Di kehidupan sebelumnya, Duchess Evelyne von Asteria adalah wanita paling ditakuti di kerajaan. Kejam, haus kekuasaan, dan tak ragu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Namun, semuanya berakhir tragis. Pengkhianatan, pedang yang menembus perutnya yang tengah mengandung besar itu mengakhiri segalanya.
Namun, takdir berkata lain. Evelyne justru terbangun kembali di usia 19 tahun, di mana ia harus menentukan jodohnya. Kali ini, tekadnya berbeda. Bukan kekuasaan atau harta yang ia incar, dan bukan pula keinginan untuk kembali menjadi sosok kejam. Dia ingin menebus segala kesalahannya di kehidupan sebelumnya dengan melakukan banyak hal baik.
Mampukah sang antagonis mengubah hidupnya dan memperbaiki kesalahannya? Ataukah bayangan masa lalunya justru membuatnya kembali menapaki jalan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Tak Ingin Mengubah Sejarah
Berkat kejadian itu, semua merasa ketakutan, dan rasa takut itu sekaligus membuat orang-orang yang sebelumnya meremehkan Evelyne tunduk di hadapannya.
“Ingat baik-baik, siapapun yang berani menyentuh priaku, berarti siap memisahkan tubuh dari kepalanya!” ucap Evelyne lantang. Piter terkejut dengan ucapan Evelyne.
Obsesi Evelyne sungguh luar biasa. Benarkah itu? Apakah itu tindakan yang layak bagi seorang bangsawan seperti Evelyne?
Piter tak begitu memperdulikannya, yang terpenting saat ini adalah ketenangan Evelyne dan membuat wanita itu menjadi luluh kembali.
“Sudah, Eve, saya di sini.” Piter mengusap rambut Evelyne lembut. Seketika Piter tercekat kaget saat menyadari ada air mata di sudut mata Evelyne.
“Evelyne?” Piter mengusap air mata itu. Evelyne menerjang tubuh Piter dan memeluknya erat.
“Maafkan saya, Piter. Saya menunjukkan sosok saya yang seperti ini hiks.. hiks..” Perlahan, isak terdengar dari hidung Evelyne. Piter menghela napas dan mengangkat wajah Evelyne.
“Anda sangat hebat. Saya bangga kepada Anda,” ucap Piter sembari mengecup kening Evelyne dengan lembut.
Azura datang ke samping Evelyne karena acara berburu akan segera dimulai. Evelyne mengangguk, dan dengan bantuan Azura, dia beralih ke tenda peristirahatan.
“Apa saya tidak perlu ikut berburu ya?” tanya Piter karena tak tega pada Evelyne.
“Ikut sana! Bukankah kau berjanji akan memberiku peliharaan?” Evelyne mengatakan itu dengan sedikit lantang.
“Sudah ada di rumah, Evelyne. Baiklah, saya ikut berburu. Baik-baik di sini dan hati-hati,” bisik Piter sebelum akhirnya mengecup bibir Evelyne dan menaiki kudanya.
“Kembali dengan selamat, dan jangan terluka! Bila sampai Anda terluka, anda akan tahu konsekuensinya!” teriak Evelyne saat Piter sudah mulai menjauh.
Azura yang berada di samping Evelyne terkekeh melihat kelakuan Tuan dan Nyonya-nya. Dia membawa Evelyne untuk istirahat dan berjaga di samping Evelyne bagaikan kesatrianya.
“Azura, sebaiknya Anda duduk saja dan mengobrol denganku. Aku mulai bosan. Lihat para Lady itu menjauh dariku karena ketakutan.” Evelyne menatap para Lady yang menjauhi dirinya karena kejadian tadi.
“Benar, padahal yang Anda lakukan bukanlah kesalahan.” tambah Azura. Evelyne nampak sedikit berpikir.
“Sayang sekali aku tidak mematahkan tangannya tadi.” Azura tertawa mendengar ucapan Evelyne, dan Evelyne juga terkekeh karena kecemburuan dirinya telah membutakan hatinya.
“Anda sangat mengerikan saat marah, ya? Apakah Anda berani melukai orang?” tanya Azura bingung. Evelyne nampak sejenak berpikir.
“Entahlah, bukankah sesuatu perlu pertimbangan untuk mengambil tindakan?” Azura menghela napas lega. Nyonyanya adalah seorang Lady terhormat. Meski dia nampak ceroboh, namun segala yang dilakukan Evelyne nyatanya penuh dengan pemikiran yang matang.
“Azura, apakah Anda keturunan bangsawan?” tanya Evelyne lagi. Azura yang kini duduk di samping Evelyne menganggukkan kepalanya.
“Benar, saya Putri dari Baron Eliza. Namun karena gelar saya terlalu rendah, saya tidak begitu mempertimbangkan hal tersebut untuk menjadi seorang Lady. Saya justru memperjuangkan apa yang lebih saya sukai.” curhat Azura apa adanya. Evelyne terdiam, dia juga tahu mengenai hal tersebut dari kehidupan sebelumnya.
Di masa depan, Azura akan dikejar ugal-ugalan oleh Pangeran Mahkota, padahal saat itu Pangeran Mahkota sudah menikah dengan Diana. Alhasil, Azura yang hanya anak seorang baron lebih memilih kesukaannya dibandingkan dengan melirik cinta yang baginya hanya sesaat.
Namun nyatanya tidak demikian, bahkan sampai Azura wafat di medan perang. Pangeran Andreas yang saat itu sudah menjadi raja menangis di ruangannya selama beberapa hari. Di sinilah awal mula Andreas mulai jatuh sakit.
“Azura, kedepannya panggil aku Evelyne saja.” Azura tertegun mendengarnya. Dia faham akan pergaulan kelas atas. Karena mau bagaimanapun, dia pernah mengenyam pendidikan bangsawan meski sebatas pendidikan menengah saja.
“Saya usahakan,” jawab Azura sungkan. Evelyne tersenyum ramah.
“Mengapa Anda tidak menyukai saya saat pertama kali bertemu?” tanya Evelyne merasa penasaran.
“Saya dengar bila Anda adalah seorang Lady yang sangat licik, bahkan mempermalukan adik sendiri di acara Anda. Saya tidak suka pada orang yang sangat bangga akan statusnya dan justru mengucilkan orang lain yang lebih lemah darinya. Ternyata apa yang saya dengar itu adalah sesuatu yang salah. Saya tidak mengenal Anda dengan benar, dan itu adalah kesalahan terbesar saya.” jawab Azura panjang lebar mengatakan segala kesahnya saat itu.
“Tuan Duke Zisilus adalah orang yang meraih saya dari lumpur dunia sosialita. Dia membawa saya yang dulu terpuruk dan memperkenalkan saya dengan banyak teman baru. Saya tak menyangka, berbincang dengan para kesatria nyatanya lebih nyaman dibandingkan dengan kata-kata merepotkan yang dibuat sedemikian rupa hanya untuk mengatakan suatu hal. Bagi saya, dunia sosialita para Lady lebih kejam dibandingkan medan perang terbesar yang pernah saya ikuti.” ungkap lagi Azura dengan helaan napas berat.
“Ya, saat itu saya melepaskan penutup wajah adik saya. Anda pasti sudah tahu alasannya, bukan? Saya tak membenci Alena. Saya justru menyayanginya meski sekejam apapun dia kepadaku, karena dalam darahnya masih mengalir darah Astria, dan darah lebih kental daripada air.” ucap Evelyne, diam-diam sepasang telinga tengah mendengarkannya di luar tenda.
“Menyanginya?” Bingung sudah Azura menyikapi Evelyne, dia mengatakan sayang namun melakukan hal tersebut untuk mempermalukan adiknya sendiri. Sebenarnya apa yang ada di otak Nyonyanya itu? Pikirnya.
“Ya, bukankah setelah kejadian itu dia akhirnya dapat menikah dengan penerus Aragont itu? Nasi sudah menjadi bubur, laksa juga tak dapat menolak pernikahan itu setelah apa yang menimpa mereka?” Azura ber o saja mendengarnya.
“Anda sangat rumit. Anda adalah ahli strategi handal sepertinya,” kagum Azura. Evelyne terkekeh mendengarnya.
“Senang mendengar sanjungan Anda, Azura.” balas Evelyne. Waktu kian menuju ke siang. Beberapa pemburu sudah pulang dengan hasil buruan mereka.
“Gawat!” teriak seorang pengawal yang mengendarai kudanya yang datang dari arah hutan.
“Pangeran Mahkota menghilang!” teriaknya. Piter yang juga baru datang mengangkat alisnya.
“Saya akan mencarinya!” Piter memberikan isyarat pada anak buahnya untuk menimbang hasil buruannya, sedangkan dirinya langsung bergegas kembali masuk ke hutan.
“Tolong bantu Piter, Azura.” pinta Evelyne khawatir. Dia tak ingin memperlihatkan kemampuannya, karena dia juga yakin bila Piter sendiri dapat menyelamatkan Putra Mahkota yang buta arah itu.
Kesal ya kesal, namun Evelyne yang sudah mengenal Pangeran Mahkota sejak kecil cukup tahu bagaimana si pangeran itu yang buta arah, apalagi saat matahari tengah di atas kepala seperti saat itu.
“Apakah Anda akan baik-baik saja sendirian, Lady?” tanya Azura bingung. Toh dia juga sudah melihat bila Piter pergi bersama dengan kesatria lainnya, jadi keberadaan dirinya tak akan begitu berguna di sana.
“Pergilah. Anda meragukan kemampuan saya, ya?” kekeh Evelyne. Azura menggelengkan kepalanya dan menyerahkan sebuah belati pada Evelyne.
“Ini untuk menjaga diri Anda. Ingat, siapapun yang berani atau berniat hendak melukai Anda, maka langsung habisi saja. Jangan segan memotong tangannya yang lancang, Lady!” ucap Azura memberikan instruksi. Evelyne menganggukkan kepalanya.
“Baik, sekarang pergilah!” pinta Evelyne. Dalam sejarahnya, Putra Mahkota akan menghilang dari area perburuan dan ditemukan oleh Azura. Di sanalah benih cinta Putra Mahkota tumbuh untuk Azura.
Evelyne tak ingin menghalangi cinta Andreas untuk Azura, karena sama saja dirinya mengubah sejarah yang tidak seharusnya. Dia hanya ingin menghilangkan air mata, kesedihan, serta kehancuran yang akan melanda Negeri ini di masa depan, bukan menghancurkan sesuatu yang indah seperti cinta tulus Andreas untuk Azura.