Perjalanan seorang pemuda bernama Cassius dalam mencari kekuatan untuk mengungkap misteri keruntuhan kerajaan yang dulu merupakan tempat tinggalnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mooney moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana perjalanan selanjutnya
Cassius mengangkat alis, tertarik dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. “Memang itulah yang aku harapkan”
Cassius lanjut berlatih untuk beberapa saat sebelum akhirnya langit mulai meredup. Rona jingga matahari terbenam berpendar di permukaan oasis, menciptakan bayangan panjang dari pepohonan yang mengelilinginya dan angin malam mulai berhembus pelan.
Mulgur meregangkan tubuhnya yang tua, lalu menepuk perutnya. "Baiklah, anak muda, sepertinya kita sudah cukup berlatih untuk hari ini. Sekarang, yang lebih penting adalah makan malam. Kau pikir bisa berburu sesuatu di sekitar sini?"
Cassius tersenyum kecil, menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu berburu. Aku masih punya banyak persediaan di dalam ruang penyimpananku. Kita bisa makan dengan nyaman tanpa perlu repot-repot mencari makanan."
Mulgur menaikkan alisnya, lalu tertawa. "Hah! Benar-benar praktis. Baiklah, kalau begitu aku akan membersihkan diri dulu. Air di oasis ini cukup jernih untuk mandi, bukan?"
Cassius mengangguk, membiarkan lelaki tua itu pergi ke tepi oasis. Sementara Mulgur sibuk membersihkan diri, Cassius mengeluarkan beberapa bahan makanan dari penyimpanannya—beberapa potong daging dan ikan, juga beberapa buah yang ia kumpulkan dalam perjalanan. Ia mulai menyiapkan makan malam, menyalakan api kecil dengan sihirnya, lalu memanggang daging di atas batu yang sudah dipanaskan.
Tak lama kemudian, Mulgur kembali, tampak lebih segar setelah membasuh tubuhnya. Cassius bergantian pergi ke oasis untuk membersihkan diri, membiarkan air hangat membasuh keringat dan debu dari tubuhnya setelah hampir seharian berlatih.
Ketika ia kembali, makan malam sudah siap. Langit malam sudah sepenuhnya gelap ketika Cassius dan Mulgur duduk di dekat api unggun, menikmati makanan mereka sambil berbincang. Suasana tenang, hanya suara gemericik air oasis dan nyala api yang sesekali berderak mengisi keheningan di antara mereka.
Setelah beberapa saat, Cassius akhirnya membuka pembicaraan dengan pertanyaan yang masih mengganjal di kepalanya. "Jadi, aku ingin tahu... sebenarnya, apa yang kau lakukan di gunung berapi ini? Dari semua tempat yang bisa kau datangi, kenapa kau memilih tempat ini? Kau belum menjawab pertanyaanku itu dari tadi siang bukan?"
Mulgur yang sedang mengunyah sepotong daging mendesah panjang sebelum menelan makanannya. "Hah... kau benar, maafkan aku. Sekarang, biarkan orang tua ini menjawabnya dengan jelas, anak muda. Aku ke sini untuk mencari bantuan."
Cassius menaikkan alis. "Bantuan? Untuk apa?"
Mulgur meletakkan makanannya dan menatap api unggun. Cahaya api memantulkan siluet wajahnya yang dipenuhi kerutan. "Aku memiliki sesuatu yang sangat penting di dalam diriku, tapi sayangnya telah direbut paksa dariku. Benda itu, disebut forest core yang berada didalam tubuhku. Itu adalah manifestasi dari energi alam yang memadat berbentuk kristal."
“Memangnya kenapa benda itu sangat penting?” tanya Cassius.
Mulgur menjelaskan dengan lebih rinci “Benda itu dapat menarik para mahluk yang mempunyai atribut dasar tumbuhan. selain itu, forest core juga bisa digunakan untuk mempengaruhi mahluk-mahluk seperti itu. Tapi sayangnya, saat aku... ehm... sedang berkeliling, aku kehilangan fokus dan tiba-tiba ada Treant yang menyerangku tepat dimana benda itu berada. Begitu dia mendapatkanya dia langsung menghilang diantara pepohonan besar. Hah... sungguh hari yang buruk”
Cassius mengerutkan kening. "Treant? Bukankah makhluk seperti itu harusnya bukan ancaman besar bagimu?"
“Memang, tapi itu pengecualian untuk satu ekor yang menyerangku waktu itu. Dia lebih cerdik daripada yang lain” Ucap mulgur sambil mengacungkan jarinya.
“Lalu siapa yang ingin kau mintai bantuan di tempat seperti ini” Cassius lanjut bertanya.
“Mereka disebut Draconian. Mereka sangat ahli dalam memanfaatkan elemen api, dan api adalah kelemahan mahluk yang memiliki atribut dasar tumbuhan.” Jelas Mulgur.
Lalu Cassius bertanya lebih lanjut untuk memastikan “Maksudmu ras setengah naga itu?”
Mulgur menjawab dengan detail “Biar kujelaskan sedikit. Draconian dulunya adalah manusia biasa yang menganggap para naga sebagai dewa mereka. Namun perlahan ketaatan mereka berubah menjadi obsesi hingga mereka melakukan ritual khusus yang membuat fisik dan kekuatan mereka berubah menjadi seperti naga. Bahkan beberapa diantaranya kehilangan akal mereka. Sedangkan yang kau maksud itu mungkin adalah ras Dragonewt.”
Cassius mengangguk pelan “hmm.. begitu ya.. memang apa bedanya antara kedu mahluk ini?”
“Jelas berbeda, Dragonewt adalah ras separuh naga dengan tampilan fisik lebih menyerupai manusia. Sedangkan Draconian lebih terlihat seperti naga tanpa sayap yang berjalan dengan dua kaki.” Jelas Mulgur lebih lanjut.
lalu dia menatap Mulgur dengan penuh pertimbangan dan melontarkan pertanyaan lebih lanjut. "Kalau begitu, apakah kau sudah bertemu dengan mereka?"
Mulgur tertawa kecil, lalu menggelengkan kepala. "Tentu saja belum! Tapi aku tahu di mana mereka tinggal.” jawab Mulgur sambil menepuk dadanya dengan bangga. “Mereka ada di kawasan yang lebih dekat dengan kawah gunung berapi dan aku berencana pergi kesana besok. Bagaimana menurutmu? Kau mau ikut bukan?"
Mendengar ajakan Mulgur, Cassius tanpa ragu menerimanya dengan nada santai. “Tentu saja aku ikut, mungkin aku juga bisa belajar satu-dua hal dari mereka.”
Mulgur tersenyum lebar lalu tertawa “Hahaha... kau memang menarik. Baiklah, sebelum aku beristirahat apa kau masih punya pertanyaan lain?”
Cassius menatap Mulgur dengan mata tajam, mencoba membaca ekspresi lelaki tua itu. “Aku ingin bertanya tentang makhluk api yang bersamamu di dalam gua sarang kadal raksasa itu,” ujarnya, suaranya tenang namun penuh dengan rasa ingin tahu.
Mulgur menghela napas sejenak sebelum menanggapi. “Kalau soal kadal raksasanya, aku tahu,” katanya, mengangkat tongkatnya dan menunjuk ke arah hutan di belakang mereka. “Itu adalah Basilisk. Makhluk purba yang menguasai bagian tertentu dari hutan ini. Makhluk itu bukan sekadar predator biasa. Ia memiliki kemampuan untuk mengubah sekitarnya menjadi tempat berburu yang cocok untuknya—benda atau mahluk hidup apapun bisa diubah menjadi batu, bisa mengeluarkan lava, dan tubuhnya sendiri adalah perpaduan antara api serta kutukan yang sulit dimengerti.”
Cassius mengangguk, menyerap informasi itu dengan saksama. “Jadi, kau tahu tentang Basilisk... Tapi bagaimana dengan makhluk api yang ada di sana bersamamu?”
Mulgur mengangkat bahu dengan wajah bingung. “Soal makhluk api itu... aku sama sekali tidak ingat apa pun,” ujarnya jujur. “Bahkan wujudnya saja aku tidak bisa ingat.”
Cassius sedikit menyipitkan matanya. “Serius? Kau sama sekali tidak ingat? Padahal aku melihatnya sendiri saat kau berjalan bersamanya. Makhluk itu luar biasa cantik, dan jujur saja, aku hampir terpengaruh olehnya. Seolah ada sesuatu dalam dirinya yang bisa menarik perhatian siapa pun.”
Mulgur menggaruk kepalanya, tampak frustrasi. “Kalau aku benar-benar tidak ingat, ya memang tidak ingat. Aku tidak punya alasan untuk menyembunyikan sesuatu darimu.” Ia menghela napas panjang, lalu menatap Cassius dengan tatapan serius. “Jika aku tidak bisa mengingatnya, mungkin ada sesuatu yang membuat ingatanku tentangnya terhapus atau terkunci. Bisa jadi itu kemampuan dari makhluk itu sendiri.”
Cassius terdiam sejenak, memikirkan kemungkinan itu. “Kalau begitu, memang ada hal yang lebih berbahaya dari yang kuduga,” gumamnya, suaranya lebih pelan.