Felyn Rosalie sangat jatuh cinta pada karya sastra, hampir setiap hari dia akan mampir ke toko buku untuk membeli novel dari penulis favoritnya. Awalnya hari-harinya biasa saja, sampai pada suatu hari Felyn berjumpa dengan seorang pria di toko buku itu. Mereka jadi dekat, namun ternyata itu bukanlah suatu pertemuan yang kebetulan. Selama SMA, Felyn tidak pernah tahu siapa saja teman di dalam kelasnya, karena hanya fokus pada novel yang ia baca. Memasuki ajaran baru kelas 11, Felyn baru menyadari ada teman sekelasnya yang dingin dan cuek seperti Morgan. Kesalahpahaman terus terjadi, tapi itu yang membuat mereka semakin dekat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Xi Xin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pria Aneh
Setelah beberapa hari libur, di sekolah .....
Seperti biasanya, Felyn pasti akan membaca buku sambil berjalan ke kelasnya, tidak terkecuali hari ini. Ia benar-benar seperti melupakan apa yang terjadi kemarin dan kembali pada kebiasaannya.
"Leon pergi ke Singapura? Jadi, gimana nasibnya Tiara dong kalau dia pergi?" batinnya sambil memahami jalan cerita di buku yang sedang ia baca itu. Ia tampak sangat serius, tetapi ia tidak pernah melewatkan kelasnya dan menabrak orang lain.
Saat dia sudah di dalam kelas dan tengah berjalan ke mejanya, teman-teman yang ada di kelasnya langsung membicarakan tentangnya lagi. Dan seperti biasanya, Nadin akan menyapa paginya dengan wajah cerianya itu.
Nadin berlari ke hadapan Felyn, "Pagi, Fel. Gak berubah juga ternyata, masih aja buku tiap pagi." sapanya dengan senyuman.
Felyn berhenti membaca dan membalas senyum juga, "Iya, pagi juga, Nad." Lalu ia kembali duduk di kursinya dan fokus pada buku yang ia baca.
Karena penasaran, Nadin bertanya pada Felyn tentang buku yang ia beli itu. "Ah, Fel. Gue mau nanya nih, kan tu buku baru? Berarti yang lo beli kemaren, kan?"
Felyn mengangguk, "Emm, bukan. Ini buku yang 2 hari lalu."
Wajahnya tampak jutek. Yah, bukan Felyn kalau ia tidak bersikap sinis dan jutek.
Nadin berusaha membuat Felyn menceritakan semua yang terjadi kemarin pada saat ia di toko buku, tetapi Felyn hanya diam sambil membaca bukunya.
"Emm, Fel. Lo gak ada yang mau diceritain nih ke gue? Siapa tahu aja, kan lo ketemu orang aneh atau .... Ya kejadian yang lain?" tanya Nadin dengan wajah penasaran.
"Ya, ada sih. Tapi .... Malas, ah gue bahas -bahas itu. Mood gue jelek entar." jawabnya.
Karena Felyn berkeras tidak mau menceritakannya, Nadin pun menyerah dan tidak melanjutkan pertanyaannya, walau ia sangat penasaran.
Felyn baru ingat kalau ia harus menghargai Nadin, sahabatnya. Ia tidak seharusnya bersikap jutek pada Nadin, ia pun berhenti membaca dan meletakkan buku novel itu di atas mejanya. "Oh, iya. Btw, kenapa lo tiba-tiba nanya kayak gitu?" tanya Felyn berusaha membuka topik.
"Hehe, ya gak. Gue cuma mau nanya aja, Fel. Kan siapa tahu emang ada kejadian yang buat lo kesel?"
Felyn mengangguk, "Emang ada. Tapi, gue gak tahu sih ini orang maunya apa sama gue, dia selalu ada tiap kali gue ke toko itu." jelasnya.
Nadin terkejut, "Hah, masa iya? Apa dia itu penguntit? Pembunuh bayaran? Dia selalu ngikutin lo gak?" tanya Nadin dengan wajah panik.
Felyn menutup mulut Nadin, "Sssttt, kecilin dikit napa sih? Kalau lo ngomongnya gitu, entar kedengaran sama anak lain."
Nadin mengangguk mengerti, ia mendekatkan wajahnya pada telinga Felyn. "Jadi, siapa?" bisiknya.
"Ya, gue juga gak tahu lah. Kalau gue tahu, kenapa gue cerita sama lo?"
"Emm, iya juga sih. Tapi, lo beneran gpp, kan? Orang itu gak ada ngelakuin hal negatif sama lo, kan?" Nadin khawatir.
"Ya, gak sih. Cuma anehnya tuh kemarin, gue udah seneng banget dia gak ada pas gue lagi di kasir, eh pas gue udah di halte busway mau berangkat pulang, tiba-tiba dia datang sambil bawain payung gitu. Sumpah gak jelas banget!" Wajah Felyn terlihat kesal lagi.
Nadin mengerti, "Ah, gitu ya. Pantas aja lo kayak bete gitu."
"Tapi, btw cowoknya ganteng gak?" tanya Nadin dengan wajah centilnya.
Felyn merasa geli melihat Nadin yang menggodanya, "Ih, jijik tahu!"
"Ya .... Menurut gue sih lumayan. Dia tinggi sekitar 180 gitu lah, terus ... Fashionnya juga simple tapi enak diliat, dan .... "
Nadin semakin mendekat padanya karena penasaran kalimat terakhir apa yang diucapkan oleh temannya itu. "Apa? Dan apa, Fel?"
Felyn mengetuk kening Nadin karena ia merasa tidak nyaman dengan orang yang banyak sekali bertanya pada saat ia sedang bercerita. "Auhhh, sakit tahu, Fel!" teriak Nadin kesakitan sambil mengelus keningnya.
Felyn kembali membaca buku, "Sebaiknya lo cepet duduk dikursi lo sana! Entar lagi bel masuk." ucapnya singkat.
Nadin kesal, tetapi ia tidak bisa benar-benar marah pada sahabatnya itu. Ia menuruti apa yang Felyn katakan untuk kembali duduk di kursinya. Setelah beberapa menit mereka kembali duduk di kursi masing-masing, bel masuk berbunyi dan semua bergegas masuk ke dalam kelas.
Saat pulang sekolah ....
Felyn dan Nadin tengah melaksanakan tugas mereka untuk kelas, mereka sedang piket. Felyn membersihkan jendela-jendela, sedangkan Nadin menyapu seluruh lantai. Mereka kadang juga mengangkat kursi bersama-sama, membersihkan papan tulis, dan masih banyak lainnya. Saling bercanda ria, mereka seperti tidak lelah melakukan pekerjaan itu hanya berdua saja, padahal satu kali piket harus ada minimal 5 orang setiap harinya.
"Hahaha, Fel. Lo beneran kayak apa sih, kalau udah baca novel tuh beneran gak bisa diganggu?" tanya Nadin sambil tertawa.
Felyn yang sedang membersihkan jendela menggunakan kain basah tetap menjawab pertanyaan Nadin, "Emm, gak tahu juga sih kenapa gue jadi gitu. Dulu ...gue beneran gak suka baca buku, nyentuhnya aja males." jawabnya.
"Emm, gitu? Berbanding kebalik dong sama lo yang sekarang?"
"Yeah, you are right. It was a long time ago, when I was little. Bahkan gue juga gak ingat siapa aja temen masa kecil gue."
"Yah, sih. Kalau lo masih umur 2 atau 3 tahun, mana ingat lah siapa aja temen kita. Gue juga gitu kali, namanya bocah."
Setelah membersihkan kelas sudah siap, Felyn dan Nadin pun segera bergegas meninggalkan kelas dan berjalan bersama-sama ke halte busway yang ada di daerah sekolah mereka.
Saat berjalan menuju ke halte, Felyn kembali mengingat kejadian kemarin antara dia dan juga pria yang ia anggap misterius itu. Nadin mengajaknya berbicara tetapi ia tak benar-benar mendengarkannya, karena ia sedang memikirkan hal lain.
"Fel, lo denger gue gak? Mikirin apa sih, entar lagi nyampe halte loh." tanya Nadin sambil memperhatikan pandangan Felyn yang kosong.
"Gak, kalau dipikir-pikir kenapa mukanya gak asing? Apa gue salah liat aja kali, muka orangkan bisa berubah." batinnya berusaha mengingat masa lalunya.
Nadin berhenti berjalan, "Fel, lo melamun lagi?" tegurnya sambil memukul bahu Felyn pelan.
Felyn terbangun dari lamunannya, "Ah, iya. Maaf, gue mikirin banyak hal tadi...."
"Mikirin apaan sih, Fel? Lo kalau lagi sendirian kayak gini juga ya?"
Felyn melihat ke jalan raya, ia memperhatikan taksi yang lewat dan memikirkan sebuah rencana. "Ah, Nadin. Lo pulang sendiri aja ya pake busway, gue mau ke toko itu dulu."
Nadin mengangguk tapi tidak mengerti, "Emm, i-iya. Tapi, lo mau naik apa kalau gak naik bus ...."
Felyn berdiri di pinggir trotoar sambil melambaikan tangannya, " Gue bisa naik taksi kok. Lo balik aja duluan, gue bener-bener masih ada urusan nih."
Nadin mengangguk, "Iya, terserah lo aja sih. Lo mau cari buku baru lagi ya? Banyak banget dong koleksi buku lo di rumah."
Taksi datang menghampiri Felyn, ia pun bergegas masuk ke dalam mobil itu. Dari jendela taksi itu ia masih berbicara dengan Nadin, "Oke, ya, Nad. Lo harus balik naik busway sendiri, gue entar balik sendiri bisa."
"Iya, Fel. Gpp, kok."
"Ya udah, bye, Nad. Sampe jumpa besok!"
Nadin melambai pada taksi yang membawa Felyn menuju ke arah toko buku itu, sedangkan ia harus menunggu sedikit lebih lama untuk menaiki busway, paling lama itu membutuhkan waktu 15 menit baru busway nya akan datang.
Ditengah perjalanan menuju ke toko buku yang biasanya ia kunjungi, Felyn beberapa kali menyuruh sopir taksi itu untuk menyetir dengan cepat karena ia sedang benar-benar terburu-buru. Pak sopir itu mengikuti apa yang ia inginkan, tetapi tetap memikirkan batas kecepatan dan juga lalu lintas yang ada.
"Pak, cepat dikit ya. Saya lagi buru-buru nih."
"Iya, saya akan berusaha ambil jalan cepat ya, dek."
Setelah belasan menit, barulah ia sampai di toko buku yang sudah menjadi kebanggaannya. Dengan langkah cepat, Felyn masuk ke dalam toko itu, lalu melihat ke semua orang yang ada di sana. Ia mencari Wira yang belum terlihat berada di sana.
"Aih, ke mana lagi tuh cowok? Pas dicariin gak nongol, pas gak dicariin entar nimbrung." batinnya sambil mencari ke segala arah yang ada di dalam toko buku itu.
Wajahnya tampak sangat panik, ia sepertinya benar-benar ingin menanyakan banyak hal pada Wira. Tetapi sampai saat ini, ia belum juga melihat Wira, laki-laki yang ia kira adalah seorang penguntit.
"Aduh, ke mana tuh orang?! Kenapa pas di cari gak ada? Apa jangan-jangan dia emang penguntit lagi." Pikiran Felyn mulai negatif lagi terhadap Wira.
Lama mencari, Felyn mulai menyerah dan tidak tahu lagi harus melakukan apa. "Ah, aku bener-bener bakal gila nih. Apa dia gak datang nih?" Dia panik bukan main saat ini.
Felyn berhenti mencari dan mulai kebingungan, ia tidak tahu informasi apapun tentang Wira yang sudah beberapa kali bersikap baik padanya, tapi ia masih saja berpikiran buruk. Untungnya Wira tidak pernah memasukkan ucapan kasar Felyn ke dalam hatinya, ia sangat sabar dan juga tidak terlalu menganggap serius apa yang diucapkan Felyn.
"Lagi nyariin saya, ya?"
Felyn terkejut, suara itu datang dari belakangnya, tetapi ia enggan untuk membalikkan badannya. Ia diam sambil mendengarkan suara pria yang berdiri di belakangnya, ia mulai mengenali suara itu. Ya, itu adalah orang yang ia cari.
BERSAMBUNG ....