NovelToon NovelToon
Kusebut Namamu Dalam Doaku

Kusebut Namamu Dalam Doaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Janda / Selingkuh / Cerai / Pelakor / Pelakor jahat
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mutia Muthii seorang ibu rumah tangga yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Zulfikar Nizar selama 12 tahun dan mereka sudah dikaruniai 2 orang anak yang cantik. Zulfikar adalah doa Mutia untuk kelak menjadi pasangan hidupnya namun badai menerpa rumah tangga mereka di mana Zulfikar ketahuan selingkuh dengan seorang janda bernama Lestari Myra. Mutia menggugat cerai Zulfikar dan ia menyesal karena sudah menyebut nama Zulfikar dalam doanya. Saat itulah ia bertemu dengan seorang pemuda berusia 26 tahun bernama Dito Mahesa Suradji yang mengatakan ingin melamarnya. Bagaimanakah akhir kisah Mutia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bunda Harus Kuat

Sephia dan Sania duduk di sofa, wajah mereka muram. Mereka baru saja mendengar kabar dari nenek mereka bahwa ibu mereka, Mutia, sedang dirawat di rumah sakit. Hati mereka dipenuhi kekhawatiran dan kesedihan.

"Bunda... Bunda kenapa bisa di rumah sakit?" tanya Sania, suaranya bergetar.

Leha, nenek mereka, menghela napas panjang. Ia menatap kedua cucunya dengan tatapan lembut, mencoba menenangkan mereka.

"Bunda kalian mengalami kecelakaan, Sayang," jawab Leha, suaranya pelan. "Tapi jangan khawatir, Bunda kalian kuat. Beliau akan baik-baik saja."

"Tapi... tapi bunda terluka parah, kan, Nek?" tanya Sephia, air matanya mulai mengalir.

"Iya, Sayang. Bunda kalian terluka," jawab Leha, mengusap air mata Sephia. "Tapi dokter sedang berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan bunda kalian."

Sephia dan Sania menangis, mereka tidak bisa membayangkan ibu mereka terluka. Mereka merasa takut dan khawatir, takut kehilangan ibu mereka.

"Kami ingin melihat bunda," isak Sania, memeluk neneknya erat.

Nanti kita akan melihat bunda, Sayang," jawab Leha, memeluk kedua cucunya erat. "Tapi sekarang, kita harus berdoa untuk kesembuhan bunda."

Mereka bertiga berpelukan, saling memberikan kekuatan satu sama lain. Mereka tahu bahwa ini adalah masa-masa sulit, tetapi mereka akan menghadapinya bersama-sama.

"Kita harus kuat untuk Bunda," ucap Sephia, menyeka air matanya. "Bunda pasti sedih melihat kita menangis."

"Benar, Kak," sahut Sania, mengangguk setuju. "Kita harus membuat bunda bangga."

Mereka berdua berjanji untuk menjadi anak-anak yang kuat dan berani, seperti ibu mereka. Mereka akan berdoa setiap hari, berharap ibu mereka segera sembuh dan kembali ke rumah.

"Kita akan menjaga rumah untuk bunda," ucap Sephia, menatap Sania dengan tatapan penuh tekad.

"Dan kita akan membuatkan bunda gambar yang indah," tambah Sania, tersenyum tipis.

Mereka berdua mulai merencanakan kejutan untuk ibu mereka, hadiah-hadiah kecil yang akan membuat ibu mereka bahagia. Mereka ingin menunjukkan kepada ibu mereka betapa mereka mencintainya.

****

Lestari tertawa sinis, merasa puas dengan keberhasilannya membuat Mutia celaka. Ia merasa seperti iblis yang tidak memiliki belas kasihan, hanya dipenuhi dendam dan kebencian.

"Akhirnya, dia merasakan sakit yang sama seperti yang aku rasakan," gumam Lestari, matanya berkilat liar. "Sekarang, aku akan membuatnya menderita lebih dari ini."

Lestari merencanakan kejahatan yang lebih besar, kali ini ia ingin Mutia mati di rumah sakit. Ia tidak ingin Mutia hidup lebih lama lagi, ia ingin menghapus keberadaan Mutia dari dunia ini.

"Aku akan mengakhiri hidupnya," ucap Lestari, suaranya dingin dan mengancam. "Aku tidak akan membiarkan dia bahagia."

Lestari menyusun rencana dengan hati-hati, memastikan bahwa tidak ada yang akan mencurigainya. Ia akan menyamar sebagai perawat, menyuntikkan racun mematikan ke tubuh Mutia.

"Dia akan mati perlahan-lahan, merasakan sakit yang luar biasa," ucap Lestari, senyum licik menghiasi wajahnya. "Dan tidak ada yang akan tahu bahwa aku yang melakukannya."

Lestari merasa bersemangat dengan rencananya. Ia tidak sabar untuk melihat Mutia menderita dan mati. Ia merasa bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk membalas dendamnya.

"Mutia, kamu akan membayar mahal atas apa yang kamu lakukan," gumam Lestari, matanya berkilat penuh kebencian. "Aku akan menghancurkan hidupmu."

Lestari tidak peduli dengan konsekuensi yang akan ia hadapi. Ia hanya ingin membalas dendam, tidak peduli berapa banyak nyawa yang harus ia renggut. Ia telah dibutakan oleh dendam, dan ia tidak akan berhenti sampai Mutia mati.

Zulfikar, yang berada di ruangan lain, mendengar rencana Lestari. Ia terkejut dan ngeri dengan apa yang Lestari rencanakan. Ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menghentikan Lestari, tetapi ia merasa tidak berdaya.

"Lestari, jangan lakukan ini," gumam Zulfikar, suaranya bergetar. "Kamu akan menyesal."

Namun, Lestari tidak mendengarkan Zulfikar. Ia terlalu dibutakan oleh dendam, dan ia tidak akan membiarkan siapa pun menghalangi jalannya.

****

Dito berlutut di atas sajadah di sudut masjid rumah sakit, air matanya menetes membasahi pipinya. Usai menunaikan salat, ia mengangkat kedua tangannya, memanjatkan doa dengan suara bergetar.

"Ya Allah, hamba mohon, selamatkan Mutia," bisik Dito, suaranya tercekat. "Hamba mencintainya, ya Allah. Hamba ingin menikahinya."

Dito menatap langit-langit masjid, air matanya terus mengalir. Ia merasa hatinya hancur berkeping-keping, melihat wanita yang dicintainya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Ia tidak mengerti mengapa Mutia harus mengalami semua ini.

"Ya Allah, berikanlah kesembuhan kepada Mutia," bisik Dito, suaranya bergetar. "Hamba mohon, jangan ambil dia dari hamba."

Dito membayangkan senyum Mutia, kebaikan hatinya, dan ketegarannya. Ia merasa bahwa Mutia adalah wanita yang sempurna untuknya, wanita yang ingin ia habiskan sisa hidupnya bersamanya.

"Ya Allah, jika Mutia sembuh, hamba berjanji akan menjaganya dengan sepenuh hati," ucap Dito, suaranya penuh tekad. "Hamba akan mencintainya, melindunginya, dan membahagiakannya."

Dito terus berdoa, memohon kepada Tuhan dengan sepenuh hati. Ia berharap, doanya akan dikabulkan, dan Mutia akan segera siuman. Ia tidak sanggup membayangkan hidup tanpa Mutia.

Dito merasa lelah dan putus asa, tetapi ia tidak menyerah. Ia akan terus berdoa dan berharap, sampai Mutia membuka matanya dan memanggil namanya. Ia akan menunggu Mutia, selama apa pun yang diperlukan.

****

Lestari menyeringai, merasa puas dengan rencananya. Ia telah berhasil menyamar sebagai suster rumah sakit, dan sekarang ia siap untuk mengakhiri hidup Mutia. Ia tidak sabar untuk melihat Mutia mati, merasakan sakit yang luar biasa.

Lestari berjalan menyusuri lorong rumah sakit, mengenakan seragam suster yang ia curi. Ia menutupi wajahnya dengan masker, memastikan bahwa tidak ada yang akan mengenalinya. Ia membawa suntikan berisi racun mematikan, siap untuk digunakan.

Sesampainya di ruang inap Mutia, Lestari melihat Mutia terbaring lemah di ranjang. Ia melihat Ahmad duduk di kursi di samping ranjang, menatap putrinya dengan tatapan sedih.

"Permisi, Bapak," ucap Lestari, suaranya dibuat seramah mungkin. "Saya suster yang akan memberikan obat kepada Ibu Mutia."

Ahmad menatap Lestari dengan tatapan curiga. Ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan suster ini.

"Obat apa?" tanya Ahmad, suaranya tegas.

"Obat penenang, Pak. Ibu Mutia terlihat gelisah," jawab Lestari, tersenyum palsu.

Ahmad mengangguk, meskipun ia masih merasa curiga. Ia berdiri dari kursinya dan berjalan menuju pintu.

"Baiklah, sus. Saya permisi sebentar," ucap Ahmad, lalu keluar dari ruangan.

Lestari tersenyum puas, ia akhirnya memiliki kesempatan untuk melaksanakan rencananya. Ia mendekati ranjang Mutia, menatap wanita itu dengan tatapan penuh kebencian.

"Selamat tinggal, Mutia," bisik Lestari, ia menyuntikkan racun itu ke tubuh Mutia.

Mutia tidak bergerak, ia masih tidak sadarkan diri. Lestari tersenyum puas, ia merasa bahwa rencananya telah berhasil. Ia akan segera pergi, meninggalkan Mutia mati di ranjangnya.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan Zulfikar masuk. Ia terkejut melihat Lestari berdiri di samping ranjang Mutia, dengan suntikan di tangannya.

"Lestari, apa yang kamu lakukan?" teriak Zulfikar, suaranya penuh amarah.

Lestari terkejut, ia tidak menyangka Zulfikar akan datang. Ia mencoba menyembunyikan suntikan itu, tetapi Zulfikar terlalu cepat. Ia meraih tangan Lestari, mencegahnya menyuntikkan racun itu ke tubuh Mutia.

"Kamu gila, Lestari?" teriak Zulfikar, matanya berkilat marah. "Kamu mencoba membunuh Mutia!"

Lestari mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Zulfikar, tetapi Zulfikar terlalu kuat. Ia mendorong Lestari ke dinding, membuatnya terhuyung.

1
StepMother_Friend
semangat kak
Serena Muna: makasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!