Beberapa bulan setelah ditinggalkan kedua orang tuanya, Rama harus menopang hidup di atas gubuk reot warisan, sambil terus dihantui utang yang ditinggalkan. Ia seorang yatim piatu yang bekerja keras, tetapi itu tidak berarti apa-apa bagi dunia yang kejam.
Puncaknya datang saat Kohar, rentenir paling bengis di kampung, menagih utang dengan bunga mencekik. Dalam satu malam yang brutal, Rama kehilangan segalanya: rumahnya dibakar, tanah peninggalan orang tuanya direbut, dan pengkhianatan dingin Pamannya sendiri menjadi pukulan terakhir.
Rama bukan hanya dipukuli hingga berdarah. Ia dihancurkan hingga ke titik terendah. Kehampaan dan dendam membakar jiwanya. Ia memutuskan untuk menyerah pada hidup.
Namun, tepat di ambang keputusasaan, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
[PEMBERITAHUAN BUKAN SISTEM BIASA AKTIF UNTUK MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA TUAN YANG SEDANG PUTUS ASA!
APAKAH ANDA INGIN MENERIMANYA? YA, ATAU TIDAK.
Suara mekanis itu menawarkan kesepakatan mutlak: kekuatan, uang,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 memasak nasi goreng
Malam itu setelah makan malam, tidak ada kegiatan lain selain beristirahat di kamar masing-masing.
Pak Suhardi, yang mungkin lelah setelah seharian bekerja, langsung beristirahat dan disusul oleh istrinya tak lama setelah makan malam. Sementara itu, Bela masih harus menyelesaikan PR sekolahnya untuk dikumpulkan besok.
Rama sendiri sudah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sederhana, sembari memikirkan keputusannya untuk pergi ke kota minggu depan. dalam benaknya. "Sistem, buka profil!"
[DING! Profil Tuan Rumah Pemilik Bukan Sistem Biasa]
[NAMA : Rama Keswara]
[RAS : Manusia]
[UMUR : 17 Tahun]
[KEKUATAN TUBUH : 70% / 1000%]
[POIN TUKAR : 430]
[KEAHLIAN YANG DIKUASAI : Memasak Raja Chef]
[HADIAH BELUM DIAMBIL : Uang Sebesar 5.000.000 Rupiah]
Melihat gambar transparan di depannya, Rama tersenyum senang. Ia ingat uang lima juta rupiah yang pernah ditarik dari sistem sebelumnya, dan kini ia memiliki jumlah uang yang sama lagi di dalam profilnya, siap diambil kapan saja.
"Terima kasih, Sistem," Ucapnya tulus.
[DING! Membantu Tuan Rumah adalah kewajiban yang harus Sistem penuhi.]
Keesokan Paginya
[DING! Selamat pagi, Tuan. Selamat, Tuan mendapatkan hadiah login harian berupa 100 Poin Penukaran.]
Rama baru saja membuka mata ketika suara Sistem langsung terdengar di benaknya.
"Hm... Pagi juga, Sistem. Terima kasih atas hadiahnya," ucap Rama dalam benaknya, sembari bangkit mengambil handuk untuk mandi.
[DING! Sama-sama, Tuan.]
Setelah mandi, Rama langsung berjalan ke arah meja makan. Di sana, ia melihat Bela dengan seragam SMA-nya sedang memeriksa tugas yang ia kerjakan semalam.
"Loh, Kakak sudah bangun," Ucap Bela karena mendengar langkah kaki mendekat. Awalnya, ia berencana membangunkan Rama setelah sarapannya siap.
Rama sedikit menganggukkan kepalanya. "Pagi, Bel," Sapanya, tersenyum hangat pada Bela.
Bela sempat terdiam sesaat, menatap pemuda itu. Entah kenapa, senyum Rama membuat sesuatu di dadanya sedikit bergetar. "P-pagi juga, Kak," Jawabnya, tiba-tiba gugup.
Rama kemudian menoleh ke arah dapur, melihat Bu Maya sedang ada di sana. Tiba-tiba, ia teringat akan keahlian Memasak Raja Chef yang telah ia kuasai.
"Kakak mau ke mana?" Tanya Bela, heran karena Rama tidak duduk di sampingnya tetapi justru berjalan ke arah dapur.
"Mau lihat Ibu kamu memasak," Jawabnya.
"Kak Rama sudah lapar, ya?" Tanya Bela.
"Hanya mau lihat Ibu memasak, sekalian aku mau belajar."
"Oh," Jawab Bela singkat.
"Harusnya, kamu juga mulai belajar memasak, Nak. Kamu itu anak perempuan, yang nantinya akan menyiapkan makanan ketika kelak suamimu sedang bekerja. Masa kalah sama Rama?" Tiba-tiba, Pak Suhardi muncul dan langsung duduk di meja makan.
"Apa sih, Pak? Bela, kan, masih sekolah. Masa sudah ngomongin suami saja," Sahut Bela, langsung cemberut.
Pak Suhardi melihat ke arah putrinya itu sesaat, hanya bisa menggeleng pasrah melihat wajah cemberut anak gadisnya itu.
Di dapur
"Loh... Kamu sudah bangun, Rama," Ucap Bu Maya yang tampak sedang mencari sesuatu.
[DING! Misi untuk Tuan Rumah: Bantu Bu Maya menemukan garam. Hadiah misi berupa 50 Poin Penukaran.]
"Eh..." Rama tidak berharap akan tiba-tiba mendapatkan misi. "Kenapa hadiahnya sedikit sekali, Sistem?"
[DING! Tuan hanya mencari garam yang hilang.]
Jawab Sistemnya datar.
"Huh, bukankah kau terlalu pelit?" Dengus Rama. Tanpa sadar, ia tidak lagi berbicara melalui pikirannya.
"Ada apa, Rama?" Tanya Bu Maya, merasa mendengar pemuda itu mengatakan sesuatu.
"Eh... Itu anu, apa yang Ibu cari?" Rama mengalihkan pembicaraan.
Bu Maya sempat menatap pemuda itu sesaat, lalu menjawab, "Ibu sedang mencari garam. Entahlah ke mana garam itu, perasaan semalam Ibu taruh di sini," Sembari membuka sebuah rak kecil, raut kebingungan terlihat jelas di wajahnya.
Melihat kebingungan Bu Maya, Rama pun langsung ikut membantu mencari. Sampai ketika ia menundukkan pandangannya, ia melihat ada toples kecil di kolong meja, tepat di bawah kaki Bu Maya.
"Bu, apa toples kecil yang ada di bawah itu?" Ucap Rama. Ia tahu itu adalah toples garam yang dicari Bu Maya, tetapi posisinya berada tepat di bawah kaki Bu Maya, sehingga agak kurang pantas jika ia mengambilnya.
Bu Maya menoleh sekilas pada Rama, kemudian mengikuti arah pandangannya. "Astaga... Pantas saja Ibu tidak melihatnya," Ucapnya, langsung mengambil toples kecil itu.
"Terima kasih, Rama. Ibu sampai ingin membuka bungkusan garam yang baru karena tidak ketemu. Untung saja kamu melihatnya," Ujar Bu Maya, kemudian melanjutkan, "Kamu tunggu saja ya di meja makan. Hari ini Ibu mau masak nasi goreng, jadi tidak akan membutuhkan waktu lama."
"Bu, bagaimana kalau Rama saja yang memasak?" Rama langsung menawarkan diri.
"Memang kamu bisa?" Tanya Bu Maya, sedikit terkejut.
Rama mengangguk cepat. "Aku tidak tahu apakah rasanya nanti akan sesuai, tapi... Aku ingin memasak nasi goreng spesial buat Ibu dan Bapak karena telah..." Ucapnya terpotong, langsung dipotong oleh Bu Maya.
"Jangan terus berpikir seperti itu. Bukankah Ibu dan Bapak sudah pernah bilang bahwa kami tidak keberatan menerimamu di rumah ini?" Bu Maya tidak ingin Rama merasa terbebani karena tinggal di rumah mereka. "Ya sudah, kalau begitu Ibu tunggu di meja makan, ya," Lanjutnya, kemudian tersenyum hangat pada Rama.
Rama terdiam. Ia menangkap ketulusan—kasih sayang layaknya seorang ibu pada anaknya—dari tatapan Bu Maya terhadapnya. "Iya, Bu," Jawabnya, lalu langsung memulai kegiatan memasak nasi goreng setelah Bu Maya pergi ke meja makan.
Dengan penuh semangat, Rama pun mulai menggunakan keahlian Memasak Raja Chef-nya di pagi itu. Ia menciptakan sebuah rasa terima kasih yang tulus lewat cita rasa masakannya.
[DING! Selamat Tuan Rumah telah menyelesaikan misi dari sistem, mendapatkan 50 Poin Penukaran dan akan ditambahkan pada profil Tuan.]
Rama tidak memperdulikan suara Sistem di benaknya. Ia tampak fokus mengiris bawang setelah mengatur nyala api pada kompor, lalu tak lama kemudian, suara bahan-bahan jatuh ke dalam minyak panas pun terdengar cukup nyaring.
Sementara itu di meja makan
"Loh... Makanannya mana, Bu? Apakah bahan-bahannya ada yang kurang? Perasaan biasanya juga cuma masak nasi goreng. Masa tidak ada bahannya?" Cerocos Bela ketika melihat ibunya duduk di samping bapaknya.
"Huss! Kalau kamu ngomong, direm sedikit. Jangan nyerocos seperti burung beo begitu," Ucap Bu Maya, lalu melanjutkan, "Itu katanya Rama mau masakin buat kita. Makanya Ibu menunggu di sini sampai Rama membawakan masakannya."
Bela langsung mendongak, mengalihkan pandangannya ke arah dapur. "Memang Kak Rama bisa memasak?" Tanyanya, heran. Perasaan sebelumnya Rama mengatakan ingin belajar, tetapi kok sekarang malah langsung memasak, pikirnya.
"Sudah-sudah. Karena Rama ingin memasak, berarti memang dia bisa. Lagipula, sejak kedua orang tuanya meninggal, dia, kan, hidup sendiri. Jadi wajar saja jika dia bisa memasak, apalagi hanya sekadar nasi goreng," Sahut Pak Suhardi. "Toh Bapak saja bisa kalau cuma sekadar masak nasi goreng," Lanjutnya santai, fokus pada koran yang ia baca.
"Apanya yang bisa? Aku masih ingat dulu Bapak masak, tapi rasanya seperti garam semua!" Ucap Bela, memutar bola matanya malas. Ia takkan pernah melupakan bagaimana rasa nasi goreng hasil masakan bapaknya waktu itu, saat ibunya sedang sakit dan ia harus sarapan sebelum berangkat ke sekolah SMP.
Masih jelas dalam ingatan Bela bagaimana ia harus meminum beberapa gelas air putih hanya untuk menghilangkan rasa asin di mulutnya yang tak kunjung hilang. Namun, dengan wajah tanpa bersalah, saat itu bapaknya justru bertanya, "JIKA KAMU SUKA MASAKAN BAPAK, NANTI BIAR BAPAK TERUS YANG MASAKIN BUAT KAMU."
Pak Suhardi seketika langsung terdiam, sedangkan Bu Maya tampak menahan senyum. Tepat pada saat itu, tiba-tiba saja aroma masakan dari arah dapur memasuki hidung mereka.
"Wah, wangi apa ini? Kenapa baunya enak sekali?" Seru Bela, langsung mengalihkan pandangannya ke arah dapur.
Pak Suhardi sampai menaruh koran yang ia baca karena mencium aroma masakan itu, begitu juga dengan Bu Maya yang ikut menoleh ke dapur. Tak lama, Rama datang membawakan dua piring nasi goreng dan langsung meletakkannya di depan Bela sembari berkata, "Silakan, Tuan Putri, dicicipi hidangannya."
Pandangan Bela langsung fokus pada nasi goreng tersebut. Aromanya terasa nikmat, langsung menyengat hidungnya. Nasi goreng yang tampak masih berasap itu berwarna kuning kecokelatan dari campuran kecap dan kunyit. Dihiasi juga dengan telur mata sapi setengah matang, yang mana membuat Bela langsung menelan ludahnya. Tanpa peduli dengan ucapan Rama, ia langsung menyuapkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Ini...?" Seketika matanya langsung berbinar ketika merasakan rasanya. "Mmpph! Ini sangat enak!" Serunya tanpa sadar, dan langsung memakannya dengan lahap.
Bu Maya yang melihat ekspresi putrinya itu, sesaat kemudian langsung memperhatikan nasi goreng di depannya. Lalu, dengan perlahan, Bu Maya pun langsung memasukkan suapan pertama ke dalam mulutnya.
Hening. Seketika, waktu seolah berhenti tepat ketika nasi goreng itu berada di dalam mulut Bu Maya. Ekspresi terkejut di wajahnya tidak jauh berbeda dengan Bela. "Ini? Rasanya... Ba-bagaimana mungkin seenak ini?" Lirihnya.
Rama kembali ke dapur untuk mengambil dua piring lagi untuk dirinya dan Pak Suhardi. Tepat ketika ia kembali dengan dua piring di tangannya, ia melihat piring di depan Bela dan Bu Maya telah bersih; tak satu pun nasi tersisa, seolah piring tersebut baru saja dicuci.
"Silakan, Pak," Ucap Rama, menaruh satu piring di hadapan Pak Suhardi, lalu ia mulai duduk di samping Bela dengan ekspresi sedikit terkejut: Bu Maya dan gadis ini makan begitu cepat.
Pak Suhardi langsung tersadar ketika menyadari Rama telah kembali dan menaruh satu piring nasi goreng untuknya. Sebelumnya, Pak Suhardi sendiri terkejut melihat cara makan istri dan anaknya yang begitu cepat tanpa jeda.
"Wah... Ini... Rasanya sangat pas dan lembut di dalam mulut!" Seru Pak Suhardi setiap kali dirinya yang sudah penasaran langsung menyuapkan suapan pertama ke dalam mulutnya.
Bela mengalihkan pandangannya ke arah nasi goreng di hadapan Rama. Ia menelan air liurnya, rasanya ingin merebut nasi goreng itu dan melahapnya kembali.
Begitu pun dengan Bu Maya, yang hampir sama dengan yang Bela pikirkan ketika melihat nasi goreng di hadapan suaminya.
"Ap-apakah seenak itu?" Pikir Rama. Agaknya ia merasa ekspresi mereka semua terlalu berlebihan.
Karena penasaran akan rasa nasi goreng yang baru saja ia masak itu, Rama yang sebelumnya memang tidak mencicipinya terlebih dahulu langsung menyuapkan suapan pertamanya.
Di bawah tatapan Bela dan Bu Maya yang menelan air liurnya, Rama langsung bergumam, "Ap-apakah ini masakanku?"