"Jika kamu tidak mau menikah dengan Louis secara suka rela, anggap saja ini sebagai tanda balas budimu karena aku telah membiayai seluruh pengobatan ibumu."
Perkataan Fradella membuat dunia Irene runtuh. Baru saja dia bahagia melihat ibunya bisa berjalan kembali, tapi kini Irene harus ditimpa cobaan lagi.
Menikah bukanlah sesuatu yang mudah. Menyatukan dua insan yang berbeda, dua kepribadian menjadi satu dan saling melengkapi kekurangan masing-masing itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Bagaimana dengan nasib Irene setelah pernikahannya dengan Louis. Pernikahan antara pelayan dan sang presdir, akankah berjalan layaknya pernikahan pada umumnya?
Lalu akankah Louis membukakan hatinya untuk Irene setelah mereka menikah? Ikuti kisah Irene dan Louis disini ya🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risna afrianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MEMBAYAR HUTANG
"Irene tadi kamu dicari Nyonya besar," ucap Cassie.
"Iya bi, emangnya ada apa katanya Bi?" tanya Irene yang memang lupa dengan tawaran Fradella kemarin.
"Bibi ngak tau, Nyonya ada di kamarnya sekarang. Katanya sebelum pulang kamu disuruh menemuinya." Cassie menjelaskan sebelum meninggalkan Irene.
"Iya Bi," jawab Irene.
"Ko kamu sering dipanggil si Rin, ada apa?" tanya Nara dengan wajahnya yang sangat penasaran.
"Enggak ada apa apa Nar, kadang Nyonya ingin menu makanan yang berbeda aja, jadi dia memberitahu tahu aku dulu biar nantinya ngak salah masak," jawab Irene sembarangan.
Kini sudah hampir sore, Irene teringat dia harus menemui Fradella sebelum pulang. Irene pergi ke kamar Fradella untuk menemui Nyonya besarnya.
Tok..
Tok..
Tok..
"Ini saya Nyonya, Irene." Ucap Irene sebelum masuk ke dalam kamar Fradella.
"Masuklah Irene." jawab Fradella dari kamarnya.
"Adakah sesuatu yang salah, sampai Nyonya memanggil saya?" tanya Irene.
"Iya Irene ada yang salah denganmu. Kamu belum menjawab peranyaan saya kemarin. Dan saya mau dengar jawaban kamu sekarang Irene." suara Fradella tegas.
"Emm sebelumnya saya minta maaf Nyonya, tapi sepertinya saya tidak bisa menerima tawaran dari Nyonya," jawab Irene ragu, meskipun Irene tau Fradella akan melakukan apapun agar dia berkata mau, tapi Irene memilih untuk mencoba menolaknya dulu.
"Apa alasan kamu menolaknya? Jelaskan saya ingin mendengarnya!" perintah Fradella dengan tegas.
"Saya tidak sederajat dengan tuan Muda, Nyonya. Saya merasa sangat tidak pantas." Bibir Irene bergetar saat mengatakannya. Dia takut jika saja jawabannya menyinggung perasaan Fradella.
"Jika itu alasanmu kamu salah besar Irene. Kamu tahu, dulu saya adalah seorang anak yatim piatu yang besar di panti asuhan. Dan suami saya Dadynya Louis adalah seorang pengusaha sukses, dia seorang presdir perusahaan besar," ucap Fradella memutar memori ingatannya ke masa muda sebelum dia menikah dengan Tuan Chen.
"Apakah kami sederajat dalam kedudukan sosial, tidak Irene. Tapi kami tetap menikah dan kami bahagia. Banyak orang yang membuly kami, terutama saya karena seorang yatim piatu. Tapi kita melewatinya bersama, cobaan demi cobaan dan badai besar juga kita lalui bersama. Dan sekarang kamu lihat, mautlah yang memisahkan kami. Bukan kedudukan sosial ataupun ucapan orang." Jelas Fradella dengan panjang lebar dan membuat Irene membeku, tenggorokannya tercekat tak mampu berkata apa apa.
"Saya tidak pernah melihat derajat sosial seseorang, tapi saya melihat kamu wanita yang baik, mandiri dan cekatan Irene. Saya yakin kamu adalah orang yang cocok untuk mendampingi anak saya. Louis hanya merasakan sebentar rasanya sebuah kasih sayang dari seorang Dady, jadi terkadang dia bersikap dingin dan juga manja," tambah Fradella.
"Tapi ini berbeda dengan kisah Nyonya, dulu Nyonya saling mencintai dan untuk saya sendiri ini adalah sebuah perjodohan. Dan Tuan Muda pasti sudah mempunyai wanita yang akan dipilihnya menjadi seorang istri," jawab Irene dengan tangan gemetar.
Tiba - tiba pintu kamar terbuka menampakkan Louis dan juga sang kakak, Else. Mereka menghampiri Fradella dan mencium tangannya secara bergantian.
"Ada apa Mom?" tanya Else yang mengalihkan pandangan dinginnya ke arah Irene.
"Mom mau menjodohkan adikmu dengan Irene," jawab Fradella ketus, dia masih merasa kesal dengan penolakan yang dilakukan Irene.
"Apa Mom, Else ngak salah dengar kan? Mom mau menjodohkan Louis dengan seorang pelayan,"ucap Else dengan nada suara mengejek.
"Jaga ucapan kamu Else!" Bentak Fradella.
"Mom dengarkan Else dulu, dia tidak sederajat dengan keluarga kita Mom. Aku tidak setuju, bagaimana dengan kata orang orang nanti Mom." Else tidak mau kalah
"Iya Nyonya, Nona Else benar. Saya tidak pantas mendampingi Tuan Muda." suara Irene mulai bergetar karena menahan tangisnya agar tidak jatuh.
"Dengar Else, Mom tidak pernah meminta persetujuan kamu. Dan kamu Irene, jika kamu tidak mau menerima tawaran saya ini dengan cuma cuma, anggap saja kamu membayar hutang atas semua biaya pengobatan ibu kamu yang selama ini saya tanggung. Dan kali ini kamu harus mau, karena saya selama ini tidak pernah memotog gaji kamu." Fradella sudah mulai tidak sabar.
"Nyonya." Hanya satu kata itu yang bisa Irene ucapkan, bibirnya terasa kaku hingga tak mampu untuk berkata kata lagi.
"Saya tidak mau ada penolakan Irene. Dan jika ibumu tidak setuju dengan keputusan saya, katakan saja padanya kamu menerima pernikahan ini karena kamu membalas budi kepada saya. Katakan itu saat ibumu tidak mengijinkanmu sesuai perintah saya. Kamu pahamkan Irene?" tutur Fradella dengan sangat lantang.
"Jangan seperti itu, Mom. Jangan termakan emosi." Louis berusaha menenangkan Momynya
"Ingat Louis, hanya Irene satu - satunya menantu yang akan Mom akui. Dan kamu tidak akan pernah bisa menikah dengan orang lain selain Irene itu keputusan mutlak dari Momy." Louis memang orang yang dingin, tapi dia selalu menuruti apapun yang menjadi kehendak momynya.
Seketika kamar itu menjadi hening, tidak ada satupun yang berbicara. Mereka sibuk dengan fikiran masing masing dan Irene sibuk menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Else keluar dulu Mom." suara Else memecah keheningan.
"Louis juga mau kembali ke kamar, Mom," ucap Louis dengan nada lembut.
Mereka berdua kini telah keluar dari kamar itu dan hanya menyisahkan Irene dan juga Fradella disana.
"Irene." Fradella mulai membuka mulut, dia memanggil Irene dengan lembut.
"Iya Nyonya," jawab Irene lirih.
"Maafkan saya karena sudah membentakmu tadi. Sebenarnya saya tidak bermaksud seperti itu, hanya saja saya terbawa emosi tadi. Saya sebenarnya tidak mengharap balas budi darimu, tapi saya terpaksa menggunakan cara itu agar kamu mau menerima tawaran saya untuk menikah dengan Louis." jelas Fradella.
"Tidak apa - apa Nyonya, saya memang pantas melakukannya karena memang Nyonya sudah sangat baik dan mau membantu saya dan juga ibu saya selama ini." Terdengar suara Irene sangatlah pasrah.
"Maafkan saya Irene," ucap Fradella.
"Ini bukanlah salah Nyonya, jadi Nyonya tidak perlu berbicara seperti itu. Saya pamit dulu Nyonya, mari." Dengan perasaan yang terluka Irene melangkah keluar dari kamar itu. Di luar kamar tak hanya ada teman - temannya tapi disudut kiri juga nampak Else yang menatap nya dengan tagapan sinis.
"Rin," panggil Cassie.
"Ada apa? Tadi kalau tidak salah kami dengar Nyonya berteriak?" tanya Cassie yang tak mendapat respon dari Irene.
"Kamu kenapa Rin?" tanya Nara melihat wajah Irene yang sangat sendu.
Irene masih saja diam tidak menjawab pertanyaan dari teman- temannya. Hatinya pilu dengan apa yang baru saja terjadi kepadanya.
Dia melangkah dengan gontai ke arah kamar pelayan. Irene mangambil tasnya tanpa mempedulikan pertanyaan dari teman nya yang sangat penasaran.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Irene? pertanyaan itu muncul dari para pelayan yang lain.
Irene melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu. Cairan bening yang dia tahan akhirnya keluar. Dia berjongkok di bawah pohon dan menutup wajahnya dengan telapak tangannya.
Irene menangis sejadi jadinya disana, dia mencurahkan kesakitannya di bawah pohon itu.
suka dg kisahnya yg tdk memperdulikan kasta