" Mas Wira, kalau sudah besar nanti, Mega mau menikah dengan mas Wira ya?! pokoknya mas Wira harus menikah dengan Mega..?!" ucap gadis kecil itu sembari menarik lengan Wira.
Mendengar rengekan Mega semua orang tertawa, menganggapnya sebuah candaan.
" Mas Wira jangan diam saja?! berjanjilah dulu?! mas Wira hanya boleh menikah dengan Mega! janji ya?!" Mega terus saja menarik lengan Wira.
Wira menatap semua orang yang berada di ruangan, bingung harus menjawab apa,
" mas Wira?!" Mega terus merengek,
" iya, janji.." jawab Wira akhirnya, sembari memegang kepala gadis kecil disampingnya.
Namun siapa sangka, setelah beranjak dewasa keduanya benar benar jatuh cinta.
Tapi di saat cinta mereka sedang mekar mekarnya, Mega di paksa mengikuti kedua orang tuanya, bahkan di jodohkan dengan orang lain.
bagaimanakah Nasib Wira, apakah janji masa kecil itu bisa terpenuhi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sepanjang jalan
Mega melayangkan pandangannya keluar kaca jendela,
Jalanan kecil yang dulu masih penuh tanah dan batu kini sudah di aspal, tanah yang dulu lapang kini sudah banyak berdiri rumah rumah yang bagus.
Namun satu hal yang masih sama, pohon pohon tabebuya dengan bunga putih masih berdiri kokoh di sepanjang jalan menuju ke desanya.
Bahkan saking rindangnya, pohon pohon itu membentuk seperti terowongan, dahan dahannya bersatu layaknya atap yang menutupi jalan agar para penggunanya teduh dan sejuk.
Mega bisa melihat jelas bunga tabebuya yang mekar dengan rimbun itu, tampak cantik..
Sama seperti saat Mega masih remaja.
Diam diam Mega tersenyum,
Dulu, dirinya sering di bonceng melewati jalan ini.
Saat sawah sawah masih begitu luas menghijau, saat lahan lahan masih banyak yang kosong dan di tumbuhi ilalang.
" Masih jauh mbak?" tanya si supir taksi online membuyarkan lamunan Mega.
" Lima ratus meter lagi belok ke kanan pak.." jawab Mega.
" baik mbak," jawab si sopir,
tepat lima ratus meter, sopir itu berbelok ke kanan, mengikuti arahan Mega.
Terlihat sebuah gapura selamat datang,
" betul ini mbak?" tanya si sopir lagi,
" benar pak.. Jalan pelan pelan saja.. Saya lupa lupa ingat.." beritahu Mega, ia sudah masuk ke kampung halamannya dulu, namun karena banyaknya bangunan bangunan baru, ia jadi sedikit lupa, dimana letak rumah kakek dan neneknya.
Tapi saat melihat rumah yang di penuhi dengan tanaman bunga melati, ingatannya kembali segar.
" Itu pak, di depan..", Mega meminta si sopir menghentikan mobilnya tepat di sebuah rumah tempo dulu, halamannya luas dan bangunannya masih megah dan kokoh.
Bangunan itu tepat di samping sebuah rumah sederhana, yang di halamannya di penuhi tanaman bunga melati.
Rumah sederhana yang sering ia datangi saat ia lelah dengan Omelan papa dan mamanya.
Rumah sederhana yang sering menjadi tempatnya sembunyi saat ia jenuh dengan tuntutan tuntutan papa dan mamanya.
Mega turun dari taksi itu,
Ada perasaan yang tidak biasa, ia senang bisa kembali ke tempat ini, namun perasaan sedih juga menghinggapinya.
Banyak kenangan yang telah ia tinggalkan,
Banyak hal yang ia sesali.
" Terimakasih pak.." ucap Mega saat si sopir menurunkan koper hitamnya.
Mega membuka pagar besi berwarna hitam itu, lalu menyeret kopernya.
Berjalan memasuki halaman yang sudah banyak berubah itu,
Dulu banyak tanaman hias milik mbah utinya, sekarang tanaman itu entah kemana, tergantikan dengan bonsai besar beserta kandang burung yang cukup besar, yang berukuran tiga kali tiga meter, letaknya persis di tengah halaman.
Tentu saja kandang burung itu tidak terlalu banyak menyita tempat karena halaman itu masih cukup luas.
Rumah Mbah kung dan utinya itu adalah rumah tempo dulu, bangunan Jawa yang di padu padankan dengan bangunan Belanda.
Dulu keluarga Mega adalah keluarga yang cukup terpandang dan berkecukupan di kampung.
Empat pilar besar berwarna putih senada dengan cat rumah menyangga teras rumah, sementara di teras rumah di letakkan kursi kursi kayu jati.
Lampu gantung lawas kesayangan Mbah kungnya rupanya masih menggantung menghiasi teras, kesan kuno dan klasik begitu melekat.
Belum Mega mengetuk pintu, tapi pintu kayu yang cukup besar dan tinggi itu terbuka,
" Mbak Mega?!" seorang wanita berusia sepantaran mama Mega menyambutnya dengan senyum yang ceria.
" Buk Parni..?" Mega langsung memeluk wanita yang sudah bekerja sejak dulu dirumah itu.
" Kok Ndak telpon tho?! Kan bisa saya jemput di stasiun?" buk Parni memeluk Mega dengan penuh kerinduan.
" Tidak Buk, saya sengaja naik taksi, mau keliling keliling dulu.. Lama tidak pulang kesini..
Semuanya benar benar berubah drastis.." Mega melepaskan pelukannya.
" Iya, sudah sepuluh tahun mbak, sampean tidak pernah pulang sama sekali.."
Mega mengulas senyum, ia sungguh menyesal tidak pernah datang kembali ke tempat ini.
" Masuklah mbak, Kakung dan uti sedang di belakang, memberi makan ikan lele di kolam.."
" sekarang ada kolam lele?" tanya Mega,
" iya, ada kolam lele.. awalnya mujair mbak, tapi karena banyak yang mati, jadi Mbah kung merubahnya menjadi kolam lele, katanya lebih mudah di rawat.."
mega mengangguk, ia buru buru menarik kopernya untuk masuk.
Betapa terharunya kakek dan nenek Mega melihat kehadiran Mega, keduanya menangis karena rindu, cucunya...
cucu satu satunya,
yang sudah sepuluh tahun tidak mereka lihat, kini berada di hadapan mereka.
Setelah meluapkan semua kerinduannya selama ini, Mbah uti dan kakungnya menyuruh Mega untuk beristirahat di kamarnya yang dulu, kamar yang di tempatnya sejak ia kecil sampai remaja.
" Rencanamu berapa lama disini nduk?" tanya Mbah utinya saat Mega sudah menyelesaikan makan malamnya.
" Apa tidak apa apa kalau Mega lama disini mbah uti? Mbah kung?" tanya Mega dengan raut sedikit resah,
" lho? Kok pertanyaannya seperti itu nduk?,
Selamanya disini juga tidak apa apa, uti dan kung justru senang,
Tapi bagaimana dengan mama papamu?" tanya Mbah uti sembari mengelus rambut Mega.
" Mega sudah bukan anak kecil lagi uti, sudah cukup Mega menuruti kemauan papa dan mama," ucap Mega pelan.
" Lalu bagaimana dengan Yudha nduk?" tanya kakungnya,
" Mega tidak mau kembali padanya, karena itulah Mega kesini,"
" papa mama mu?"
" papa dan mama menyuruh Mega untuk kembali kepadanya,
Mega kesal, kesal sekali..!" mata Mega berkaca kaca mengingat apa yang sudah Yudha lakukan kepadanya.
" Bisa bisanya papa dan mama mu seperti itu nduk, sudah sepuluh tahun berlalu, tapi mereka tetap tidak berubah.." keluh kakungnya.
" Pokoknya Kakung dan uti harus melindungi Mega, Mega tidak mau kembali pada Yudha, Mega mau hidup sesuai dengan keinginan Mega sendiri.." Mega terlihat begitu sedih, uti dan kakungnya menangkap kesedihan itu.
" Kau sudah terbiasa hidup di kota nduk, apa kau akan betah disini?" tanya utinya,
" iya, nduk.. Kita tinggal di kampung.. tidak ada keramaian dan gemerlapan seperti di Surabaya.." imbuh kakungnya,
" Mega tidak masalah kung, uti..
Mega memang sedang mencari ketenangan, kalau bisa sekalian Mega mau mencari kerja kota ini.."
Mendengar itu Kakung dan utinya terlihat kaget,
" kau sungguh sungguh nduk? Kau mau mencari pekerjaan disini?" tanya Mbah kakungnya,
" iya kung, Mega tidak mau menjadi beban kung dan uti.."
Laki laki tua itu menghela nafas pelan, sejujurnya ia sedih dengan kondisi cucunya, tapi nasi sudah menjadi bubur, yang bisa di lakukan sekarang adalah menghibur cucunya itu dan menjaganya dengan baik.
" Kau jangan pikirkan itu dulu.. Tenang tenanglah kau disini..
kung inginnya kau menikmati hari harimu dengan tenang dan tanpa beban..
Apa yang di lakukan Yudha sudah pasti sangat menyakitimu..
Apalagi sikap kedua orang tuamu yang tidak memihakmu sama sekali..
Kau pasti sangat kecewa,
kung dan uti sayang padamu..
Jadi tenang tenanglah disini nduk..",
Mega mengangguk, ia sungguh bersyukur, masih memiliki kakek dan nenek yang sungguh amat menyayanginya.
jadi terpaksa saya buat yg baru.. hikhikhiks..
bingung ini gmn caranya nerusin novelnya.. judul ini keputus..😢🙏
Bau2nya Wira bakal diinterogasi Mega 😂