Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perempuan masa lalu
Netra ini tak berkedip menatap laki-laki tinggi tegap yang sedang asik ngobrol dengan teman-teman sesama alumni semasa SMA dulu. Ya, dia Pandu Aditama. Laki-laki yang sejak dulu ku impikan. Mencintainya dalam diam, sosoknya yang supel, dengan penampilan yang semakin menarik. Kulitnya yang putih, matanya yang sipit tapi punya tatapan yang tajam, dan sekarang tubuhnya semakin terlihat berisi dengan bodinya yang tinggi tegap. Laki laki yang kini menjadi salah satu perwira tinggi di Tentara Angkatan udara itu telah menghipnotis mata ini agar tak lepas dari memperhatikan semua gerak geriknya.
Bahkan sejak tadi, terlihat Pandu juga sering mencuri tatap ke arahku, senyum manisnya terbit begitu indahnya tatkala mata kami saling bertatapan. Aaah cinta yang lama terpendam kini semakin merekah.
" Ra, aku perhatikan kamu sama Pandu saling lirik, sepertinya aku mencium bau-bau tidak enak nih." tiba tiba Soni datang menghampiri dan langsung menembak ku dengan ucapannya yang ceplas-ceplos. "Apa an sih, sok tau kamu. kebiasaan deh." sahutku salah tingkah. Soni adalah salah satu teman yang dekat denganku, dia sering curhat dengan semua masalahnya. Soni terkenal sebagai Playboy kelas teri, bahkan istrinya sudah tiga, tapi sebagai sahabat dia sangat baik dan menjaga. Itulah yang aku suka darinya dalam persahabatan kami.
" Tadi, dia minta no WA kamu. Gimana, dia keren kan sekarang? tapi sayangnya dia sudah punya istri." lanjut Soni dengan ekspresi jahilnya.
"Dia sudah menikah Son? sayang ya, sepertinya aku harus patah hati untuk kedua kalinya." Soni tertawa lebar, sepertinya sengaja ingin meledekku. Dari dulu cuma Soni yang tau seperti apa perasaanku pada Pandu, bahkan aku sering menangis kala melihat pandu bersama wanita lain. Pandu memang salah satu siswa populer saat itu, banyak siswi yang mengejarnya, bahkan dia seringkali berganti pasangan. Tapi entah kenapa hati ini masih terus berharap cinta pada laki laki play boy sepertinya. Dan sialnya, sampai sekarang rasa itu, masih tetap sama, bahkan semakin menggila.
"kalau kamu yakin dan sanggup dengan resikonya, perjuangkan cintamu Ra. Karena aku yakin, Pandu juga menyimpan rasa ke kamu."
" Dari mana kamu tau? jangan mendorongku untuk jadi pelakor kamu Son, dasar teman menyesatkan." sungutku kesal pada sahabat karibku itu.
"eeh, bukan pelakor, tapi istri kedua pak perwira." hahahaa suara tawa Soni semakin membuatku kesal. Bisa bisanya dia bicara seenaknya tanpa di filter, bahkan banyak pasang mata yang tertuju pada kami. Duh malunya, tapi bagaimana lagi, dari dulu Soni memang begitu. Padahal sekarang ini dia sudah menjadi polisi yang bertugas di Polsek, tapi sifat cueknya tidak pernah hilang.
" Sudah, malu aku dilihatin orang. Bagaimana kalau ada teman kita yang dengar. Malu lah Son." sungutku pada Soni yang malah cengengesan tak jelas, bahkan nampak Pandu sedang menatap ke arah kami dengan tatapan yang entahlah, jujur aku jadi salah tingkah, jantung sudah tak bisa aku kendalikan.
" Terus saja kamu ketawa sampai bibirmu kering, sudah, aku mau pulang." malu dan salah tingkah, akhirnya membuatku ingin pergi dari tempat dimana kami sedang berkumpul, mengenang masa masa sekolah dulu.
"Mau kemana kamu Ra, kenapa buru buru?" sapa Linda, saat melihatku berjalan cepat keluar dari acara yang dibuat di salah satu rumah makan dengan nuansa taman yang indah.
"mau pulang Lin, aku duluan ya." pamit ku pada perempuan cantik yang dulu dikabarkan pernah dekat dengan Pandu.
"kok buru buru, kita belum ngobrol banyak loh ini. ayolah Ra, jarang jarang kita kumpul kayak gini." cegah Linda dengan nada manjanya. Pantas saja, Pandu pernah tergoda, suara Linda sangat seksi bahkan gayanya yang manja, pasti bikin para laki laki tergoda ingin mendekatinya.
"maaf Linda, aku lupa, kalau besok harus keluar kota berangkat pagi pagi, ada kerjaan yang menungguku, next time ya."aku berusaha memberi alasan agar tidak terlihat menghindar, tapi memang benar, besok pagi aku harus ke kantor cabang yang ada di Blitar, jadi aku tidak berbohong.
"yasudah, hati-hati ya."kamipun cipika cipiki tanda perpisahan. Melanjutkan langkah dengan jiwa separuh tertinggal. Iya, cintaku tertinggal disana, di hati seorang Pandu. Cinta yang hanya sepihak, tepatnya cuma aku yang merasakan. Sangat memalukan bukan.
"Clara Prameswari." langkahku terhenti saat ada suara memanggil namaku dengan sebutan lengkap. Dan seketika jantungku serasa ingin berhenti berdetak, wajah tampan itu kini tersenyum dengan tatapan matanya yang aah, yang pasti tubuh ini seketika melemas, sangking tak percayanya, jika seorang Pandu datang mengejar ku. Duh pedenya aku.
"Mau kemana? acara belum selesai. dan aku juga belum bicara sama sekali denganmu."sambung Pandu dengan gaya nya yang cool.
" Aku, a ku."entah dimana keberanian ku, berhadapan dengan yang dicinta membuatku tak berkutik sama sekali.
"Aku ingin bicara Ra, bisa?." sambung pandu dengan senyumnya yang terlihat begitu manis.
"Bicara? soal apa?" jawabku bingung.
"Soal hati." balasnya tanpa ragu, dan seketika tangannya menyambar jari jariku untuk digenggamnya erat, tanpa sadar akupun mengikuti langkahnya menjauh untuk mencari tempat duduk jauh dari teman teman. Kami menikmati malam di bawah temaram lampu taman di ujung restoran, duduk berdua di tempat yang hanya kita berdua yang ada. " Sebentar, aku mau pesan minum, kamu mau apa? kopi?" tawarnya lembut dan aku hanya bisa mengangguk dengan dada yang terus berdegup kencang. 'Cintaku sedang ada di hadapanku, haruskah aku melepasnya lagi.'