Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Kehidupan Baru
Cahaya lembut matahari pagi menembus celah jendela kayu, menerangi ruangan kecil dengan sinarnya yang hangat. Suara burung berkicau di kejauhan, mengiringi hembusan angin yang menerpa dedaunan. Perlahan, kelopak mata seorang gadis kecil terbuka, menyambut dunia dengan tatapan yang masih buram.
Kesadaran mulai kembali. Sang Laksamana, yang kini hidup kembali dalam tubuh seorang anak, terbangun dengan kebingungan.
Di mana aku...? pikirnya.
Namun, sebelum ia bisa mencerna keadaan, tubuh mungilnya tiba-tiba direngkuh dalam pelukan hangat. Seorang wanita dengan rambut perak panjang dan dua ekor kucing menangis tersedu di dadanya.
"Ana!!! Akhirnya kamu bangun! Ibu kira kamu akan pergi meninggalkan ibu sendirian..."
Tangisan kebahagiaan itu membuatnya terdiam. Pelukan erat yang terasa nyata, suara yang penuh kasih sayang—ini semua bukan mimpi. Ia menatap wanita itu dengan mata membulat. Perlahan, ingatannya kembali mengalir. Ia adalah Gunther Lütjens, seorang Laksamana yang gugur bersama kapal kebanggaannya, Bismarck. Namun sekarang, ia telah bereinkarnasi menjadi Anastasia von Siegfried, seorang gadis kucing kecil, putri dari Seraphina.
Sang ibu, Seraphina, adalah mantan petualang peringkat S yang kini hidup sederhana di sebuah desa kecil. Karena ia berasal dari ras Nekomata, manusia setengah kucing, tubuhnya terlihat mungil, tetapi aura ketangguhan masih terpancar dari cara ia bergerak dan berbicara.
"Ibu...?" suara kecil Anastasia terdengar lirih. Kata itu keluar begitu saja, meskipun hatinya masih diliputi kebingungan.
Seraphina mengusap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang. "Ya, sayang. Ibu di sini. Ibu sangat bersyukur kamu akhirnya sadar. Kamu sudah tidur selama tiga hari sejak tenggelam di sungai."
Tenggelam? Sejenak, Anastasia merenung. Tubuh ini sebelumnya adalah seorang anak yang hampir mati karena insiden itu, lalu jiwanya yang baru ditempatkan ke dalam tubuh ini.
Saat sendirian, ia duduk di depan cermin tua di pojok kamar. Yang ia lihat adalah seorang gadis kecil dengan sepasang telinga kucing, rambut pirang yang sedikit bercampur perak, serta dua ekor yang mirip dengan ibunya. Perlahan, ia menyentuh wajahnya sendiri.
"Jadi, ini tubuh baruku..."
Kemudian, matanya menangkap sesuatu di pundaknya. Sebuah tato yang tampak misterius terukir di sana. Tato inilah yang disebut Dewi Velthoria.
"Tato apa ini...?" gumamnya.
Suara langkah kaki terdengar mendekat. Seraphina masuk ke kamar dengan senyum lembut. "Ada apa, Ana?"
Anastasia menoleh ke arah ibunya. "Ibu... tato ini. Sejak kapan aku memilikinya?"
Seraphina menghela napas sejenak sebelum menjawab, "Tato itu sudah ada sejak kamu lahir. Ibu tidak tahu dari mana asalnya, tetapi itu tidak pernah berubah sejak hari pertama kamu datang ke dunia ini."
Anastasia terdiam. Berarti Dewi Velthoria sudah menyiapkan tubuh ini sejak awal.
Malam pun tiba. Di dalam rumah kecil di pinggiran desa, Anastasia dan Seraphina duduk di meja makan. Setelah menikmati makan malam sederhana, mereka pergi ke kamar. Sang ibu bercerita tentang kehidupannya di masa lalu sebagai petualang.
"Ibu dan teman ibu pernah mengalahkan seekor naga yang mengancam kerajaan ini," kata Seraphina dengan nada bangga. "Tapi, tentu saja, itu tidak mudah. Kami harus menyusun strategi selama berhari-hari dan mempersiapkan diri dengan baik."
Anastasia menyimak dengan penuh perhatian. Ia masih merasa aneh dengan kehidupan barunya, tetapi mendengar cerita ibunya membuatnya sedikit nyaman.
Anastasia menatap ibunya dengan penuh rasa ingin tahu. "Jika Ibu adalah seorang petualang dan pernah mengalahkan naga, ke mana semua uang, penghargaan, dan pencapaian Ibu?" tanyanya dengan nada penasaran.
Seraphina, yang sedang duduk di tepi tempat tidur, tersentak mendengar pertanyaan itu. Ia menggaruk pipinya dengan canggung, lalu tertawa kecil. "Y-yah... Dulu Ibu suka minum dan membeli beberapa perlengkapan yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan, hehe..." jawabnya dengan nada malu.
Anastasia mengerutkan kening. "Jadi, Ibu menghabiskan semua harta yang Ibu dapatkan hanya untuk minuman dan barang-barang tidak penting?"
Seraphina tersenyum canggung. "Yah, kalau dipikir-pikir sekarang, sepertinya memang begitu... Tapi saat itu Ibu tidak merasa membuang-buang uang, lho! Semua perlengkapan yang Ibu beli terlihat keren!"
"Tapi, kalau begitu, ke mana semua perlengkapan Ibu sekarang?" tanya Anastasia lagi, masih belum puas dengan jawaban ibunya.
Seraphina menghela napas sebelum akhirnya tersenyum kecil. "Ah... Semua pedang dan perlengkapan Ibu disimpan oleh ayahmu. Dia takut kalau Ibu mabuk, Ibu bisa menghancurkan wilayahnya dengan tidak sengaja."
Anastasia terdiam sejenak, mencoba membayangkan ibunya yang kecil dan mungil ini bertarung melawan naga serta mengayunkan pedang besar. Lalu, tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul di benaknya. "Tunggu... Kalau begitu, berarti Ibu memang cukup kuat sampai Ayah khawatir seperti itu?"
Seraphina tertawa dan mengusap kepala putrinya dengan lembut. "Tentu saja! Dulu, Ibu adalah salah satu petualang terkuat. Tapi sekarang, tugas Ibu adalah merawatmu dan memastikan kamu tumbuh dengan baik."
Anastasia tersenyum kecil. "Kalau begitu, suatu hari nanti, aku ingin melihat perlengkapan Ibu!"
Seraphina terkekeh. "Mungkin suatu hari nanti, jika Ayah mengizinkan," katanya sambil menatap Anastasia dengan lembut. "Tapi sekarang, sudah cukup larut. Sebaiknya kamu tidur."
Ia menarik selimut dan menutup tubuh kecil Anastasia dengan hangat. Lalu, dengan gerakan lembut, ia menepuk kepala putrinya. "Selamat tidur, Anastasia."
Anastasia menguap kecil sebelum memejamkan matanya. "Selamat tidur, Ibu..."
Seraphina tersenyum melihat wajah putrinya yang perlahan terlelap. Dalam hati, ia merasa bersyukur bisa menjalani kehidupan sederhana ini bersama anak yang begitu berharga baginya.
Keesokan harinya, suara roda kereta kuda terdengar dari luar rumah. Anastasia, yang sedang duduk di dekat jendela, melihat seorang pria turun dari kereta bersama seorang anak laki-laki dan seorang wanita.
Seraphina membuka pintu dan tersenyum. "Heinrich... Liliane... August... Kalian datang."
Heinrich von Siegfried, seorang pria gagah berambut pirang dengan aura seorang bangsawan, berjalan mendekat dengan langkah mantap. Di sampingnya, Liliane von Siegfried, seorang wanita anggun dengan rambut pirang, berdiri dengan penuh wibawa. Dan di belakang mereka, seorang anak laki-laki seusia Anastasia, August von Siegfried, menatap dengan rasa ingin tahu.
"Seraphina, aku senang melihatmu baik-baik saja," kata Heinrich. Tatapannya lalu beralih ke Anastasia. "Dan Ana... aku sangat lega kamu telah sadar."
"Ana," suara Seraphina lembut, "ini ayahmu dan ibu tirimu, Liliane."
Anastasia menatap pria itu dengan sedikit kebingungan. Jadi ini ayahnya? Heinrich von Siegfried, seorang bangsawan yang merupakan pemimpin wilayah ini. Dan wanita di sampingnya, Liliane, adalah istri sahnya sekaligus teman lama Seraphina.
Anastasia terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Senang bertemu denganmu, Ayah, Ibu Liliane."
Liliane tersenyum ramah. "Kami sangat mengkhawatirkanmu, Ana. August juga ingin bertemu dengan kakaknya lagi."
Anastasia melirik bocah laki-laki itu. August menatapnya dengan ragu, lalu tersenyum kecil. "Aku senang kakak sudah sadar."
Meskipun masih canggung, Anastasia bisa merasakan bahwa mereka benar-benar peduli padanya. Hubungan antara Seraphina dan Liliane tampaknya cukup harmonis meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda.
Heinrich menghela napas lega. "Aku ingin membawa kalian kembali ke rumah utama untuk sementara. Ana masih butuh waktu untuk pulih."
Seraphina menatap Anastasia, lalu tersenyum lembut. "Apa pendapatmu, Ana?"
Anastasia terdiam sejenak sebelum mengangguk. "Baik, Ibu."
Meski masih banyak pertanyaan di kepalanya, ia sadar bahwa ini adalah awal dari perjalanan barunya. Dengan kehidupan yang berbeda, keluarga yang baru, dan tanda takdir yang sudah melekat di tubuhnya, Anastasia von Siegfried akan segera menghadapi masa depan yang tidak bisa ia bayangkan sebelumnya.