Aku hanya sesekali berpapasan dengannya, di lift, di koridor. Ya, dia tampak seperti pria biasa. Hanya sedikit aneh. Wajahnya dingin, tanpa senyum, bahkan nyaris tanpa ekspresi. Walaupun kuakui sebenarnya dia sangat tampan, dengan rambut cokelat berantakan dan mata birunya. Aku baru melihatnya beberapa hari ini. Sepertinya dia baru pindah ke gedung apartemen ini. Dan sepertinya, dia tinggal tepat di samping flatku. Kupikir dia semacam nerd atau apalah itu - Kirana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lady Magnifica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10
MANHATTAN, NEW YORK.
Alex tidak menyadari kalau sedari tadi langkahnya menuju ke ruangan kantor Bosnya, sedang diikuti seseorang. Dia mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu, ketika dirasakannya ada seseorang menepuk bahunya sekali.
"Geez, Kania!" umpatnya begitu melihat sosok cantik yang tengah tersenyum lebar padanya.
"Hi, Alex." Sosok cantik berambut cokelat panjang itu terkekeh. "Kau berhutang sebuah info penting padaku."
Alex mendesis. Lalu menggeleng.
"Kau bertemu dengannya?" tanya gadis yang dipanggil dengan nama Kania itu antusias.
"Emmm .. kenapa kau ingin tahu?"
Kania memutar bola mata indahnya. "Ayolah!"
"Well, yeah."
Mata Kania berbinar. "Bagaimana kabarnya? Apa dia menanyakanku?"
Alex mengelus rambutnya pelan. "Emm .. tidak."
Kania menghembuskan nafasnya dengan kasar. Wajah cantiknya terlihat kecewa. "Dia memblokir nomerku," ujarnya kesal.
Alex tergelak. "Kau tahu seperti apa Hayden, bukan?"
"Kau harus mengantarkanku menemuinya."
Alex menghela nafasnya. "You know, Kania, I have a lot af work to do (kau tahu, Kania, aku punya banyak pekerjaan)."
"Membantuku juga termasuk dalam daftar pekerjaanmu, Bodoh!" protesnya.
"Says who (kata siapa)?"
"Kata Ayahku."
Alex mendesis. "Sorry, Kania, aku harus menemui Ayahmu sekarang."
"Alex! Wait (tunggu)!"
Alex melambaikan tangannya tanpa menoleh ke arah Kania. Lalu menghilang di balik pintu.
.
.
Lelaki yang tengah duduk di kursi kerjanya itu berumur sekitar enam puluhan. Wajahnya tirus dengan jenggot tebal yang rapi. Sekilas tampak jelas kalau dia adalah seseorang dengan darah Eropa Timur. Dia adalah Mr. Esad Dervishi.
Senyumnya mengembang begitu melihat Alex masuk ke dalam ruangan.
"Bos," sapa Alex seraya membungkuk kecil.
"Kau berhasil menemui Hayden?" tanyanya.
Alex menarik kursi untuk didudukinya. "Ya."
"Ceritakan."
"Hayden akan mempertimbangkannya. Ada beberapa pekerjaan kecil yang harus dia selesaikan terlebih dahulu."
"Pekerjaan kecil?" Mr. Esad Dervishi mengerenyitkan dahinya.
"Ya, dia menjadi tenaga lepas sekarang. Mengerjakan pekerjaan - pekerjaan dari beberapa bandit di Seattle."
Mr. Esad Dervishi mengangguk - angguk. "Kerja yang bagus, Alex."
"Thanks, Bos."
Ponsel di saku kemejanya bergetar. Alex meminta izin pada Bosnya itu untuk memeriksanya. Satu pesan ada di layarnya.
Sandra.
Hi, Alex, I was wondering what are you doing right now (aku berpikir apa yang sedang kau lakukan sekarang)?
Alex tersenyum simpul memandangi layar ponselnya.
***
AURORA AVE, SEATTLE.
Entah sudah berapa lamanya Kirana berdiam di dalam kamar mandi toko. Menuntaskan hajatnya dan lain - lain.
Dia membasuh wajahnya yang kusut. Dipandanginya refleksi sejenak dirinya di dalam cermin. Lalu mengelap tangannya dengan kain yang tergantung di sisi cermin.
Brakk
Sebuah suara mengejutkannya. Kirana bergegas keluar dan menyapukan pandangannya di antara rak - rak yang berjejer. Sepi. Toko telah tutup. Tak ada siapa pun di sana.
"Vou?" panggilnya. Dia tahu gadis itu tinggal di lantai atas. Barangkali suara itu berasal dari Vou yang masih membereskan barang - barang di salah satu sudut ruangan. Namun tak ada sahutan.
Brakk
Kali ini suara itu terdengar lebih jelas. Berasal dari sebuah pintu di bawah tangga yang terdapat papan kecil bertuliskan Do Not Enter.
Kirana memasang telinganya baik - baik ketika sayup - sayup dia mendengar seseorang berbicara dari dalam sana.
"Ini peringatan untukmu, Mr. Nguyen."
"Morales memberimu waktu satu bulan."
Kirana mendekat dan menempelkan telinganya ke pintu. Terdengar jelas teriakan Keemo dari dalam sana. Dan suara pukulan. Lalu suara benda pecah. Tanpa pikir panjang lagi, diraihnya gagang pintu dan membukanya.
Dia terperangah.
Pemandangan di dalam sana membuatnya tercekat. Keemo duduk bersimpuh dengan darah segar yang mengalir di sudut bibirnya.
Namun, Kirana terkejut bukan main ketika melihat seseorang tengah menodongkan pistolnya tepat di kening Keemo, dan menarik kerah baju pria paruh baya itu. Pandangan matanya dan si pemegang pistol bertemu.
Dia, Hayden. Kini tubuhnya bergetar hebat.
"Kenapa kau masih di sini? Pergi sana!" Teriakan Keemo membuatnya terkesiap.
Dengan tubuh gemetaran Kirana segera berlari keluar toko. Dia panik. Apakah dia harus menelpon 911.
Kirana memutuskan untuk menyandarkan tubuhnya sejenak pada tiang lampu yang ada di sidewalk. Lalu mengatur nafasnya yang memburu.
Dia mencari ponsel di dalam tas selempangnya. Dia akan menelpon 911.
Namun, belum sempat dia menekan tombol call, seseorang menarik lengannya dan membawanya menuju sebuah mobil ford warna hitam yang terparkir di depan sana. Jantungnya seakan meloncat ketika menyadari siapa yang menariknya itu.
"Tolong, jangan sakiti aku, aku tidak akan menelpon polisi. Aku janji." Kirana meratap. Wajah tampan Hayden sama sekali tak mampu menghilangkan rasa takutnya saat ini.
"Masuk," pinta Hayden seraya membukakan pintu mobil untuk Kirana.
Kirana menuruti apa yang dikatakan Hayden. Beberapa saat kemudian mobil pun melaju.
.
.
"Aku akan tutup mulut. Aku tidak melihat apa pun," ujar Kirana memecah keheningan di dalam mobil Hayden.
"Kalau kau buka mulut, aku akan membereskanmu."
Kirana bergidik. Wajah dingin Hayden tampak lebih serius dari biasanya. Membuatnya terlihat seperti seorang dracula yang siap untuk memangsa korbannya. Kini Kirana sadar betapa mengerikannya Si Tampan yang membuatnya penasaran akhir - akhir ini.
Dan rasa penasarannya itu runtuh sudah.
Dia tidak akan pernah mengganggu Hayden lagi. Atau sekedar bertegur sapa dan mengajaknya minum kopi. Tidak.
Hayden menghela nafas dalam - dalam. Diliriknya gadis manis di sampingnya itu.
Wajahnya pucat. Terlihat dari pantulan lampu kota yang sesekali meneranginya.
Hatinya melembut.
.
.
Pintu lift terbuka. Hayden mempersilahkan Kirana untuk masuk terlebih dahulu. Keduanya saling diam hingga lift yang membawa mereka sampai di lantai lima. Hayden berjalan menuju flatnya. Sementara Kirana memberi jarak di belakangnya.
Hayden tak segera masuk ke dalam. Dia menunggu Kirana sampai di depan pintunya.
"Kira," panggilnya. Yang tentu saja membuat Kirana terperanjat. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam flatnya. Ragu - ragu dia menoleh pada Hayden.
Hayden tersenyum. Sekilas. " Sweet dream."
Kirana kembali terperangah. Dia tak percaya apa yang baru saja dia dengar. Tunggu. Dia pasti salah dengar. Kirana berpikir sejenak. Memijit dahinya pelan.
"Kau bilang apa?" tanya Kirana seraya mengangkat kepalanya untuk menatap Hayden.
Namun Hayden telah masuk ke dalam flatnya dan menutup pintunya rapat - rapat.
"So weird (sungguh aneh)," gumamnya.
***
***
intinya cerita kak lady selalu T O P B A N G E T👍👍