"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Permintaan
Devina baru saja tiba di cafe Art, cafe yang dulu sangat sering dia kunjungi, bahkan hampir setiap hari. Banyak selebriti yang datang ke cafe ini. Bisa dikatakan jika cafe ini tempat mereka berkumpul. Tidak heran jika Sandra, istri bosnya meminta mereka bertemu di tempat ini. Sandra adalah seorang presenter, dia juga seorang model dan membintangi beberapa film layar lebar.
Sebenarnya Devina engan menginjakkan kakinya di cafe ini. Bukan masalah dengan cafenya, tapi Devina menghindari seseorang yang dulu sering mengajaknya datang ke cafe ini. Sayang Devina tidak bisa menolak permintaan Sandra. Apa lagi, bosnya itu sendiri yang memberi perintah agar Devina menemui Sandra di tempat ini. Jika dia menolak, bisa-bisa dia dipecat oleh Gilang Pratama, pimpinan utama Cakrawala Company.
Lagi pula sudah tiga tahun berlalu. Mungkin saja, orang yang Devina hindari sudah tidak lagi datang ke cafe ini. Itu harapan Devina, karena dia tidak ingin usahanya untuk move on dari masa lalu, jadi sia-sia. Salah dia sendiri, tidak bercermin siapa dirinya. Sehingga berani jatuh cinta pada orang yang sulit untuk dijangkau.
Mengedarkan pandangannya ke seluruh cafe, Devina merasa bernostalgia dengan masa lalu. Tidak ada yang berubah dengan cafe ini. Hanya ada sedikit tambahan untuk interiornya. Tawa canda yang pernah ada di cafe ini, membuat Devina tersenyum sendiri mengingat masa itu. Namun senyum itu berganti gemuruh di dalam dadanya. Di tempat ini, dia mengambil keputusan besar. Keputusan yang membawa Devina akhirnya bekerja di Cakrawala Company.
"Devina!"
Panggilan Sandra membuat Devina kembali fokus pada tujuannya datang ke cafe ini, menghapus kenangan masa lalu yang indah. Sekarang, dia bisa menemukan keberadaan istri bosnya itu. Segera saja Devina mendekat ke tempat Sandra duduk.
"Maaf membuat Mbak Sandra menunggu," ucap Devina. Merasa tidak enak hati, istri atasannya justru sudah tiba lebih awal.
Devina juga tidak bermaksud tidak sopan memanggil Sandra dengan panggilan mbak, bukan ibu. Itu karena Sandra sendiri yang meminta dipanggil mbak saja.
"Tidak apa-apa, duduklah!" Sandra mempersilakan Devina untuk duduk.
"Terima kasih," balas Devina.
"Kita makan dulu, setelah itu baru bicara," ucap Sandra.
Devina hanya bisa mengangguk saja. Menyetujui apa yang Sandra katakan. Tidak berselang lama, pelayan cafe mengantarkan makanan yang sudah dipesan Sandra sebelumnya.
Meja yang mereka tempati berada di pojok, tempat yang nyaman memang untuk bicara. Apa lagi jika yang dibicarakan adalah masalah pribadi. Memahami posisi mereka saat ini, Devina baru menyadari, akan ada hal penting yang akan Sandra bicarakan dengannya. Apa itu? Devina hanya bisa menunggu.
"Apa mbak Sandra ingin meminta aku untuk mundur jadi sekretaris?" pikir Devina.
Bukan tanpa sebab Devina berpikir seperti itu. Selama enam bulan bosnya yang bernama Gilang memimpin Cakrawala Company, sudah sepuluh kali pria itu mengganti sekertaris. Luar biasa bukan?
Devina sendiri baru satu bulan ini diangkat jadi sekretaris Gilang. Menggantikan sekretaris yang sebelumnya, yang hanya bertahan selama sepuluh hari saja. Devina tidak tahu apa penyebabnya. Rumor yang beredar, Gilang seorang yang arogan dan kejam.
Hanya rumor yang berkembang, nyatanya selama satu bulan Devina menjadi sekertaris pria tampan itu, dia nyaman-nyaman saja. Gilang seorang pria yang disiplin dalam pekerjaan. Dia juga orang yang tidak suka banyak bicara. Cukup satu kali saja dia memberi perintah, selanjutnya Devina harus berpikir sendiri untuk menyelesaikannya.
Untungnya, Gilang memiliki asisten yang tidak sekaku pria itu. Devina cukup terbantu dengan adanya Eki. Pria itu bisa Devina jadikan tempat bertanya.
Selama makan Sandra tidak bicara satu kata pun. Devina juga tidak berani mengajak Sandra bicara. Jadilah hanya suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring yang terdengar. Hingga makanan yang ada di piring mereka tandas, barulah Sandra kembali membuka suaranya.
"Bagaimana Gilang menurut kamu?"
Devina memberanikan diri menatap Sandra. Sungguh cantik yang sempurna. Tapi bukan itu tujuan Devina melihat Sandra. Dia hanya ingin tahu apa tujuan istri bosnya ini bertanya tentang suaminya, menurut pandangan Devina.
"Tegas dan disiplin," jawab Devina.
"Bukan itu maksud Saya. Tapi fisiknya," jelas Sandra.
"Tampan, itu pasti. Tinggi, berat badannya sesuai dengan tingginya. Bisa dikatakan sempurna sebagai seorang pria."
"Good. Jadi tidak masalah kan, jika Saya minta kamu menggoda Gilang."
"Ha!" Devina terkejut dengan permintaan istri bosnya ini.
Jika semua istri akan menjaga suaminya sebaik mungkin, tapi Sandra justru meminta Devina untuk jadi pelakor. Permintaan macam apa ini? Apa Devina terlihat serendah itu dan murahan di mata Sandra? Sehingga dia mengira Devina adalah wanita penggoda. Atau ini semacam tes yang wanita itu lakukan?
"Apa semua sekertaris pak Gilang, Mbak Sandra perlakukan seperti ini?" Sandra tertawa menanggapi pertanyaan Devina.
Jujur Devina merasa tersinggung dengan apa yang Sandra lakukan saat ini. Tapi dia tidak bisa marah. Devina hanya akan menunggu. Apa tujuan Sandra sebenarnya?
"Aku tidak pernah ikut campur masalah Gilang di perusahaan. Termasuk urusan sekretaris," jawab Sandra.
"Lalu kenapa Mbak Sandra meminta Saya datang malam ini?"
Sandra diam sesaat. Wanita itu menarik napas panjang sebelum dia kembali bicara. "Untuk meminta kamu membantu Saya. Devina, tolong goda suami Saya."
"Mbak Sandra ingin mengetes Saya. Apakah saya ini wanita murahan. Sehingga mau menerima permintaan konyol Mbak Sandra. Iya, kan?" Balas Devina.
"Maaf Mbak, Saya bekerja untuk mencari rezeki. Bukan untuk mengganggu rumah tangga atasan Saya. Jadi Mbak Sandra tidak perlu takut, Saya tidak akan menganggu suami Mbak Sandra. Masalah penilaian Saya tentang pak Gilang, Saya rasa semua orang akan menyampaikan hal yang sama dengan apa yang tadi Saya sampaikan."
"Saya tidak sedang mengetes kamu, Devina. Tapi Saya benar-benar ingin kamu menggoda suami saya. Jangan takut masalah uang. Saya akan membayar kamu untuk tugas satu ini. Anggap saja kamu bekerja dengan Saya. Dan pekerjaan yang Saya berikan adalah menggoda suami saya."
Dari semua penjelasan Sandra, hanya satu yang ada dalam pikiran Devina, "Mengapa?" tanyanya.
"Mengapa mbak Sandra ingin Saya menggoda pak Gilang?" Ulang Devina pertanyaannya. Kali ini lebih jelas.
"Untuk itu Saya tidak bisa memberi tahu kamu. Ini masalah antara Saya dan Gilang. Saya tidak ingin orang lain tahu."
Devina tidak lagi bertanya. Sandra punya hak untuk tidak menceritakan masalah rumah tangganya. Masalahnya, mengapa Devina yang Sandra pilih untuk membantunya. Lagi pula, Devina tidak punya bakat untuk jadi pelakor, meskipun hanya pura-pura.
"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang. Saya akan memberi kamu waktu untuk berpikir selama dua hari," ucap Sandra.
Devina keluar dari cafe Art dengan perasaan yang tidak menentu. Sandra menawarkan uang yang tidak sedikit, jika dia bersedia menggoda Gilang hingga pria itu tertarik padanya. Uang yang sangat Devina butuhkan.
"Tidak!' Devina bicara dalam hati sambil menggelengkan kepala. Dia tidak bisa menerima tawaran Sandra. Sebanyak apapun itu uangnya, apa yang dia lakukan itu tidak baik.
"Mbak Devina," sapa pak Bambang.
"Pak Bambang?" balas Devina terkejut, melihat sopir yang biasa mengantarkan dia dan Gilang bertemu klien diluar.
"Maaf, Saya mengejutkan Mbak Devina," ucap pak Bambang.
"Saya hanya heran saja melihat Bapak ada di cafe ini," balas Devina.
"Saya mengantar pak Gilang," jawab pak Bambang, sambil menunjuk sebuah mobil mewah milik bos mereka.
"Pak Gilang mau jemput bu Sandra ya? Tapi sepertinya dia sudah pulang."
"Bukan Mbak. Pak Gilang justru mau jemput Mbak Devina."
"Saya?" beo Devina.
Devina memijat keningnya. "Ada apa dengan pasangan suami istri ini?" tanyanya bergumam.
Pak Bambang yang masih berdiri di dekat Devina, tentu saja bisa mendengar apa yang gadis itu katakan. Baru saja pria paruh baya itu akan membalas gumaman Devina, suara yang sangat dia kenal sudah lebih dulu bicara.
"Kamu sakit Devina?" tanya Gilang. Tangannya langsung terulur untuk menyentuh kening sekretarisnya. Devina speechless dengan apa yang baru saja bosnya lakukan.
"Saya antar kamu ke dokter," ucap Gilang.
"Tidak perlu Pak. Saya baik-baik saja," jawab Devina setelah mengembalikan kesadarannya yang baru saja terbawa perasaan.
"Kalau begitu, biar Saya antar kamu pulang."
Devina sudah menolak. Tapi Gilang tetap memaksa. Maka, disinilah Devina saat ini berada. Di dalam mobil pribadi bosnya. Mewah dan sangat nyaman. Sampai-sampai membuat Devina ingin memejamkan mata.
Namun suara Gilang mengurungkan niat Devina. Pria itu berkata, "Apa yang Sandra bicarakan?" tanyanya.
Devina malu sendiri. Dia sudah sempat salah sangka mendengar penjelasan pak Bambang, tentang Gilang yang datang sengaja untuk menjemputnya. Ternyata Gilang ingin mencari tahu tentang istrinya.