Nura sangat membenci Viona seorang gadis sholehah, cantik dan berprestasi di sekolahnya. Di hari ulang tahunnya, Nura merencanakan sesuatu yang jahat kepada Viona.
Dan akhirnya karena perbuatan Nura, Viona menyerahkan kesuciannya kepada pemuda asing.
Viona terpaksa menikah dengan pemuda lumpuh. Setelah hamil, Viona memutuskan lari meninggalkan suaminya dan mencari ayah dari anaknya.
Berhasilkah Viona menemukan ayah dari anaknya?
Ikut ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Alvaro Putus Asa
Alvaro memerintahkan Raka untuk menyebar orang mencari keberadaan Viona. Alvaro sangat sulit menemukan jejak Viona. Viona sama sekali tidak mempunyai sosial media. Teman yang sering datang ke rumahnya hanya Nura. Dan Nura sekarang menjadi musuh Viona.
Beberapa hari yang lalu, Nura tanpa sengaja bertemu dengan Bima yang sedang antre seblak. Nura dengan semangat 45 menghampiri Bima.
Saat itu Bima ingin sekali menghindari Nura. Bima ingin sekali melampiaskan kemarahannya pada Nura. Tapi Bima menahan diri, Bima memperlakukan Nura seolah Bima tidak tahu perbuatan Nura kepada Viona.
"Hai Kak Bima, sendiri?" tanya Nura.
"Iya, siapa ini?" tunjuk Bima ke sebelah Nura.
"Ini Putri, teman Nura. Beli seblak buat siapa Kak?"
"Buat Viona dan Mama," jawab Bima.
"Tumben Viona suka seblak. Ngidam ya?"
"Ngidam? Viona udah nikah?" Putri mengernyitkan keningnya.
"Upps, cuman canda az," Nura menutup mulutnya.
"Putri bagi kontaknya dong," Bima mengeluarkan ponselnya.
Dengan tersipu Putri mengetik nomor ponselnya. Nura juga ingin mengetik tapi dengan cepat Bima mengambil ponselnya.
"Nah, pesanan Kak Bima sudah tuh. Duluan ya," Bima melambaikan tangannya.
"Ih, cakep banget Kakaknya Viona," Putri tersipu manja.
"Dia suka ama gue tuh. Jangan ke ge er an lu," Nura mencubit lengan Putri.
"Ih, sakit!" Putri balas cubit lengan Nura.
"Awas aza lu!" cibir Nura.
"Ih!" ketus Putri.
Sepanjang jalan pulang Bima memikirkan bagaimana caranya membuat perhitungan dengan Nura. Nura harus merasakan sakit yang dirasakan Viona.
Bima memarkirkan motornya di samping rumah. Bima mengetuk pintu dan perlahan masuk ke dalam rumah. Bima melihat mamanya yang baru saja melaksanakan sholat isya.
Bima menuju dapur dan menyiapkan seblak untuk mamanya. Bima menaruh seblak di meja makan.
"Ma, Bima mau mandi dulu bentar. Bima beli in seblak buat Mama di meja makan!" teriak Bima.
Warda memasukkan alat sholatnya ke dalam lemari. Warda langsung menuju meja makan dan menyantap seblak yang dibawakan Bima. Tidak berapa lama Bima pun ikut menyantap seblak sampai habis tak bersisa.
"Bima, kemana perginya Viona? Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari Mama?" Warda menatap ke arah Bima.
Bima membereskan bekas makannya dan Warda. Bima kemudian mencucinya. Bima mengumpulkan keberaniannya untuk berterus terang kepada Warda.
Bima menceritakan pesan terakhir yang diucapkan papanya. Saat itu papanya mengatakan Alva akan bertanggung jawab.
Pesan itu terus terngiang-ngiang dibenaknya. Bima yang penasaran menanyakan hal itu kepada Alva setelah papanya dimakamkan. Dan saat itu Bima marah mendengar pengakuan jujur Alvaro. Bima melayangkan pukulan ke wajahnya.
"Bima, jangan membuat Mama bertanya-tanya. Cepat katakan ada apa?" Warda berpindah tempat duduk ke samping Bima.
"Mama ingat saat Viona meminta izin ke ulang tahun Nura?"
"Iya, sehabis mengantar pesanan kue, tiba-tiba saja Viona meminta izin ke ulang tahun Nura dan setelah itu Viona berubah menjadi pendiam. Cepat Bima jangan buat Mama penasaran!" Warda memukul pelan paha Bima.
Bima menunduk menahan gemuruh di dada yang hampir meledak karena kembali mengingat kejadian pilu adiknya. Bima dengan mata berkaca-kaca menceritakan semuanya kepada mamanya.
Warda menangis, Warda tidak dapat menahan keterkejutannya. Warda terduduk di lantai. Bima menahan tubuh Warda yang hampir saja terjatuh ke lantai.
"Viona, mengapa tidak cerita ke Mama sayang. Kenapa kamu menyimpannya sendirian. Mama percaya, kamu anak baik," Warda menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Bima juga mengatakan pada saat itu Viona sedang dalam pengaruh obat perangsang. Dan Alvaro dalam keadaan setengah mabuk.
"Coba jelaskan? Apakah Nura sengaja membuat Viona dan Alva tidur bersama?"
"Gak Ma. Malam itu seharusnya Viona bersama seorang preman yang dibayar oleh Nura. Tapi entah kenapa Alva yang bersama Viona malam itu."
"Apa karena itu Alva mendadak ingin melamar Viona?"
"Menurut cerita Alva begitu. Dan Alva duluan tertabrak mobil."
"Ya Allah, Viona, Alva. Apa yang membuat Viona pergi?"
Bima kemudian cerita tentang Syakira, wanita yang ingin dijodohkan Talita untuk Alvaro. Syakira datang ke rumah mereka. Syakira bilang saat ini Viona sedang hamil dan anak yang ada di dalam kandungannya adalah anak haram.
"Apa! Viona hamil?"
"Iya Ma," jawab Bima.
"Mama mengerti sekarang mengapa Viona pergi. Dan Mama juga mengerti mengapa Alva tidak berani jujur. Alva takut Viona akan membencinya."
"Ma, kita harus mencari Viona ke mana? Bima khawatir," Bima menghapus air matanya.
"Mama percaya sama Viona. Semoga Viona dilindungi Allah. Ya Allah berikan perlindungan kepada Viona di manapun dia berada. Dan berikan juga kepada kami petunjuk tentang Viona," Warda menengadahkan tangan berdoa.
🌑 Di rumah Alvaro.
Alvaro sangat putus asa karena tidak menemukan Viona. Tidak terasa seminggu berlalu. Selama itu juga Viona tidak ada kabarnya. Alvaro kehilangan semangat hidup. Alvaro tidak nafsu makan. Alvaro juga enggan melakukan terapi.
Carlo dan Talita yang dihubungi Raka segera menemui Alvaro. Mereka sedih melihat Alvaro yang terbaring lemah di atas tempat tidurnya. Tubuhnya terlihat kurus. Wajahnya pucat.
Sambil terisak Alvaro meminta bantuan mama dan papanya agar bisa menemukan Viona. Alvaro menyesal karena tidak jujur kepada Viona. Alvaro sangat mencemaskan Viona dan calon bayinya.
"Apa? Viona hamil?" Carlo melebarkan matanya.
Raka kemudian menceritakan semua kejadian kepada Carlo dan Talita. Kedua orang tua Alvaro saling berpandangan. Mereka berdua sangat malu atas perbuatan Alvaro.
Carlo mengacak-acak rambutnya. Anak sahabatnya telah dirampas keperawanannya oleh putra kandungnya.
"Alva, apa almarhum Dharma tau alasanmu ingin menikahi Viona?" tanya Carlo.
"Iya Pa. Saat itu Alva bersedia dihukum apa saja oleh papa Dharma. Alvaro siap bertanggung jawab kepada Viona."
"Tunggu, apa karena itu Dharma terkena serangan jantung?" Talita memegang lengan Carlo.
"Iya, maafin Alva, Ma, Pa," Alvaro menangis.
"AAAAAAA!" Carlo berteriak.
"Alva! Mengapa kamu seperti itu Nak!" Talita berdiri di samping Alvaro.
"Ma, saat itu Alva setengah mabuk, Viona diberi obat perangsang. Bagaimana jika saat itu Viona bersama orang lain. Alva salah, Alva malu, Alva tidak berani jujur kepada Viona. Tolong Ma, Pa, temukan Viona. Viona dan anak Alva," Alvaro memegang dadanya.
BUGH!
Carlo membuat retak dinding kamar Alvaro dengan kepalan tangannya. Bisa dibayangkan seandainya kepalan tangan itu dilayangkan Carlo ke arah Alvaro, bisa jadi Alvaro tidak bisa bernapas untuk selamanya.
"Alva, Papa sangat membenci perbuatanmu. Tapi, kamu sudah mengakui perbuatanmu kepada Dharma. Sekarang kita harus menemukan Viona," kata Carlo.
"Alva, kamu kenapa Nak. Alva!" Talita mencek denyut nadi Alva.
"Raka, ayo bawa Alva ke rumah sakit!" Carlo dan Raka mengangkat tubuh Alva ke dalam mobil.
Mereka membawa Alvaro yang tidak sadarkan diri ke rumah sakit.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...