Reyn Salqa Ranendra sudah mengagumi Regara Bumintara sedari duduk di bangku SMA. Lelah menyimpan perasaannya sendiri, dia mulai memberanikan diri untuk mendekati Regara. Bahkan sampai mengejar Regara dengan begitu ugal-ugalan. Namun, Regara tetap bersikap datar dan dingin kepada Reyn.
Sudah berada di fase lelah, akhirnya Reyn menyerah dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Pada saat itulah Regara mulai merindukan kehadiran perempuan ceria yang tak bosan mengatakan cinta kepadanya.
Apakah Regara mulai jatuh cinta kepada Reyn? Dan akankah dia yang akan berbalik mengejar cinta Reyn?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1. Cinta Dalam Diam
Senyum begitu lebar terukir di wajah Reyn Salqa Ranendra, putri dari Restu Ranendra. Diam-diam ternyata dia menyukai kakak kelasnya sendiri, yang tak lain adalah teman sekelas sang Abang.
Selama setahun ini Reyn hanya bisa menatap lelaki itu dari kejauhan. Mengambil gambarnya diam-diam supaya dia bisa memandang wajah tampan lelaki itu di setiap saat.
Reyn menyandarkan tubuhnya. Dia mengingat pertemuan pertama dirinya dan juga lelaki yang dia kagumi. Itu bermula dari awal mula Reyn masuk SMA. Kegiatan MPLS mempertemukan Reyn dan Regara Bumintara. Dalam masa MPLS kelas Reyn dibimbing oleh Regara untuk mengenal lingkungan sekolah.
Awal mula melihat wajah tampan, alim dan tak banyak bicara biasa saja. Setelah suara bassnya terdengar, Reyn terpana dan jantungnya berdetak tak karuhan. Apalagi setiap kali dia senyum, Reyn akan menatapnya dengan penuh cinta.
Di kelas pun Reyn tak bosan untuk memandangi lelaki tampan itu. Namun, setiap kali Regara menatapnya, Reyn selalu memalingkan wajah. Seakan tak terjadi apa-apa. Padahal jantungnya seperti orang lari maraton.
Tangannya mulai mengusap salah satu foto candid. Regara adalah definisi obat tidak selalu berbentuk tablet maupun sirup.
"Kamu adalah alasan kenapa aku masih bisa hidup sampai sekarang."
Pintu terbuka, Reyn buru-buru menyimpan album foto tersebut. Kembarannya, yakni Rayyan Rajendra mulai masuk ke dalam kamar.
"Bisa gak sih ketok pintu dulu?" omel Reyn.
"Apaan sih lu, Mpok? Gegayaan kata gua mah."
Lelaki tampan itu merubuhkan tubuhnya di atas tempat tidur Reyn hingga sang pemilik berdecak kesal.
"Gua males padahal ikut ke acara wisuda Abang," keluh Rayyan.
Reyn terdiam untuk sesaat. Mendengar kata wisuda membuat hatinya sedih. Di mana dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan lelaki yang dia kagumi.
"Empok! Lu kenapa bengong?"
Reyn sedikit terkejut dibentak oleh Rayyan. Kepalanya pun menggeleng pelan. Wajahnya terlihat begitu sedih.
"Gak usah sedih, Mpok. Abang kan ngelanjutin kuliahnya masih di sini. Gak boleh kuliah di luar sama Mami."
"Bukan itu yang gua sedihin, Yan. Apa gua akan bisa bertemu dia lagi?"
Pintu kamar kembali terbuka. Si kembar tak identik itupun menoleh dan sudah ada sang Abang yang berdiri di ambang pintu. Kedua alis Abang Er menukik tajam melihat wajah sang adik perempuan.
"Si Empok sedih Abang mau lulus SMA."
Kalimat Rayyan membuat Abang Er semakin menunjukkan wajah datarnya. Tak dia sangka sang adik perempuan berlari dan berhambur memeluk tubuhnya. Kaos bagian dadanya pun mulai basah. Tangan yang melingkar di pinggangnya pun begitu erat.
"Ray udah bilang kalau Abang gak akan kuliah di luar. Tapi, Empok tetep aja sedih."
Abang Er menghembuskan napas kasar. Perlahan dia memundurkan tubuh Reyn. Ya, adiknya menangis. Air mata yang sudah membasahi pipi diusap oleh sang Abang.
"Apa yang membuat lu sedih?"
Sebuah tanya yang membuat dada Reyn berdegup hebat. Dia tak berani menatap sang Abang.
"Reyn--"
Ingin Abang Er melanjutkan ucapannya. Namun, melihat Reyn seperti itu dia urungkan.
"Cuci muka! Terus ke bawah. Mami sudah nunggu kita."
Abang Er meninggalkan Reyn dan Rayyan. Sudah lama dia mengetahui sesuatu. Tapi, masih dia pendam dan dia pantau dari kejauhan karena belum saatnya dia tanyakan.
.
Memakai pakaian yang senada untuk menghadiri wisuda Erzan Akhtar Ranendra. Tak terasa lelaki yang begitu dingin dan datar itu sudah lulus SMA.
Mata Reyn seperti mencari sesuatu. Dia belum melihat lelaki yang dia kagumi. Tak lama berselang, lelaki tampan dengan memakai jas hitam berjalan menuju siswa yang lainnya. Wajah Reyn pun berubah seketika.
"Auramu, Kak. Buat jantung Reyn pengen lepas."
Sang mami menyenggol lengan sang putri. Sontak Reyn pun terkejut.
"Senyum sama siapa?"
"Eh, itu Mi--"
Untung saja suara MC sudah terdengar menandakan acara sudah dimulai. Reyn terlepas dari pertanyaan sang mami. Dia percaya insting seorang ibu itu begitu kuat.
Tangan Reyn sudah gatal ingin mengambil gambar Rega karena hari ini lelaki tersebut seribu kali lebih tampan dari sebelumnya. Namun, Reyn tengah diapit oleh keluarganya dan mengharuskan dia bersikap kalem.
Pemilik nilai tertinggi ujian mulai dipanggil. Rayyan begitu yakin jikalau nama sang Abang yang akan dipanggil.
"REGARA BUMINTARA."
Senyum Reyn begitu lebar ketika mendengar nama sang crush. Sudah pasti wajah tampannya akan terpampang di layar besar. Dia abaikan ocehan kembarannya. Dia hanya fokus pada layar besar di mana wajah Rega terpampang begitu jelas sekarang. Senyumnya begitu menawan hingga menular kepada Reyn.
"Andai tidak ada keluarga, akan aku abadikan wajah tampanmu, Kak."
Kedua orang tua Abang Er begitu bahagia melihat putra kebanggaan mereka sudah lulus sekarang. Pelukan hangat dari sang mami membuat hatinya sedikit terharu. Juga tinjuan pelan di lengan dari sang papi membuatnya tertawa.
"Kuliah yang benar dan jadi kebanggaan Mami dan Papi."
Anggukan pun Abang Er berikan. Senyum yang jarang sekali terukir kini malah dia tunjukkan. Namun, kalimat sang adik bungsu membuat senyum Abang Er menghilang.
"Kenapa bukan Abang yang jadi pemilik nilai ujian tertinggi?"
Ya, Rayyan tahu sang Abang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Meskipun, sering bolos tetap saja juara pertama bisa Abang Er raih.
Reyn menjambak rambut Rayyan yang sudah rapi hingga dia mengaduh. Tatapan tajam penuh arti Reyn tunjukkan.
.
Sebuah pesan masuk ke ponsel Reyn. Dahi Reyn mengkerut ternyata sang Abang yang mengirimkan pesan.
"Kita ngopi. Gua udah di atas motor."
Reyn menggelengkan kepala membaca pesan sang Abang. Lelaki yang tak pernah menginginkan penolakan dan juga sangat memaksa. Alhasil Reyn pun mengikuti kemauan sang Abang.
"Pegangan!"
Sejudes dan sejutek apapun Abang Er, dia adalah seorang kakak yang begitu perhatian. Cara menyampaikannya memang beda, tapi Reyn yakin sang Abang sangat menjaganya juga menyayanginya.
"Pesen yang lu mau!"
Sedang memilih minuman, Reyn terkejut ketika jaket yang dipakai sang Abang ditaruh di pundaknya.
"AC di sini sangat dingin."
Reyn tersenyum dengan air mata yang sedikit menggenang. Awalnya dia mengira sang Abang tak menyayanginya karena sikapnya yang seperti orang tak peduli. Namun, ketika dia sedang tak baik-baik saja. Pelukan hangat Abang Er mematahkan anggapannya.
Baru saja meminum minuman yang dipesan, pertanyaan sang Abang membuat Reyn tersedak.
"Lu suka sama si Rega?"
Tatapan tajam Abang Er sudah tertuju pada Reyn. Dan kalimat lain keluar dari bibirnya lagi.
"Yang lu tangisi itu bukan gua kan? Tapi crush lu itu."
Reyn semakin tak bisa berbicara. Untuk menegakkan kepala pun begitu sulit.
"Lihat wajah gua, Reyn!"
Ketika suara Abang Er sudah penuh dengan penekanan, disitulah Reyn harus mengikuti apa yang dikatakannya. Wajah datar dengan sorot mata penuh interogasi membuat mata Reyn memerah menahan tangis.
"Gua tahu semuanya, Reyn. Lu dan Rayyan selalu gua awasi. Gak akan ada yang bisa kalian tutupi."
Reyn tak bisa berkata lagi. Air matanya sudah menggenang dan sebentar lagi akan jatuh.
"Apa yang membuat lu diam-diam memperhatikan dan mencari tahu tentang Regara? Sampai-sampai lu tak pernah absen mengambil foto dia setiap kali lu liat dia."
Abang Er memberikan album foto yang Reyn tahu itu milik siapa.
"Dia alasan utama Reyn bisa survive dan berada di samping Abang, Yayan, Papi dan Mami sampai sekarang. Dia seperti obat untuk Reyn."
Bendungan bulir bening pun akhirnya jebol. Bibirnya bergetar ketika kembali berbicara.
"Ijinkan Reyn mencintai dia, Bang."
...***To Be Continue***...
Boleh minta komennya? Baca dari awal sampai akhir, ya. Jangan nimbun bab dan berhenti di tengah jalan.