Safira di jebak oleh teman-teman yang merasa iri padanya, hingga ia hamil dan memiliki tiga anak sekaligus dari pria yang pernah menodainya.
Perjalanan sulit untuk membesarkan ke tiga anaknya seorang diri, membuatnya melupakan tentang rasa cinta. Sulit baginya untuk bisa mempercayai kaum lelaki, dan ia hanya menganggap laki-laki itu teman.
Sampai saat ayah dari ke tiga anaknya datang memohon ampun atas apa yang ia lakukan dulu, barulah Safira bisa menerima seseorang yang selalu mengatakan cinta untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sun_flower95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 5
Seorang laki-laki tengah merintih kesakitan di atas tempat tidurnya, sudah empat jam ia merasakan sakit itu. Ia sampai tak mampu mengangkat tubuhnya sendiri karena sakit pinggang yang tengah dialaminya.
Dokter-dokter sudah bergantian memeriksanya, tapi dari hasil pemeriksaan semuanya mengatakan bahwa ia tak menderita penyakit apa pun.
"Maaf Tuan Arselo, tapi dari hasil pemeriksaan saya pun memang tak ada masalah dengan tubuh anda, anda dalam keadaan sehat," ujar dokter yang ke lima menjelaskan.
"Kalau memang sehat, kenapa saya merasakan ini semua dokter?" tanya Arselo sambil merintih sakit. Bahkan baju yang ia kenakan sudah basah oleh keringatnya sendiri.
"Dokter, apa yang harus kami lakukan agar puteraku tak kesakitan seperti itu? Aku tidak tega melihatnya," ujar Mama Sita sembari memeluk tangan suaminya, Ardan.
"Iya dok, apa tak ada obat yang bisa meredakan rasa sakitnya?" tanya Ardan sang papa.
"Maaf Tuan, Nyonya, obat yang dokter pertama berikan itu sudah dosis yang tinggi, tapi tak ada reaksinya sama sekali. Jadi untuk saat ini kami tidak bisa melakukan apa-apa lagi," jawab sang dokter menjelaskan.
Akhirnya Tuan Ardan dan Nyonya Sita pun hanya mendesah kecewa atas jawaban yang dokter berikan. Dokter itu pun berlalu pamit dari hadapan ke dua orang tua Arselo.
Kini tinggal Tuan Ardan, Nyonya Sita dan Sofyan sang asisten yang selalu setia menemani tuannya, Arselo. Arselo yang sudah sangat kelelahan dengan rasa sakit itu pun akhirnya hanya bisa diam tengkurap dengan kain basah hangat untuk mengurangi sakit pinggangnya.
***
Di sudut kota lain, seorang wanita tengah berjuang antara hidup dan mati untuk melahirkan anaknya yang ke dua, beruntung satu bulan yang lalu pemerintah sudah menugaskan seorang dokter kandungan untuk bertugas di sana.
Alangkah terkejutnya dokter itu saat membantu pasien yang akan melahirkan di tempatnya, ia baru mengetahui ada tiga janin yang akan dilahirkan. Safira, Ni Eti, Abizar, Ibu Resti, Pak Bambang dan Caca pun di buat terkejut sekaligus bahagia mendengar kabar itu.
Setelah melalui waktu yang cukup lama dan sangat menguras tenaga, kini bayi-bayi merah itu sudah lahir, meski dengan berat badan yang kurang pas untuk bayi yang normal pada umumnya, tapi bayi-bayi itu cukup sehat, meski begitu dokter tetap memasukan bayi-bayi itu dalam inkubator setelah di adzan-kan oleh Abizar dan di bantu Pak Bambang.
Abizar yang kebetulan sedang ada di kampung sejak seminggu lalu pun turut bahagia menyambut kelahiran si kembar tiga itu, dia tidak menyangka bahwa ada lebih dari dua bayi yang di kandung Safira. Ketiga bayi itu dua laki-laki dan satu perempuan.
"Apa nama bayinya sudah di tentukan, Bu?" tanya dokter itu.
"Belum dok, saya belum menyiapkan nama untuk bayinya, karena saya tidak menyangka akan ada tiga bayi yang lahir," jawab Safira.
"Baiklah kalau gitu saya tinggal dulu, ya, Bu. Silakan berdiskusi dengan keluarga dulu untuk nama bayi-bayinya," ucap dokter itu sebelum meninggalkan Safira beserta yang lainnya.
"Ni, aku minta pendapat kalian untuk nama bayi-bayiku, apa kalian mau menamainya?" tanya Safira pada keluarga barunya.
"Apa boleh, Teh?" tanya Caca adik perempuan Abizar.
Safira menjawab dengan menganggukkan lemah kepalanya sambil tersenyum. Caca pun bahagia dan menghampiri tempat bayi-bayi itu di inkubator.
"Nama yang aku pilih Dayyan untuk baby yang pertama," jawab Caca girang.
"Untuk yang ke dua aku pilih nama Raiyan," jawab Abizar antusias.
"Dan yang terakhir, Ni Eti mau kasih nama siapa?" tanya Safira pada Ni Eti yang tangah menatap sendu bayi-bayi itu.
"Nini ingin menamainya Qirani" ucap Ni Eti yang tak mengalihkan pandangannya dari ke tiga bayi-bayi merah itu.
Safira menatap senang pada keluarga itu, keluarga yang sangat baik dan menganggapnya seperti keluarga sendiri, ia tak pernah menyangka selama delapan bulan berada di sini sangat membahagiakan, ia dapat merasakan kasih sayang orang tua yang telah lama menghilang, ia juga merasakan kasih sayang neneknya dari Ni Eti. Dan selama itu pula Abizar pun turut menjaganya, meski terkadang harus jauh di kota tapi ia selalu memantaunya lewat sang adik, Caca.
****
Rasa sakit yang di alami Arselo berangsur pulih beberapa jam kemudian, ia merasa heran pada dirinya sendiri. Setelah merasa lebih baik, lantas ia segera membersihkan diri karena hari mulai beranjak siang. Ia memutuskan untuk beristirahat di rumah dan tak kemana-mana, khawatir rasa sakit itu melandanya kembali.
Saat melewati ruang keluarga ia melihat sang mama yang sedang menerima telpon, dia pun menghampirinya.
"Kamu sudah baikan sakitnya, El?" tanya Nyonya Sita pada anak laki-lakinya.
"Iya, Ma. Sudah mendingan. Mama sedang menelpon siapa?" tanya Arselo pada mamanya.
"Adik mu, Sela. Sudah seminggu ini dia di telpon selalu susah. Semenjak di pindah tugaskan sebulan lalu, Mama dan Sela jadi susah buat komunikasi, katanya sih susah sinyal. Kebetulan aja hari ini bisa nyambung jadi bisa menelponnya" terangnya pada Arselo.
"Oh, ya sudah. Salam aja buat dia Ma, El ke belakang dulu mau makan," pamitnya pada mama Sita.
Arselo pun berlalu ke dapur untuk mengambil makanannya, sedangkan Nyonya Sita melanjutkan obrolannya kembali.
"Ma, tadi memangnya Bang El kenapa?" tanya Arsela ingin tahu. Arselo dan Arsela adalah anak kembar hanya berselang waktu tujuh menit saja.
"Gak tau, Mama juga bingung. Dia kesakitan sekali tapi dokter yang memeriksa gak nemuin penyakit dia," jawab nyonya Sita apa adanya.
"Terus sekarang keadaan Bang El gimana, Ma?" tanya Sita lagi.
"Kayanya udah baikan, Sel. Sekarang dia baru mau makan. Tadi kamu mau cerita apa?" tanya Nyonya Sita pada Sela.