NovelToon NovelToon
Prajurit Perang Di Dunia Sihir

Prajurit Perang Di Dunia Sihir

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Anak Genius / Perperangan / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:557
Nilai: 5
Nama Author: Sapoi arts

Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.

Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Prajurit Perang di Dunia Sihir

...Prolog...

...Letnan Hiroshi Takeda...

...----------------...

Ruangan taktis dipenuhi oleh peta besar yang terbentang di atas meja, dengan bendera kecil dan penanda posisi pasukan yang tersusun rapi.

Letnan Hiroshi Takeda duduk di ujung meja, matanya meneliti peta dengan teliti, memikirkan setiap kemungkinan yang akan mereka hadapi. Di hadapannya, para perwira dari berbagai divisi militer menunggu perintahnya. Udara dipenuhi dengan ketegangan; invasi besar-besaran akan segera dimulai.

“Letnan Takeda, waktu sudah semakin mendesak. Apakah kita akan memulai sesuai rencana yang telah ditetapkan?” tanya Mayor Nakamura, perwira tertinggi yang bertanggung jawab atas artileri.

Hiroshi mengangguk pelan, wajahnya serius. “Kami telah menyiapkan rencana matang, tapi kita tidak bisa mengabaikan pergerakan musuh di sisi timur. Mereka semakin memperkuat pertahanan di sana.”

Dia mengambil sebatang pensil, mencoret peta pada area yang menunjukkan benteng musuh.

“Pertama, kita akan mengirim Divisi Infanteri ke garis depan. Mereka akan menembus pertahanan luar dan memancing pasukan utama musuh keluar. Setelah itu, kita akan menyerang sisi timur dengan serangan kilat. Artileri akan ditempatkan di titik ini...” Hiroshi menunjuk sebuah bukit strategis di peta. “Ini akan memberikan kita keunggulan untuk melancarkan serangan jarak jauh.”

Kolonel Sato, seorang perwira berpengalaman, mengernyitkan dahinya. “Kau benar, Letnan, tapi serangan kilat di timur bisa jadi berisiko tinggi. Bagaimana jika musuh mempersiapkan jebakan?”

Hiroshi menatap Kolonel Sato dengan mata yang tajam. “Itu sebabnya kita akan mengirim pasukan elit dengan persenjataan terbaik ke sana. Aku tidak akan mengambil risiko jika mereka tidak siap. Dan jika jebakan memang ada, kita akan siap menghadapi situasi terburuk.”

Dialog ini membuat suasana semakin tegang. Semua mata tertuju pada Hiroshi, menanti arah berikutnya. Setelah beberapa saat hening, Hiroshi berdiri, menyusuri meja sambil menunjuk beberapa penanda pasukan di peta.

“Divisi ke-3 akan bergerak dari utara untuk mengalihkan perhatian. Divisi ke-5 akan menunggu di hutan ini, siap untuk menyerang dari belakang ketika musuh terpancing. Kita harus membagi pasukan dengan cermat, tidak ada ruang untuk kesalahan.”

Seorang perwira muda angkat bicara, suaranya agak gemetar. “Letnan, bagaimana dengan cadangan pasukan? Jika musuh melakukan serangan balasan...”

“Pasukan cadangan akan ditempatkan di sepanjang lembah ini,” jawab Hiroshi dengan tegas. “Mereka akan siap menghadapi serangan balik atau pengepungan. Ini bukan hanya tentang menyerang. Ini tentang bertahan hingga kita bisa mematahkan semangat musuh.”

Setelah memberikan penjelasan panjang, Hiroshi menatap setiap anggota stafnya dengan tegas. “Ingat, ini bukan hanya pertempuran biasa. Ini adalah langkah kita untuk menghancurkan pusat kekuatan mereka. Jika kita berhasil, kita akan mematahkan pertahanan musuh dan merebut seluruh wilayah tanpa perlawanan berarti.”

Pertemuan itu berlangsung selama berjam-jam, dengan Hiroshi menjelaskan detail demi detail strategi mereka. Setiap divisi mendapatkan instruksi khusus, dan perwira-perwira yang bertanggung jawab diberi penugasan yang ketat.

 

Saat malam tiba, pasukan sudah siap berbaris di luar, bersiap untuk invasi besar. Hiroshi memimpin di depan, memeriksa setiap prajurit dengan pandangan tajam. Setiap langkah, setiap perintah, telah dirancang dengan cermat untuk memastikan kemenangan. Namun, dalam hatinya, Hiroshi tahu bahwa medan perang adalah tempat yang tidak bisa diprediksi.

“Kita maju malam ini,” katanya dengan tegas kepada para perwira yang berdiri di sisinya. “Tidak ada tempat bagi kegagalan. Ini adalah momen kita untuk menghancurkan musuh dan memenangkan perang ini.”

Mereka semua mengangguk, penuh dengan tekad. Satu per satu, pasukan mulai bergerak sesuai strategi yang telah disusun. Hiroshi menatap langit malam yang gelap, diiringi suara dentuman langkah kaki ribuan prajurit yang bersiap memasuki perang yang menentukan hidup dan mati.

Hiroshi berdiri di depan barisan tentaranya, perasaan campur aduk di dalam hati. Pasukan yang akan dia pimpin adalah salah satu yang terbesar dalam sejarah perangnya, dan itu bukan tanggung jawab kecil. Namun, sejak muda, Hiroshi sudah terbiasa memikul beban yang berat.

Dia adalah letnan termuda di seluruh pasukan. Pencapaiannya bukan sekadar hasil dari latihan fisik yang keras, tetapi dari strategi, ketenangan, dan kecerdasannya yang melampaui usianya.

Di akademi militer, dia selalu menjadi yang terbaik, tidak pernah membiarkan siapa pun menghalanginya. Setiap taktik yang dia rancang diuji dengan disiplin ketat, dan dia selalu siap untuk mengambil keputusan penting di medan perang.

“Tak ada ruang untuk kesalahan,” pikir Hiroshi, matanya tajam menatap peta yang sudah dia hafal luar kepala.

Letnan Nakamura menghampirinya, nada suaranya sedikit ragu.

“Letnan, kau masih yakin dengan strategi ini? Kita akan menyerang di bawah cahaya bulan. Jika musuh punya penjaga atau menara pengawas…”

Hiroshi menggelengkan kepala, memotong kalimat Nakamura.

“Kita harus bertindak di saat yang tak terduga. Mereka mungkin akan berjaga di malam hari, tapi kita sudah mempersiapkan untuk skenario terburuk. Penyerangan malam lebih banyak keuntungannya daripada menunggu fajar, Nakamura.”

Dia kembali melihat barisan prajurit yang sudah bersiap di bawah komandonya. Senapan-senapan sudah terisi, seragam sudah disesuaikan, dan raut wajah mereka menunjukkan tekad yang sama kerasnya dengan dirinya.

Hiroshi bukan hanya seorang taktis, dia juga seorang pemimpin yang menginspirasi. Banyak tentara yang lebih tua dan berpengalaman melihatnya dengan penuh hormat.

Bagaimana bisa anak muda ini menjadi seorang letnan begitu cepat? Itu selalu menjadi bisikan di antara mereka. Tapi Hiroshi tahu, penghargaan datang bukan dari usia, tapi dari kemampuan untuk memimpin dengan kecerdasan dan hati.

Dia melangkah mendekati kelompok kecil prajurit elit di dekat tenda komando. Mereka adalah orang-orang yang dipilihnya sendiri, tentara terbaik di divisinya.

 “Kita akan bergerak dalam dua jam. Pastikan semua orang siap. Jangan ada kesalahan dalam formasi.”

Kapten Yamato, seorang prajurit besar dengan pengalaman puluhan pertempuran, menatap Hiroshi dengan anggukan serius.

 “Kami akan melakukan apa yang kau minta, Letnan. Tidak akan ada yang gagal di bawah komandomu.”

Hiroshi menepuk pundak Yamato.

“Bagus. Kita akan memberikan mereka pelajaran tentang arti disiplin dan strategi yang baik.”

Dia mundur beberapa langkah, menatap langit malam yang mulai gelap. Di balik sikap tegasnya, ada kegelisahan yang tak bisa dia ungkapkan.

Ini bukan hanya tentang memenangkan pertempuran. Ini tentang membuktikan pada dirinya sendiri dan dunia bahwa dia layak mendapatkan posisi ini, bahwa dia lebih dari sekadar letnan termuda. Dia harus menang.

Hiroshi kemudian mengumpulkan semua perwira di bawah tenda rapat, mereka menatapnya dengan penuh perhatian. Dia menarik napas dalam, tahu bahwa setiap kata yang dia ucapkan akan menjadi penentu di pikiran mereka.

“Kita tak bisa kalah. Ini adalah titik kunci dalam kampanye ini. Jika kita bisa mematahkan pertahanan mereka malam ini, jalan menuju ibukota musuh akan terbuka lebar.” Dia berjalan di depan peta besar di tengah tenda, menunjuk dengan jarinya pada beberapa titik penting.

“Kita sudah mengetahui posisi mereka. Sementara pasukan utama kita menyerang langsung dari utara, divisi elit akan menyusup melalui lembah ini dan menghancurkan garis suplai mereka. Itu akan memecah fokus musuh, membuat mereka rentan terhadap serangan kilat dari sisi lain.”

Salah satu perwira, Letnan Muda Ishikawa, angkat bicara.

“Tapi, Letnan, bagaimana jika musuh sudah menyadari kelemahan ini? Mereka mungkin menyiapkan jebakan di lembah.”

Hiroshi tersenyum tipis, seolah sudah memprediksi pertanyaan itu.

“Mereka mungkin memperkirakan serangan kita, tapi tidak dengan cara yang kita rencanakan. Tim penyusup sudah dilatih untuk bergerak tanpa suara, dengan persenjataan yang memungkinkan serangan cepat dan senyap. Bahkan jika ada jebakan, kita akan menghadapi mereka dengan strategi yang lebih cerdas. Keberhasilan kita bukan soal kekuatan brute force, tapi taktik yang tepat.”

Kepala-kepala di tenda itu mengangguk pelan. Mereka mulai mengerti. Hiroshi bukan hanya pintar, dia punya cara berpikir yang membuat pertempuran tampak seperti permainan catur besar—dan dia selalu tiga langkah di depan lawannya.

Hiroshi melanjutkan,

“Kita juga sudah menempatkan pengintai di sepanjang jalan utama. Begitu kita memastikan kelemahan mereka, kita serang tanpa ampun.”

Semua perwira di sana tahu, malam ini akan menjadi pertempuran yang menentukan. Hiroshi Takeda, letnan termuda dan paling berbakat di seluruh angkatan, sedang merencanakan serangan yang bisa mengubah sejarah perang ini.

“Kalian semua tahu posisi kalian. Persiapkan pasukan, kita bergerak tepat saat bulan berada di puncaknya,” Hiroshi memberi perintah terakhir sebelum membubarkan rapat.

Dia menatap barisan prajurit yang mulai sibuk mempersiapkan diri. Dalam hati, dia sudah memvisualisasikan kemenangan mereka. Dan malam itu, bulan purnama menjadi saksi akan kepemimpinan seorang letnan muda yang akan menorehkan sejarah.

...(PRAJURIT PERANG DI DUNIA SIHIR)...

...Author : Sapoi Arts...

1
Yurika23
mampir ya thor
Yurika23: siap kak
Sapoi arts: Tentu @Yurika23 , terima kasih atas support-nya! Akan mampir juga 😊
total 2 replies
si Rajin
keren, penulisannya juga rapih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!