Jejak Tanpa Nama mengisahkan perjalanan Arga, seorang detektif muda yang berpengalaman dalam menyelesaikan berbagai kasus kriminal, namun selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Suatu malam, ia dipanggil untuk menyelidiki sebuah pembunuhan misterius di sebuah apartemen terpencil. Korban tidak memiliki identitas, dan satu-satunya petunjuk yang ditemukan adalah sebuah catatan yang berbunyi, "Jika kamu ingin tahu siapa yang membunuhku, ikuti jejak tanpa nama."
Petunjuk pertama ini membawa Arga pada serangkaian kejadian yang semakin aneh dan membingungkan. Saat ia menggali lebih dalam, ia menemukan sebuah foto yang tampaknya biasa, namun menyembunyikan banyak rahasia. Foto itu menunjukkan sebuah keluarga dengan salah satu wajah yang sengaja dihapus. Semakin Arga menyelidiki, semakin ia merasa bahwa kasus ini lebih dari sekadar pembunuhan biasa. Ada kekuatan besar yang bekerja di balik layar, menghalangi setiap langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dyy93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arga dan Jejak yang Tersembunyi
Arga menatap langit malam yang gelap dari jendela kantornya. Di luar, hujan turun deras, menambah kesunyian yang terasa pekat di ruang penyelidikannya. Lampu neon di sudut ruangan berkedip-kedip, berusaha memberi penerangan di tengah kegelapan malam yang sepi. Arga menyandarkan tubuhnya pada kursi, merenggangkan pundaknya yang terasa tegang setelah seharian bekerja tanpa henti. Dalam dunia yang dipenuhi oleh kejahatan, ia adalah seseorang yang selalu berusaha mencari kebenaran, meskipun itu berarti harus berhadapan dengan kenyataan yang paling kelam sekalipun.
Sebagai detektif muda di divisi kriminal, Arga dikenal sebagai pribadi yang tidak mudah menyerah. Dia memiliki kecerdasan tajam dan naluri yang seringkali membawanya lebih dekat pada jawaban yang sulit ditemukan oleh orang lain. Tetapi di balik kemampuan itu, ada keraguan yang selalu menghantui pikirannya—rasa bahwa, meskipun banyak kasus yang ia selesaikan, ia belum menemukan apa yang benar-benar dicari dalam hidupnya.
Telepon di meja kerjanya berdering, memecah keheningan yang menghiasi ruangannya. Arga segera meraih gagangnya, suara berat yang familiar terdengar di ujung sana.
"Arga, ada kasus untukmu," kata suara itu, yang merupakan panggilan dari rekan setimnya, Raka, seorang penyidik senior yang sudah lama bekerja di kepolisian.
"Tunggu sebentar, Raka. Kasus apa yang kamu maksud?" tanya Arga, segera merasa ada sesuatu yang berbeda. Raka biasanya akan memberi detail lebih banyak sebelum memanggilnya.
"Datanglah ke tempat kejadian perkara. Ada pembunuhan yang tidak biasa, dan kami butuh orang dengan insting yang tajam. Cepat."
Tanpa banyak berpikir lagi, Arga menggantungkan telepon dan segera mengenakan jaketnya. Dalam perjalanan menuju lokasi kejadian, pikirannya berkecamuk. Pembunuhan tak biasa? Apa yang dimaksud Raka? Arga tahu, sebagai seorang detektif, ia harus siap menghadapi hal-hal yang tidak terduga, tapi entah kenapa kali ini ada firasat buruk yang menyelimuti hatinya.
Ketika Arga sampai di lokasi—sebuah apartemen tua di pinggiran kota—ia langsung disambut oleh suasana yang suram. Polisi dan petugas forensik sibuk memeriksa tempat kejadian perkara. Arga tidak melihat ada petunjuk yang mencolok. Pembunuhan seharusnya memiliki jejak yang jelas, tapi kali ini tidak ada darah berceceran, tidak ada perlawanan yang terlihat. Semuanya terlalu bersih, terlalu teratur.
Dia berjalan mendekati Raka yang sedang berbicara dengan seorang petugas. Raka menatapnya dengan serius, lalu memberi isyarat agar Arga mengikuti.
"Kami belum menemukan identitas korban," kata Raka sambil menunjukkan tubuh seorang pria yang tergeletak di lantai. "Namun ada sesuatu yang aneh. Pria ini tidak memiliki dokumen apa pun di tubuhnya. Bahkan telepon genggamnya pun hilang."
Arga menundukkan kepalanya, menilai korban. Usianya tampak sekitar 40 tahun, dengan tubuh yang tampaknya terawat, namun matanya terbuka lebar, seolah ketakutan. Tapi yang lebih aneh, meskipun tak ada tanda-tanda perlawanan atau darah yang mengalir, pria itu tampak meninggal dengan cara yang sangat tidak biasa.
"Satu lagi," lanjut Raka dengan suara rendah, "di sini ada catatan yang ditemukan di bawah pintu."
Arga menatap selembar kertas putih yang tampak lusuh, terselip di bawah pintu ruangan. Ia membungkuk dan mengambilnya. Setelah membaca beberapa kata di atasnya, raut wajahnya berubah.
“Jika kamu ingin tahu siapa yang membunuhku, ikuti jejak tanpa nama.”
Arga mengerutkan kening. Pesan itu begitu singkat, namun penuh dengan makna yang mendalam. Ada yang salah dengan pembunuhan ini, dan Arga merasa seperti ada seseorang yang sengaja memberinya tantangan, seolah mengundangnya untuk mencari lebih dalam.
"Tunggu," kata Arga, menghentikan langkah Raka yang hendak pergi. "Apakah kamu yakin tidak ada yang bisa mengidentifikasi pria ini?"
Raka menggelengkan kepala. "Tidak ada. Seolah-olah dia sengaja dihapus dari dunia ini."
Arga berdiri tegak, merenung sejenak. Ini bukan hanya sebuah pembunuhan biasa. Ada lebih banyak hal yang tersembunyi di baliknya, dan ia merasa bahwa dirinya terlibat dalam permainan yang lebih besar. Tanpa banyak kata, ia mulai menyelidiki tempat kejadian perkara lebih dalam.
Kamar itu dipenuhi barang-barang biasa, namun satu hal menarik perhatian Arga—sebuah foto yang tampak usang terjatuh di sudut ruangan. Ia mengambilnya dan melihatnya lebih dekat. Foto itu menampilkan tiga orang—sebuah keluarga yang tampaknya bahagia, namun wajah salah satu orang di dalam foto itu terlihat kabur, seolah sengaja disamarkan. Arga bisa merasakan bahwa ini bukan kebetulan.
"Siapa mereka?" gumam Arga, tertegun. Foto itu sepertinya adalah kunci pertama yang akan membawanya lebih dekat pada kebenaran.
Beberapa saat kemudian, ia memeriksa lebih lanjut. Ada beberapa dokumen yang terselip di rak buku. Beberapa di antaranya berisi data yang tampaknya tidak relevan, tetapi ada satu berkas yang menarik perhatian Arga. Di dalamnya tercatat nama-nama orang yang memiliki hubungan dengan dunia politik dan bisnis yang berpengaruh, namun salah satu nama yang tertera di sana tampaknya baru dan asing. Arga menandai dokumen itu dalam pikirannya.
"Mereka... siapa saja yang terlibat dalam ini?" pikir Arga, merasakan dorongan untuk menggali lebih dalam.
Hanya dalam beberapa jam sejak ia menerima panggilan, Arga merasa bahwa dirinya telah masuk ke dalam dunia yang penuh dengan rahasia, tipu daya, dan mungkin, bahaya yang lebih besar dari yang bisa ia bayangkan. Pembunuhan ini bukan hanya tentang satu orang yang tewas. Ini adalah awal dari sebuah perjalanan yang akan mengungkap lebih banyak kebenaran—dan Arga tahu bahwa ia tak bisa mundur.
Ketika Arga berbalik untuk meninggalkan tempat kejadian, teleponnya berdering lagi. Kali ini, panggilan itu datang dari nomor yang tidak dikenal.
"Arga," suara itu terdengar di ujung sana, terdistorsi namun jelas. "Jika kamu ingin tahu lebih banyak, ikuti jejak yang kami tinggalkan. Kami tahu kamu mulai mendekati kebenaran."
Sebelum Arga bisa menjawab, sambungan itu terputus. Hatinya berdegup kencang. Ini bukan hanya sebuah kasus—ini adalah permainan yang melibatkan hidup dan mati.
Dan Arga baru saja terjebak di dalamnya.
---