Hubungan manis antara Nisa dan Arman hancur akibat sebuah kesalahpahaman semata. Arman menuduh Nisa mewarisi sifat ibunya yang berprofesi sebagai pelacur.
Puncaknya setelah Nisa mengalami kecelakaan dan kehilangan calon buah hati mereka. Demi cintanya untuk Arman, Nisa rela dimadu. Sayangnya Arman menginginkan sebuah perceraian.
Sanggupkah Nisa hidup tanpa Arman? Lantas, berhasilkah Abiyyu mengejar cinta Nisa yang namanya selalu ia sebut dalam setiap doanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaisar Biru Perak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 Putri Pelacur
"Apa ini, Mas?" Nisa tersenyum manis melihat apa yang dilakukan suaminya, Arman.
Biasanya Nisa-lah yang mengurus keperluan Arman. Tapi pagi ini sedikit berbeda karena Arman sudah lebih dulu melayaninya. Padahal, Arman masih tertidur pulas saat Nisa bangun tadi.
"Sarapan untuk istri tersayangku," jawab Arman.
Pria itu meletakkan nampan berisi susu hangat dan roti diatas meja. Lalu mencium kening Nisa yang baru keluar dari kamar mandi.
Sontak tingkah Arman yang kelewat romantis membuat Nisa heran. "Mas, hari ini kamu aneh!"
"Kamu yang aneh." Arman mencubit pipi Nisa. Terlalu gemas dengan kebiasaan istrinya yang selalu lupa dengan hari ulang tahunnya sendiri.
Tanpa basi-basi, Arman pun mengeluarkan sebuah kotak hadiah berisi cincin yang sudah dia siapkan, lalu menyematkannya di jari Nisa.
"Selamat ulang tahun, sayangku!" Arman tersenyum manis. Sangat manis dimata Nisa yang sangat mencintainya.
"Terimakasih, Mas!" kata Nisa sembari memeluk erat suaminya.
"Kamu suka?" tanya Arman.
"Suka". Nisa mengangguk. Tentu saja Nisa menyukai hadiah itu. Tapi, menjadi istri Arman adalah hal yang paling dia sukai.
Masih dalam dekapan Arman, Nisa mengangkat wajahnya. Memandang lekat wajah pria yang selalu menginginkan anak laki-laki darinya.
"Kenapa melihat dengan tatapan seperti itu?" Arman menyentil hidung mancung Nisa. "Menggoda suamimu?"
"Siapa juga yang menggoda?" Kaget, Nisa mencubit ringan lengan Arman. " Nisa hanya bersyukur memiliki suami seperti kamu, Mas!"
Arman yang mendapatkan pujian setinggi langit dari Nisa pun kembali memeluknya. "Sayang, aku juga sangat bersyukur memiliki istri seperti kamu. I love you."
Sebuah ciuman hangat mendarat di bibir Nisa. Sepertinya Arman ingin mengulang adegan menggairahkan semalam.
"Mas." Nisa mendorong tubuh Arman. Mengingatkan suaminya jam berapa sekarang. "Kita harus kerja, kan?"
Arman pun melirik jam di dinding. Sedikit kecewa, tapi tetap membiarkan istrinya bersiap.
***
"Sayang, maaf ya. Sepertinya Mas nggak bisa jemput kamu hari ini." Arman memegang tangan Nisa dengan wajah menyesal.
Maklum, pria itu sedang dipromosikan. Banyak tugas baru yang menantinya di kantor.
Nisa yang bekerja sebagai resepsionis hotel tentu tidak mempermasalahkan hal itu. "Nggak apa-apa. Nisa bisa pulang sendiri."
Wanita cantik dengan balutan hijab itu mencium punggung tangan Arman. Tak ingin ketinggalan, Arman membalasnya dengan mencium ubun-ubun Nisa. "Sampai jumpa nanti malam!"
"Hati-hati di jalan!" sahut Nisa seraya melambaikan tangan.
Untuk beberapa saat, Nisa tak beranjak. Setelah motor suaminya hilang dari pandangan, barulah Nisa bergegas memasuki pelataran hotel.
Hari itu Nisa bekerja seperti biasa. Masuk pukul 07.00 pagi dan pulang pukul 15.00 sore. Sayangnya salah satu rekannya absen sehingga Nisa terpaksa menggantikannya. Praktis, Nisa harus lembur sampai jam 23.00 malam.
Malam itu semuanya berjalan lancar. Sampai Sandra, Asisten General Manajer menghampiri Nisa dan memarahinya.
"Nisa?" Sandra memasang wajah marah. "Kenapa kamu mengirim sembarang orang untuk mengganti sprei di kamar tamu VVIP kita?"
"Maaf?" Kaget, Nisa pun berdiri. "Sembarang orang?" tanyanya dengan wajah bingung.
Nisa sudah melakukan pekerjaannya sesuai prosedur. Menghubungi bagian room service untuk mengganti sprei sesuai permintaan tamu VVIP yang menghubunginya beberapa menit yang lalu. Lantas, dimana letak kesalahannya?
"Kamu tahu, tamu VVIP kita itu tidak suka sembarang dilayani orang. Setidaknya minta bagian room service untuk mengirim pegawai wanita yang paling menarik. Bukannya pria aneh seperti karyawan yang kamu kirim barusan!" semprot Sandra.
Kali ini, Sandra tidak hanya berteriak. Wanita lajang itu bahkan sampai memukul meja resepsionis sebagai bentuk luapan kekesalannya.
"Maaf atas kesalahan saya, Nona Sandra!" Nisa mulai gelagapan dimarahi atasannya yang arogan. "Saya akan menghubungi room service untuk mengirim pegawai yang lain."
"Tidak perlu!" Sandra melipat dua tangannya. Lalu memberikan tatapan penuh intimidasi dan berkata, "Kamu saja yang pergi!"
"Saya?" Mata Nisa memelotot. Dia hanya resepsionis, mengganti sprei bukanlah tugasnya. "T-tapi itu kan bukan,-"
"Cukup!" Suara Sandra kian meninggi. "Pergi sekarang atau kamu saya pecat jika tamu VVIP kita komplain atas pelayanan hotel yang buruk!"
"B-baik, Nona Sandra. S-saya akan mengganti spreinya sekarang." Dengan berat hati, Nisa pun menyanggupi permintaan Sandra.
Bergegas menuju kamar VVIP itu tanpa tahu rumah tangganya yang harmonis bersama Arman sedang dipertaruhkan.
"Lama sekali!" tegur seorang tamu pria yang menyambut Nisa di dalam kamar.
"Maaf, Pak!" Nisa tersenyum tipis. "Saya akan mengganti spreinya sekarang!"
Dengan cekatan, Nisa melakukan tugasnya. Sementara pria mabuk itu memperhatikan Nisa dari ujung kepala sampai ujung sepatunya.
Pria itu tersenyum puas. Pelayan cantik seperti Nisa-lah yang dia inginkan. Bukan pria setengah baya seperti pelayan yang masuk ke kamarnya beberapa menit yang lalu.
"Namaku Freddy." Tak lama berselang, tamu hotel itu bangkit. Berdiri di belakang Nisa yang sudah selesai mengganti sprei. "Temani aku tidur malam ini!"
DEG
Nisa terdiam. Keringat dingin mulai menjalar mendengar permintaan Freddy barusan.
"Pak, sepertinya Anda salah orang?" Perlahan, Nisa menjauh. "Sprei sudah diganti. Selamat malam!" ucap Nisa beralasan.
Nisa segera berbalik arah, ingin keluar dari kamar itu secepatnya. Sayangnya, tangan pria itu sudah lebih dulu menariknya.
"Ingin pergi begitu saja?" Pria itu tersenyum penuh nafsu. "Tidak semudah itu ... cantik!"
Pria itu menarik tangan Nisa. Mendorong tubuhnya ke ranjang untuk memulai aksinya.
Sementara itu, Nisa semakin panik. "Tolong, biarkan saya pergi, Pak!"
"Jangan bercanda." Pria itu menyeringai. Mencoba mencium bahkan membuka pakaian Nisa. "Kamu harus melayaniku malam ini, sayang!"
"Lepas!" Sekali lagi Nisa berteriak. Menendang dan mendorong Freddy dengan sekuat tenaganya. Beruntung pria itu mabuk. Jadi Nisa memiliki kesempatan untuk kabur.
"Wanita jalang!" Freddy mengamuk. Pria itu segera bangkit. Meraih Nisa dan mencengkeram lehernya sebelum menariknya keluar kamar. "Pelayanmu sangat buruk!"
Tidak hanya mengumpat dan mendorong dengan kasar, Freddy bahkan mengambil segepok uang dan menghamburkannya kearah Nisa. "Ambil itu dan pergi!"
BRAK
Pintu di tutup dengan kasar. Nisa yang diperlakukan layaknya wanita malam bahkan tidak tahu harus melakukan apa saking kagetnya.
Wanita itu terdiam di lantai. Sampai dia melihat siluet seorang pria yang sangat dia kenal tengah berdiri di ujung lorong.
"Aku khawatir karena kamu tak kunjung keluar." Perlahan, Arman mendekat. "Tapi, sepertinya percuma karena kamu baru saja bersenang-senang dengan tamu hotel."
"Mas Arman?" Masih bersimpuh di lantai, Nisa mengangkat wajahnya. "Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan!"
Nisa segera bangkit. Ingin mengadu dan menceritakan apa yang baru saja ia alami. Tapi, begitu Nisa mendekat, Arman justru memberikan hadiah berupa tamparan keras di pipinya.
PLAK
"Jangan mendekat!" hardik Arman.
Nisa memelotot sembari memegangi pipinya yang kemerahan. Buliran air mata yang jatuh dari manik-manik matanya sudah menjelaskan betapa nelangsanya dia.
Yah, pipi Nisa memang sakit. Tapi hatinya jauh lebih sakit karena ini adalah kali pertama Arman memukul Nisa.
"K-kenapa?" Suara Nisa terbata-bata. "Kenapa aku tidak boleh mendekat, Mas?"
"Aku bisa menerimamu meskipun kamu lahir dari rahim seorang pelacur. Tapi aku tidak menyangka diam-diam kamu mewarisi profesi hina itu, Nisa!"
***