"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemenangan Pertama
"Yang, maaf tadi malam gak pulang lagi. Ada sesuatu yang harus aku kerjakan soalnya," ujar Hafis.
Hafis baru saja pulang pagi ini, dia langsung memeluk Cia dan mengecup pipi wanita itu. Hafis tadi malam tidak pulang karena mencari kontrakan untuk kedua orang tuanya dan juga Naomi.
Mereka bahkan langsung pindah ke rumah kontrakan yang sudah dicarikan oleh Hafis, karena rencananya hari ini rumah milik Hafis yang direbut dari Cia itu akan dijual.
Hafis sudah diberitahukan oleh pengurus perumahan kalau yang ini akan ada yang membeli rumah itu, orang yang meminta untuk bertemu di sebuah Kafe.
"Tak apa, sarapan dulu. Abis itu kerja," ujar Cia.
"Gak bisa kerja, Yang. Aku mau ke kampus," ujar Hafis yang langsung sarapan dengan Cia.
Cia hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar apa yang dikatakan oleh Hafis, karena Cia sudah menyelidiki Hafis. Ternyata pria itu sudah menyelesaikan kuliahnya, Hafis bahkan sudah melakukan wisuda.
Saat wisudanya jangankan mengajak Cia, memberitahukannya saja tidak. Hafis datang dengan kedua orang tuanya dan juga Naomi, Cia sangat kecewa.
"Ya udah terserah kamu aja," ujar Cia yang rasanya tidak mau ambil pusing.
Setelah sarapan Cia langsung berangkat ke Resto, sedangkan Hafis menemani Naomi untuk periksa kehamilan karena usia kehamilan wanita itu sudah menginjak tiga puluh enam minggu.
"Aku mau ketemu dulu sama yang mau beli rumah, kamu diem-diem di kontrakan sama Bapak sama Ibu."
Hafis sudah mengantarkan Naomi ke rumah kontrakan yang dia sewa, Naomi nampak menganggukkan kepalanya dengan patuh.
"Sertifikat rumahnya jangan lupa dibawa," ujar Naomi.
"Ya," jawab Hafis.
Hafis langsung pergi ke Kafe tempat dia janji temu dengan calon pembeli rumahnya, dia datang sambil membawa sertifikat rumah itu tanpa ragu.
"Halo, dengan Bapak Wibowo?"
Hafis mengulurkan tangannya dengan sopan ketika bertemu dengan calon pembeli rumahnya, lelaki paruh baya yang bernama Wibowo itu langsung menerima uluran tangan dari Hafis.
"Ya, saya Wibowo. Senang bisa bertemu dengan anda," ujar pria itu.
Wibowo adalah orang kepercayaan dari almarhum kakeknya Anjar, dia sengaja ditugaskan untuk menemui Birawa dan mengambil alih milik Cia yang sudah diambil oleh Hafis.
"Mau makan siang dulu atau---"
Belum juga Wibowo menawarkan apa yang akan dilakukan terlebih dahulu kepada Hafis, pria yang terlihat tidak sabar itu langsung menyelak ucapan dari pria paruh baya tersebut.
"Tak usah, kita langsung bahas masalah pembelian rumah saja."
"Oke," jawab Wibowo.
Hafis menjelaskan tentang rumah yang akan dia jual, Wibowo nampak manggut-manggut saat mendengarkan. Hafis juga tanpa ragu menunjukkan sertifikat rumah yang sudah di balik nama atas nama dirinya itu.
"Jadi ini rumahnya mau dijual berapa?" tanya Wibowo.
"Kalau bisa sih empat m," jawab Hafis.
"Gampang, saya sudah buat surat balik nama atas nama saya. Saya juga sudah siapkan surat kwitansi yang perlu anda tanda tangani," ujar Wibowo.
"Gampang, ini serifikat rumahnya. Dipegang dulu, biar saya tanda tangan dulu."
"Tolong dibaca dulu dengan seksama, takutnya nanti ada yang salah," ujar Wibowo.
"Siap," ujar Hafis.
Di saat Hafis ingin membaca berkas yang diberikan oleh Wibowo, tiba-tiba saja Cia datang dan menghampiri Hafis. Wanita itu langsung duduk di samping Hafis dan memeluk lengan pria itu dengan manja.
"Yang, kebetulan banget ketemu sama kamu di sini. Aku haus, aku minum minuman kamu ya?"
Cia sengaja datang untuk membuyarkan fokus Hafis, dia datang agar Hafis tak membaca surat perjanjian yang sudah dibuat oleh Anjar itu.
"Kamu, kamu ngapain Yang?"
"Minum," jawab Cia yang pura-pura kepo dan bersiap untuk melihat berkas yang ada di tangan Hafis.
"Ini bukan hal penting, kamu gak perlu baca."
"Emangnya apaan sih?"
"Cuma berkas sumbangan ke panti gitu, aku tanda tangan dulu."
Cia memiringkan kepalanya, dia terlihat hendak mengintip. Hal itu padahal sengaja dia lakukan agar Hafis tidak membaca berkas tersebut.
Karena itu adalah berkas pengalihan rumah Cia, di sana juga ada surat perjanjian cerai yang sudah dibuat oleh Damar.
"Nggak usah ngintip, Yang."
Hafis kesulitan untuk menandatangani, karena dia tidak ingin berkas tersebut dibaca oleh Cia. Wibowo tentunya dengan cepat memanfaatkan momen tersebut.
"Biar saya bantu untuk mencari kolom yang harus ditanda tangan," ujar Wibowo.
Dengan cepat dia membuka dua lembar terakhir, lalu meminta Hafis untuk menandatangani berkas itu.
"Sudah selesai, untuk urusan uangnya nanti aja dulu."
Hafis yang tidak mau ketahuan sedang menjual rumah Cia nampak berbisik di telinga Wibowo, Wibowo hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu saya pamit dulu, nanti Bapak tolong kirim pesan chat aja."
"Siap," ujar Hafis.
Setelah kepergian Wibowo, Hafis mengajak Cia untuk makan siang bersama. Dia bahkan bersikap begitu romantis kepada wanita itu, setelah selesai Hafis meminta Cia untuk lanjut bekerja.
"Kamu gak ikut aku?"
"Nggak, mau ke suatu tempat dulu. Urgent," jawab Hafis.
"Oke," jawab Cia.
Cia langsung pergi ke tempat di mana dia bisa bertemu dengan Anjar, sedangkan Hafis langsung pergi ke tempat pengurus perumahan.
"Maaf, Pak. Saya mau mencari pak Wibowo, mau nanyain masalah uang pembayarannya."
"Loh, memangnya belum dibayar?"
"Belum, tadi mau dibayar tapi ada kendala. Saya lupa belum menanyakan nomor teleponnya," jawab Hafis.
"Oh, ok. Ini nomor teleponnya," ujar pengurus perumahan itu.
Hafis langsung berusaha untuk menelpon Wibowo, tapi ternyata nomor telepon itu tidak aktif. Hafis sampai merasa kesal sekali.
"Astaga! Kenapa tak bisa dihubungi?" ujar Hafis mulai gundah karena dia sudah menyerahkan sertifikat rumah itu kepada Wibowo.
yg penting bisa lepas dari lelaki jahat itu ..dan bongkar kejahatan dia.. Nanti suatu saat harta yg di rampas enggak selama nya milik dia..