IG : embunpagi544
Kematian istri yang paling ia cintai beberapa saat setelah melahirkan kedua buah hatinya, membuat hati seorang laki-laki bernama Bara seolah membeku, dan dunianya menjadi gelap. Cintanya ikut ia kubur bersama mending sang istri. Alasan kenapa Bara masih mau bernapas sampai detik ini adalah karena kedua buah hatinya, si kembar Nathan dan Nala. Bara tak pernah sedikitpun berniat untuk menggantikan posisi almarhumah istrinya, namun demi sang buah hati Bara terpaksa menikah lagi dengan perempuan pilihan sang anak.
SYAFIRA seorang gadis berusia 20 tahun yang menjadi pilihan kedua buah hatinya tersebut. Syafira yang sedang membutuhkan uang untuk pengobatan adik satu-satunya dan juga untuk mempertahankan rumah dan toko kue kecil peninggalan mendiang ayahnya dari seorang rentenir, bersedia menikah dengan BARATA KEN OSMARO, seorang duda beranak dua. Mungkinkah hati seorang Bara yang sudah terlanjur membeku, akan mencair dengan hadirnya Syafira? Akankah cinta yang sudah lama ia kubur bersama mendiang sang istri muncul kembali?
"Aku menikahimu untuk menjadi ibu dari anak-anakku, bukan untuk menjadi istriku..." Bara.
"Lebih baik aku menikah dengan om duda itu dari pada harus menjadi istri keempat rentenir bangkotan dan bulat itu..." Syafira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Pesta ulang tahun si kembar kali ini di penuhi kebahagiaan dan keceriaan. Kehadiran Bara dan juga Syafira menjadi momen paling berharga buat si kembar.
Suasana yang begitu ramai, membuat Syafira sedikit tidak nyaman. Setelah acara potong kue selesai, Syafira memilih untuk menyendiri di taman belakang rumah kediaman Osmaro. Di sana Syafira menikmati pemandangan taman yang tertata cantik dan menyejukkan mata. Ia duduk di kursi bawah pohon yang besar dan rindang.
"Huft, akhirnya bisa terbebas dari keramaian di dalam. Di sini lebih baik, udaranya sejuk," gumam Syafira yang baru saja duduk sambil menghela napas.
Pun dengan Bara, ia juga tidak menyukai keramaian. Namun, bukan hal aneh jika laki-laki seperti itu tidak menyukai keramaian bukan? apalagi semenjak meninggalnya Olivia, menyendiri dan menyepi adalah hobinya. Ia juga memilih menepi dari keramaian dan kehebohan para pengagumnya yang seolah siap untuk menerkamnya kapan saja jika Bara lengah. Ia duduk di gazebo taman yang letaknya tak jauh dari tempat Syafira duduk. Namun, karena posisi mereka saling membelakangi, dan suasana sepi tanpa suara, mereka tak menyadari keberadaan masing-masing.
Mengetahui Syafira berada di taman sendiri, bu Lidya langsung menggunakan kesempatan itu untuk mengorek Syafira lebih dalam lagi.
"Syafira kenapa di sini? apa di dalam tidak nyaman?" tanya bu Lidya menghampiri Syafira.
"Eh ibu, bukan begitu, saya hanya tidak terbiasa dengan keramaian seperti itu," jawab Syafira ramah.
"Oh begitu, sama dong kayak Bara, enggak suka keramaian," ujar bu Lidya.
"Begitu ya?" Syafira tersenyum canggung, ketika bu Lidya membicarakan Bara.
"Terima kasih ya sudah membuat cucu-cucu saya bahagia hari ini. Saya belum pernah melihat mereka sebahagia ini," ucap bu Lidya bahagia.
"Sama-sama Bu, saya juga senang melihat mereka bahagia,"
"Bahkan sebelumnya Bara tidak pernah menghadiri acara ulang tahun mereka, tapi saya juga tidak bisa menyalahkannya," Bu Lidya mulai bercerita tentang si kembar yang kehilangan ibu mereka sejak mereka lahir.
Syafira merasa sedih setelah mendengar cerita bu Lidya, hampir saja ia meneteskan air matanya.
Ia merasa nasibnya hampir sama dengan si kembar, bedanya ibunya pergi meninggalkan Syafira dan adiknya demi laki-laki lain. Saat itu usia Syafira sekitar 5 tahun lebih dan adik Syafira berusia kurang dari 3 tahun.
"Maaf ya ibu malah jadi curhat sama Syafira, melihat kamu rasanya ibu seperti melihat putri ibu, ibu merasa nyaman cerita kepada Syafira," suara bu Lidya terdengar sedikit bergetar, terlihat jelas kalau wanita paruh baya tersebut juga sangat merindukan almarhumah putri satu-satunya.
"Tidak apa-apa bu, biar lega kalau sudah curhat begini. Saya tidak keberatan kok," jawab Syafira.
"Kamu memang baik cantik lagi, pantas anak-anak langsung jatuh cinta sama kamu, Syafira," puji bu Lidya.
"Ah ibu bisa saja," Syafira tampak malu di puji seperti itu oleh bu Lidya.
"O ya, ngomong-ngomong Syafira umur berapa? Sudah bekerja?" bu Lidya mulai beraksi, menggali informasi tentang Syafira. Menurutnya dari segi sifat dan parasnya, Syafira masuk dalam daftar calon ibu untuk si kembar. Tapi, bu Lidya juga tak ingin gegabah mengambil keputusan, ia benar-benar harus selektif mencari calon ibu untuk Nathan dan Nala. Perkara Bara mau atau tidak menikah lagi, akan ia pikirkan cara membujuknya nanti, yang penting sudah ada daftar calonnya.
"Umur saya 20 tahun bu, saya masih kuliah, tapi kalau sedang tidak ada kuliah saya bekerja di toko kue peninggalan almarhum ayah saya," jawab Syafira.
"Aduh masih 20 tahun, masih muda sekali, dari segi umur enggak masuk kayaknya, mana mungkin Bara mau sama yang masih kecil. Tapi kan umur enggak jadi masalah yang penting bisa urus Bara dan anak-anak," batin bu Lidya sedikit dilema.
Tak berselang lama, Varel datang bersama seorang wanita cantik menghampiri bu Lidya.
"Tante, maaf Sonya datang terlambat," ucap wanita bernama Sonya tersebut yang tak lain adalah sahabat Olivia yang sama-sama bergelut dalam dunia entertainmen. Dan sonya adalah salah satu calon yang akan bu Lidya jodohkan dengan Bara.
"Oh tidak apa-apa sayang, tante tahu kamu pasti sibuk,"
"Iya tante, ini tadi juga mobil pakai mogok di jalan segala, untung pas Varel lewat tadi, jadi sekalian bareng ke sini," jelas Sonya.
"Ini anak, dari mana saja? si kembar sudah nungguin dari tadi, malah kelayapan," omel bu Lidya kepada Varel yang berdiri di samping Sonya.
"Astaga ma, siapa yang kelayapan. Varel tadi ada kerjaan penting di kantor sebentar, kalau enggak percaya tanya saja om Jhon, dia tahu Varel di kantor tadi, ini juga buru-buru pulang buat si kembar,"
"Siapa di belakang mama," Varel menggeser posisi bu Lidya, sehingga Syafira yang tadinya tak begitu kelihatan karena tertutup badan bu Lidya, kini terlihat dengan jelas oleh mata Varel.
Sejenak Varel berpikir, mengingat sesuatu dan...
"Wow, ini peri manis kan? Yang waktu itu hampir ketabrak mobil. Iya benar kamu kan? astaga kalau jodoh emang enggak kemana, thanks god!" seru Varel begit ia ingat kejadian waktu itu.
"Jadi dia orang yang waktu itu hampir menabrak aku?" batin Syafira kesal. Ingin sekali ia memarahi dan menceramahi Varel, namun ia segan dengan bu Lidya yang begitu baik kepadanya.
"Jangan sembarangan kamu, itu jatah kakakmu," bisik bu Lidya.
"Ish mama, kalau yang bening-bening aja di daftar buat kak Bara. Satu ini buat Varel ya ma, please!" Muka Varel berubah menadi semanis mungkin untuk meluluhkan bu Lidya.
"No! Nanti mama carikan sendiri buat kamu, sekarang yang penting kebahagiaan si kembar dulu," jawab hu Lidya.
"Nasib jadi anak tiri," ucap Varel.
"Sembarangan kalau bicara!" bu Lidya menabok lengan Varel.
Sementara Syafira dan Sonya hanya hanya bengong menyaksikan ibu dan anak tersebut saling berbisik.
"Kan, ibu sampai lupa. Syafira kenalkan ini Sonya, sahabat almarhumah putri ibu. Sonya ini Syafira," bu Lidya memperkenalkan Syafira dengaN Sonya dan sebaliknya.
Syafira dan Sonya pun saling berjabat tangan sambil menyebutkan nama masing-masing bergantian.
"Varel enggak di kenalin ma sama peri manis?" protes Varel.
"Udah tahu kan namanya Syafira?"
"Ish mama, kenalan sendiri aja deh," tukas Varel.
"Peri manis, kenalin namaku Varel," mengulurkan tangan kepada Syafira.
"Syafira," jawab Syafira tanpa membalas uluran tangan Varel.
"Hem, maaf ya soal kejadian waktu itu, benar-benar enggak sengaja," Varel meminta maaf kepada Syafira.
"Kenapa? ada apa? ada kejadian apa sebelumnya?" tanya bu Lidya
"Mama kepo!"
"Ck.dasar!" cebik bu Lidya.
Bu Lidya mengajak masuk Varel dan Sonya untuk menemui si kembar karena mereka belum mengucapkan selamat kepada keduanya. Sementara Syafira masih ingin di sana sebentar lagi.
"Saya masih ingin di sini sebentar bu, nanti saya menyusul," jawab Syafira ketika di ajak masuk oleh bh Lidya.
Syafira kembali menikmati suasana taman yang asri tersebut sendirian.
Beberapa saat kemudian, Syafira merasa ada sesuatu yang mendekatinya dari arah samping.
"Astaghfirullah!" seru Syafira , ia kaget sekaligus syok melihat apa yang sedang mendekatinya, yaitu seekor macan.
"Macan!" teriak Syafira. Ia merasa takut.
"Tolong, ada macan!" Syafira ketakutan. Syafira pun langsung manjat ke atas pohon yang ada di belakangnya sebelum macan tersebut semakin mendekat.
"Ya allah, rumah sebesar dan semewah ini kenapa bisa kemasukan macan sih. Jangan-jangan para penjaga di gerbang sana udah pada di makan lagi sama itu macan," Syafira bermonolog sendiri.
Macan itu pun kini tepat berada di bawah pohon yang Syafira panjat.
"Ya allah bagaimana ini? Tolong, ada macan!" teriaknya lagi. Tentu saja tidak ada yang mendengarnya karena di dalam sangat rama dan berisik. Kecuali Bara, ya hanya dia yang bisa mendengar teriakan Syafira.
"Siapa sih yang teriak-teriak kayak di hutan?" gumam Bara sambil berdiri dan mencari sumber suara.
"Paman Tiger!" panggil Bara kepada hewan peliharaannya tersebut.
"Om awas hati-hati nanti di gigit," ucap Syafira dari atas pohon. Bara menoleh ke atas.
"Astaga!" Bara menundukkan pandangannya.
"Tutup itu!" lanjutnya lagi.
Syafira yang sadar akan ucapan Bara mengarah kemana langsung menyahut," Enak aja, saya pakai daleman om, pakai celana short ini, udah enggak kelihatan, om bisa lihat saya," Syafira merapatkan kedua kakinya yang sebelumnya merenggang.
"Lagian kamu ngapain di sana?" tanya Bara.
"Takut ada macan om, makanya saya manjat,"
"Cepat turun, dia cuma mau kenalan, enggak usah takut," ujar Bara.
"Om kenal sama macan itu?" Syafira penasaran karena macan tersebut diam saja saat Bara datang.
"Hem, dia teman mainnya Nathan dan Nala. Cepat turun, dasar cewek aneh,"
"Anehan juga om, pelihara tuh kucing om yang manis, lucu. Pelihara macan," cebik Syafira.
"Suruh pergi dong om, baru saya turun,"
Bara pun menyuruh penjaga paman tiger yang kebetulan baru saja datang untuk membawa paman tiger pergi.
"Om bantuin, saya tidak bisa turun,"
"Bisa naik pasti bisa turun," cuek Bara.
"Enggak bisa om, tolongin dong,"
"Merepotkan!" kesal Bara, ia terpaksa memanjat pohon untuk menolong Syafira. Tapi, saat dia naik diam-diam Syafira turun. Begitu Bara sampai di atas, Syafira sudah berada di bawah tanpa Bara sadari.
"Om, saya ke dalam dulu!" seru Syafira.
"Kamu!" kesal Bara, rahangnya mengeras menahan amarah karena sudah di kerjain oleh Syafira. Ia sebisa mungkin menahannya karena biar bagaimanapun hari ini Syafira sudah membuat kedua anaknya bahagia.
"Lain kali jangan harap ada ampun," gumam Bara.
"Huh, orang kaya suka aneh-aneh, macan aja di pelihara, enggak takut dimakan apa. Malah di jadiin teman main anaknya, ada-ada aja," celoteh Syafira sambil berlalu. Ia masih kepikiran soal Bara yang baru saja ia kerjain. Tiba-tiba dia menggedik ngeri membayangkan kalau Bara sampai marah karena keisengannya.
🌼🌼🌼
💠Selamat membaca, jangan lupa dukung karya author dengan like komen dan votenya, serta berikan 5 🌟🌟🌟🌟🌟, terima kasih 🙏🙏
Salam hangat author 𝓔𝓶𝓫𝓾𝓷 🤗❤️❤️💠
gak salah memang bara, kamu tuh gak perlu melupakan almarhumah istrimu karena bagaimana pun kisah kalian itu nyata. dia orang yang kau cintai.
tapi kan sekarang kau dah menikah, maka cobalah buka perasaan mu buat istri mu.
jangan lupakan almarhumah istrimu, namun jangan juga terus membayangi pernikahan mu yang baru dengan almarhumah istri mu
cukup dihati dan di ingatan aja.
gak mudah memang tapi bagaimana pun, istri mu yang sekarang berhak untuk dapat cintamu.
saya relate sih, mungkin bukan dalam hubungan suami istri lebih tepatnya ke ibu.
Ibu saya meninggal 2 tahun lalu dan ayah saya menikah lagi.
saya awalnya gak senang dengan dia, tapi ibu sambung saya itu baik.
dulu awal, saya selalu bilang Mak lah, Mak lah ( maksudnya ibu kandung saya)
tapi perlahan saya tidak ungkit2 Mak kandung saya di depan ibu tiri saya untuk menjaga perasaannya.
cukup saya ingat dalam hati saya aja.