Bagaimana rasanya ketika suami yang Aurel selalu banggakan karena cintanya yang begitu besar kepadanya tiba-tiba pulang membawa seoarang wanita yang sedang hamil dan mengatakan akan melangsungkan pernikahan dengannya? Apakah setelah ia dimadu rumah yang ia jaga akan tetap utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Sepuluh
Satu keluarga besar Erven panik ketika mengetahui Aurel sedang di larikan ke rumah sakit, bahkan Renata, mama dari Erven langsung membatalkan meeting pentingnya malam itu juga, ia tidak peduli lagi dengan meeting itu, yang ada di pikirannya hanya Aurel, menantu yang sudah seperti putrinya sendiri.
"Bagaimana keadannya?" tanya Renata menghampiri suami dan Sheila putrinya.
"Belum ada kabar dari dokter, mereka masih memerikaan keadaannya," balas Jovan.
"Bagaimana bisa Aurel pingsan?" tanya Renata dengan kakinya yang tidak bisa diam, ia sungguh sangat khawatir dengan menantunya itu.
"Sheila gak tahu ma, tadi waktu Sheila masuk rumah abang, keadannya sudah sangat sepi, awalnya Sheila dan papa berpikir mungkin abang dan mbak Aurel sedang pergi, tapi gerbang dan pintu rumahnya tidak terkunci, Sheila panggil pun, tidak ada yang menyahut, tapi kami mendengar suara orang berisik dari lantai dua, arahnya dari kamar mbak dan abang, awalnya Sheila tidak ada niatan membuka kamar mbak dan abang sembarangan, tapi kami curiga karena semakin kita mendekat, suara berisik itu semakin terdengar, lalu kami membuka pintunya dan terkejut karena pemandangan yang pertama Sheila lihat adalah kakak yang sedang tergeletak di depan pintu kamar mandi," cerita Sheila, gadis berikut tujuh belas tahun yang merupakan adik kandung dari Erven.
"Apakah ada cedera parah, Sheil?" tanya Renata.
"Tidak ada ma, hanya saja ada sedikit darah dari belakang kepala mbak Aurel,"
Renata kemas, ia mendudukkan dirinya di bangku panjang, tangannya saling meremat, sungguh ia begitu khawatir dengan keadaan menantunya itu.
"Erven, dimana Erven?" tanya Renata entah kepada siapa.
Jovan menggelengkan kepalanya, karena ia juga tidak bisa menghubungi putranya itu, tidak biasanya Erven mematikan ponselnya, ini pertama kalinya Jovan tidak bisa menghubungi Erven.
"Anak itu, benar-benar keterlaluan," ucap Renata emosi, ia langsung bangkit hendak mencari keberadaan Erven yang malah menghilang dalam keadaan darurat ini.
"Aurel akan membutuhkanmu jika ia sudah sadar nanti, lebih kamu menunggu di sini, biar aku yang mencarinya," Jovan menahan istrinya yang hendak melangkah ke luar.
Renata menghembuskan napasnya, lalu mengangguk pasrah, membiarkan Jovan yang pergi untuk mencari keberadaan Erven.
Setelah kepergian Jovan, sepasang nenek dan kakek datang dengan wajah yang sama paniknya, bahkan belum sempat mengatur napasnya, mereka sudah cerewet menanyakan keadaan istri dari cucunya itu. Ya. Sepasang nenek dan kakek itu adalah orang tua dari pihak Renata.
"Bagaimana keadaan cucuku?" tanya sang nenek kepada putrinya, Renata.
Renata hanya menggelengkan kepalanya, lalu barulah terdengar rasa kesal dari bibir sepasang nenek dan kakek itu yang menyalahkan Erven karena tidak bisa menjaga cucu perempuan kesayang mereka.
Tidak heran jika Aurel sangat disukai dan dicintai keluarga besar Ervan, sejak pertama kali Ervan mengatakan ingin menikahi Aurel saja, kedua orang tuanya setuju bahkan untuk terus berusaha agar dapat meluluhkan hati Aurel.
Aurel sangat memenuhi kriteria untuk masuk ke dalam keluarga Marcel, bahkan nenek dan kakek pun menyetujui Erven untuk mengejar Aurel sampai mendapatkannya.
Aurel gadis yang cerdas dan berbakat, apalagi ia seorang penulis novel yang sangat di gemari oleh orang tua dan juga anak-anak muda, bahkan anak kecil. Jangan salah paham dulu, Aurel merupakan penulis novel yang menulis tiga genre sekaligus, dongeng anak-anak, romantis remaja, juga alur rumah tangga untuk para orang tua, tidak heran jika novelnya sangat laris di masyarakat.
***
"Mas, setelah makan boleh jalan-jalan dulu, gak?" tanya Jihan dengan nada melasnya, ia sedang berada dalam fase mengidamnya, apapun yang diinginkannya harus terpenuhi, tidak peduli jika harus merepotkan suaminya sendiri.
Erven berfikir sebentar, ia teringat dengan Aurel yang pasti belum makan malam, ia sangat khawatir jika istrinya itu melewatkan makan malam, karena biasanya Aurel akan merasa mual jika melewatkan makan malam ataupun makan terlalu malam.
"Boleh ya, ma, please," mohon Jihan membuat Erven menghela napas panjang lalu menganggukkan kepalanya.
"Iya, nanti setelah kita selesai makan, kita jalan-jalan, memangnya kamu mau ke mana?" tanya Erven lembut, ia bahkan mengusapi kepala Jihan dengan sayang, Erven berfikir kemungkinan Aurel akan makan malam karena dirinya yang mengatakan jika untuk makan malam ia ingin memasak sendiri, jadi tidak usah terlalu khawatir karena Aurel pandai dalam memasak.
"Yes, beneran ya?" sorak Jihan yang langsung meloncat kepelukan Erven karena rasa senang yang menguasainya.
"Iya,"
"Aku mau ke pasar malam, katanya, malam ini di lapangan besar ada seperti festival, entah itu festival atau pasar, intinya aku ingin ke sana," ocehan Jihan yang kembali duduk di kursinya dan langsung menyeruput minumannya sampai tandas.
"Iya-iya, nanti kita ke sana," kekeh Erven yang merasa lucu dengan ocehan Jihan, apalagi umurnya yang masih sangat muda untuk berumah tangga mendukung tingkah lucu yang melekat pada diri Jihan.
"Mas kenapa senyum-senyum?" tanya Jihan merasa aneh dengan Erven yang senyum-senyum tidak jelas, apalagi wajahnya yang seperti seorang pedofil yang menemukan mangsanya.
"Gak apa-apa, kamu lucu aja ngoceh begitu," balas Erven membuat rona kemerahan dari pipi Jihan muncul.
"Ciee blushing," ledek Erven semakin membuat Jihan malu, wajahnya bahkan sampai memerah karena terlalu malu dengan Erven.
Pernikahan yang masih seumur jagung itu benar-benar terlihat sempurna, Erven yang mulai bisa memberikan perhatiannya secara tulus kepada Jihan, dan Jihan yang mulai menerima perlakuan Erven kepadanya.
"Mau langsung sekarang?" tanya Erven melihat makanan di piring Jihan sudah tidak tersisa.
"Ayok, mas!" ajak Jihan semangat.
"Kita bayar dulu makananya, ya,"
Jihan mengangguk, lalu menggandeng tangan Erven sembari berjalan ke arah kasir dan memberikan struk tagihan pembayar.
Kasir itu mengangguk, lalu memberikan struk baru kepada Erven sebagai tanda jika Erven sudah membayar makanannya, restoran itu memang menerapkan peraturan yang sangat ketat, agar tidak pelanggan yang kabur tanpa membayar makanan yang mereka makan.
Jihan menatap Erven yang menghentikan langkahnya tiba-tiba, "kenapa berhen...?" belum selesai Jihan bertanya, Erven langsung menempelkan ponselnya ke dekat telinga.
Jihan diam, ia menunggu Erven menyelesaikan perbincangannya dengan rekan kerjanya, karena Erven yang sibuk mengoceh tentang produk yang akan mereka luncurkan bulan depan, Jihan bahkan sampai jongkok karena pegal berdiri terlalu lama.
"Masih lama?" tanya Jihan memotong ucapan Erven yang sedang menjelaskan terkait produknya, Erven melirik Jihan yang wajahnya sudah cemberut, ia sedikit meringis begitu melihat tatapan tajam Jihan yang ditunjukkan kepadanya.
"Baik, akan saya jelaskan lebih rincinya esok hari," balas Erven lalu langsung memutuskan telponnya sepihak.
"Maaf, lama ya?"
"Banget," balas Jihan dengan wajah cemberutnya.
"Maaf, aku matikan ponselku, jadi malam ini tidak akan ada yang mengganggu waktu jalan-jalan kita," bujuk Erven agar Jihan tidak marah lagi kepadanya.
________________________________________
wah Erven nyari Mati ini mah, yang biasanya ga pernah matiin ponsel sekarang dia malah nurut sama Jihan buat matiin ponsel, kalau ada hal penting gimana Erven, benar nih cowok satu.
Maaf guys kesel nih author sama si Erven.
Suka kesel ga sih kalau kita lagi ada kepentingan atau ada hal mendadak, tapi suami itu ternyata malah matiin ponselnya?
Komen ya guys!
bye bye aja lah