Diputuskan begitu saja oleh orang yang sudah menjalin kedekatan dengannya selama hampir tujuh tahun, membuat Winda mengambil sebuah keputusan tanpa berpikir panjang.
Dia meminta dinikahi oleh orang asing yang baru saja ditemui di atas sebuah perjanjian.
Akankah pernikahannya dengan lelaki itu terus berlanjut dan Winda dapat menemukan kebahagiaannya?
Ataukah, pernikahan tersebut akan selesai begitu saja, seiring berakhirnya perjanjian yang telah mereka berdua sepakati?
Ikuti kisahnya hanya di lapak kesayangan Anda ini.
Jangan lupa kasih dukungan untuk author, ya. Makasih 🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merpati_Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Parasit
Halo, Best ... Assalamu'alaikum.
Jumpa lagi kita di cerita baru yang kemarin udah ku-spill.
Tapi, eh, tapi ... meski kemarin kalian udah baca, WAJIB hukumnya baca ulang, ya, karena ada beberapa dialog tambahan di bab ini.
Jadi, jika kalian nggak baca ulang, takutnya kalian akan miss dengan alur ceritanya.
Dan, jangan lupa tinggalkan jejak cinta di lapakku ini, ya, dengan tekan tombol jempol dan kasih komentar yang positif.
OK. Happy reading ...🥰 🙏
❤️❤️❤️
“Kurasa, hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan lagi, Win. Ada begitu banyak perbedaan yang nggak mungkin untuk disatukan. Selain itu, aku juga yakin jika kamu pasti tidak akan mau kuajak tinggal di kota ini, ‘kan? Jadi, lebih baik kita akhiri saja hubungan kita sampai di sini.”
“Jadi, Bang Leon sengaja memintaku datang kesini hanya untuk mutusin aku? Tapi, kemarin Abang bilang —" Winda sejenak menjeda ucapannya. Dia tatap Leon dengan tatapan tak mengerti.
Winda teringat dengan perbicangan mereka berdua kemarin, melalui panggilan telepon.
"Urgent banget, ya, Bang, sampai aku harus ke sana?" tanya Winda memastikan ketika Leon tiba-tiba menelepon dan memintanya untuk datang ke Jakarta.
"Iya, Win. Ini tentang kelanjutan hubungan kita berdua. Aku akan membicarakan tentang pernikahan —"
"Benarkah?" sahut Winda sebelum Leon menyelesaikan pembicaraan.
"Baiklah. Kalau begitu, malam ini juga aku akan berangkat ke sana," balas Winda dengan antusias.
"Kemarin itu, aku belum selesai bicara, Win. Tapi, kamu udah memotong perkataanku," balas Leon, mengurai lamunan Winda.
"Sebenarnya, aku ingin mengatakan jika aku akan membicarakan tentang pernikahanku dengan —"
"Apapun yang akan kamu jelaskan kemarin, tetep aja kamu tega, Bang!” sergah Winda yang mulai tersulut emosi.
Tentu saja Winda tersulut emosinya mendengar perkataan Leon barusan. Hampir tujuh tahun mereka berdua menjalin hubungan kasih, tapi Leon malah akan membahas pernikahannya dengan wanita lain. Wanita mana, coba, yang tidak akan marah mendengarnya?
Winda mengepalkan kedua tangan dengan sempurna dan tatapannya yang tajam, tertuju pada laki-laki di hadapan. Sementara Leon terlihat begitu santai, seolah lelaki itu tak melakukan kesalahan apa-apa.
“Terus tadi, kenapa Abang menyimpulkan seperti itu?"
"Menyimpulkan apa?" tanya Leon, berlagak bodoh.
"Kalau aku mau diajak pindah ke kota ini, gimana? Apa Abang akan berubah pikiran? Apa Abang akan tetap mempertahankan hubungan kita dan membatalkan rencana pernikahan Abang dengan entah siapa itu?” balas Winda bertanya dengan suara pelan setelah wanita berhijab itu dapat menguasai kemarahan yang kini berganti dengan kesedihan. Kedua netra Winda bahkan telah berkaca-kaca.
Sungguh, wanita bermata sendu itu sama sekali tak pernah menduga jika dia akan diputuskan begitu saja oleh sang kekasih tanpa alasan yang jelas. Selama ini, Leon tak pernah menunjukkan sikap yang berbeda padanya. Semuanya terlihat baik-baik saja. Lelaki itu tetap penuh perhatian dan selalu menanyakan kabarnya.
Hubungan mereka berdua juga tetap romantis meski jarak memisahkan. Hampir tujuh tahun menjalani hubungan jarak jauh, tapi keduanya mampu bertahan dengan saling menjaga kepercayaan. Namun, tak ada hujan tak ada badai, kata putus tiba-tiba meluncur begitu saja dari bibir Leon hingga membuat Winda sangat terkejut.
Winda memang selalu mengatakan jika dia lebih senang tinggal di tanah kelahirannya, di kota Kembang, daripada di Jakarta. Namun, bukan berarti dia menolak jika Leon–yang memang bekerja di Jakarta itu–suatu saat nanti mengajaknya untuk menetap di kota besar tersebut.
"Bang. Kalau nanti kita udah nikah, kita tinggal di sini aja, ya? Kita kelola kafe ini sama-sama," pinta Winda pada suatu ketika.
"Kenapa di sini, Win? Aku 'kan, kerja di Jakarta," balas Leon bertanya.
"Di sini udaranya sejuk, Bang. Aku merasa lebih nyaman tinggal di sini. Masalah pekerjaan, bisalah nanti Abang pikirkan lagi. Cari kerja di sini, kan, juga pasti gampang karena Abang udah punya pengalaman di kota besar. Tapi, kalau misal Abang keberatan kita tinggal di sini, gak masalah juga, sih, jika aku yang ikut Abang ke Jakarta."
"Kita bahas lain kali aja, ya. Sekarang, aku lagi pengen menikmati hari libur dan bersantai bersama kamu."
Selama ini, mereka memang belum pernah membahas secara serius perihal tempat tinggal karena setiap kali Winda mencoba untuk membahasnya, Leon selalu saja menghindar. Kini, Leon malah menyimpulkan sendiri dan hal itu dijadikan alasan untuk memutuskan hubungan mereka berdua.
“Gimana, Bang? Abang nggak jadi mutusin aku, ‘kan?” desak Winda dengan mengesampingkan rasa malu karena terkesan mengejar-ngejar Leon.
Gimana Winda tidak mencoba mempertahankan jika hubungan yang terjalin lama itu, sudah diketahui oleh keluarga besarnya? Sang ibu juga sudah sering mendesak Winda agar meminta kejelasan pada Leon, kapan akan dilamar.
Ibunya bahkan langsung menyiapkan semua begitu mengetahui jika Winda akan menemui Leon ke Jakarta hari ini. Karena Winda mengatakan kemungkinan sang kekasih akan membicarakan pernikahan mereka berdua, seperti yang dikatakan Leon sebelumnya melalui sambungan telepon. Tapi ternyata, Winda salah menyimpulkan.
Winda pun teringat dengan antusiasme sang ibu ketika melepas kepergiannya.
"Ibu akan segera hubungi teman Ibu yang pemilik WO itu, Neng. Kamu nggak usah memikirkan apa pun. Fokus saja dengan calon suamimu. Pokoknya, begitu kamu pulang dan tanggal pernikahan sudah kalian tetapkan, kalian tinggal terima beres saja."
Lalu, apa yang harus Winda sampaikan pada sang ibu jika Leon bukan membahas pernikahan mereka berdua, tapi malah memutuskan dia begitu saja karena ternyata lelaki itu akan menikah dengan wanita lain? Ibunya pasti akan menyalahkan Winda karena dia selalu menolak ketika akan dijodohkan dengan lelaki lain dengan alasan sudah memiliki kekasih.
“Maaf, Win. Keputusanku udah bulat,” pungkas Leon yang berhasil menyeret Winda dari lamunan panjangnya. Lalu, lelaki itu melangkah pergi begitu saja meninggalkan Winda yang masih termangu karena tidak percaya dengan apa yang dikatakan Leon barusan.
“Oh, ya. Ini kunci mobilmu, aku kembalikan,” kata Leon yang kembali menghampiri Winda.
“Bawa saja! Aku enggak sudi menerima barang yang udah pernah kamu pakai!” tolak Winda sarkas.
“Aku masih mampu membeli yang baru! Bahkan, aku juga mampu membeli sepuluh cowok brengsek sepertimu!” lanjutnya karena Leon masih saja menggantung kontak tersebut tepat di hadapannya.
“Hem … baiklah. Aku enggak memintanya, ya. Kamu sendiri yang ngasih ke aku,” balas Leon dengan begitu santai, kemudian kembali berlalu dari hadapan Winda.
Laki-laki itu sama sekali tak terlihat sakit hati atas perkataan kasar Winda barusan. Bahkan, Leon berjalan sambil bersiul riang menuju mobilnya.
Sementara Winda masih terpaku seorang diri di tempatnya semula dengan tatapan penuh kemarahan serta kekecewaan pada Leon. Tatapan Winda masih terus tertuju ke arah punggung Leon yang semakin menjauh, lalu masuk ke mobilnya. Bahkan, ketika mobil yang dikendarai Leon menghilang di kejauhan, Winda masih terus menatap ke arah jalanan.
“Cih! Enggak minta katanya? Dulu aja dia yang merengek meminta dibelikan mobil dengan alasan malu sama rekan-rekannya di kantor! Sekarang, bisa-bisanya dia bicara seperti itu! Dasar, cowok nggak tahu diuntung! Nggak tahu diri! Benalu! Parasit!”
bersambung ...
Semangat terus Kak.... qt selalu nungguin Bisma-Winda Up lg...❤🌹