjawab dengan tegas, “Saya terima.”
Sea menutup mata, merasakan bagaimana satu kalimat itu mengubah seluruh hidupnya.
Kini, ia resmi menjadi istri Aldo.
Tanpa pesta meriah, tanpa keluarga besar yang hadir, tanpa ciuman pernikahan yang romantis seperti di film-film.
Hanya mereka berdua—dua orang asing yang terikat dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan.
Sea bertanya-tanya, apakah ia akan mampu menjalani kehidupan barunya?
***
Setelah akad nikah selesai, Sea merasa seperti berada dalam mimpi yang absurd. Semua terjadi begitu cepat—dari pertemuan yang tidak sengaja, kesepakatan yang dipaksakan, hingga pernikahan yang kini resmi mengikatnya dengan Aldo.
Tanpa banyak kata, Aldo membawanya ke mobil. Tidak ada perayaan, tidak ada pertemuan keluarga, hanya mereka berdua di dalam keheningan yang menyelimuti.
“Sea.”
Sea menoleh, menatap wajah Aldo yang hanya diterangi lampu jalanan yang redup.
“Aku tidak akan memaksamu dalam pernikahan ini,” kata Aldo pelan. “Kita hanya akan menjalani ini sesuai kesepakatan.”
Sea tidak tahu harus merasa lega atau justru semakin tertekan. Pernikahan ini tidak memiliki dasar cinta, dan Aldo sepertinya tidak berniat berpura-pura sebaliknya.
“Apa yang akan terjadi setelah ini?” tanyanya hati-hati.
Aldo menghela napas. “Kita akan tinggal bersama, setidaknya untuk sementara waktu, agar orang tuaku tidak curiga.”
Sea menggigit bibirnya. Tinggal bersama seorang pria asing bukanlah sesuatu yang pernah ia bayangkan. Tapi ini adalah jalan yang sudah ia pilih.
Mereka tiba di sebuah apartemen mewah di pusat kota. Sea terdiam saat melihat betapa luas dan modernnya tempat itu. Semua tampak begitu mahal, begitu jauh dari kehidupannya yang sederhana.
Aldo membuka pintu dan memberi isyarat agar Sea masuk.
“Kamar utama untukku. Kamu bisa pakai kamar tamu,” katanya singkat.
Sea hanya mengangguk.
Setelah membersihkan diri, ia duduk di tepi ranjang, menatap pantulan dirinya di cermin. Gaun pengantinnya sudah ia lepaskan, digantikan oleh piyama sederhana. Hari ini, ia resmi menjadi istri seseorang—tapi hatinya masih kosong.
Tiba-tiba, pintu kamarnya diketuk.
Sea terdiam.
“Ada apa?” tanyanya dengan suara pelan.
Aldo tidak langsung menjawab. Setelah beberapa detik, suaranya terdengar dari balik pintu.
“Selamat malam.”
Lalu, langkahnya terdengar menjauh.
Sea menarik napas panjang. Ia baru saja menjalani malam pertamanya sebagai seorang istri—tapi rasanya lebih seperti dua orang asing yang hanya berbagi atap yang sama.
Di dalam kegelapan, Sea bertanya-tanya:
Sampai kapan ia harus menjalani pernikahan tanpa cinta ini?