Setelah kepergian istrinya, Hanan Ramahendra menjadi pribadi yang tertutup dan dingin. Hidupnya hanya tentang dirinya dan putrinya. Hingga suatu ketika terusik dengan keberadaan seorang Naima Nahla, pribadi yang begitu sederhana, mampu menggetarkan hatinya hingga kembali terucap kata cinta.
"Berapa uang yang harus aku bayar untuk mengganti waktumu?" Hanan Ramahendra.
"Maaf, ini bukan soal uang, tapi bentuk tanggung jawab, saya tidak bisa." Naima Nahla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
"Ada yang salah?" tanya Hanan balik.
"Bu-bukan, apa ini tidak berlebihan."
Duh ... tuh kan mau ngomong aja jadi belibet.
"Hanya perasaanmu saja," ujar pria itu lalu fokus dengan gadis kecilnya.
"Papa berangkat dulu ya, hati-hati di jalan!" ucap pria itu sembari mensejajarkan tubuhnya. Menciumnya dengan sayang, lalu masuk ke mobilnya.
Miss Nahla menuntun Icha ke dalam bus. Semua nampak sudah berkumpul dan menunggu keberangkatan. Gadis kecil itu terlihat begitu bahagia karena ditemani oleh guru lesnya.
"Icha sama siapa? Bukanya kamu tidak punya Ibu?" tanya gadis kecil yang duduk di sebelah jok lainnya.
Gadis kecil itu nampak kebingungan menjawab. Wajahnya mendadak mendung, membuat Nahla merasa kasihan.
"Shutt ... sayang, nggak boleh bilang gitu, semua anak punya ibu," tegur perempuan di dekatnya yang diduga ibunya.
"Maaf, dia suka nyeplos kalau ngomong," sesal perempuan itu meminta maaf.
Icha sendiri tidak menanggapi, wajahnya jadi bete menghadap ke arah jendela.
Miss Nahla sendiri hanya mengangguk maklum. Lalu berusaha menghibur bocah enam tahun itu.
"Icha sayang, udah ditemani Miss Nahla nggak boleh cemberut, kita kan mau piknik, jadi harus bahagia," bujuk Miss Nahla sembari mengelus mahkotanya yang terkuncir rapih.
Nahla menariknya dalam pelukan, nalurinya sebagai calon ibu jelas tergugah. Hatinya rontok melihat gadis kecil ini tidak ceria lagi hanya karena perkataan temannya 'tidak punya ibu'
Bus mulai melaju setelah dipandu doa oleh salah satu guru pendamping. Semua duduk di jok masing-masing bersama orang tua atau yang mendampingi. Beruntung Icha ditemani Miss Nahla, hampir semua yang berangkat ditemani ibunya. Mungkin kalau Pak Hanan yang menemani ceritanya akan berbeda.
Rombongan menuju beberapa lokasi yang ada di Bandung. Salah satu yang dikunjungi adalah Lembang park dan zoo. Icha sendiri begitu antusias dan terlihat ceria menikmati outing siang itu. Sesekali Nahla mengambil gambar Icha yang tengah bermain lalu mengirim ke Pak Hanan sebagai bentuk laporan sesuai yang diinginkan.
Balas ataupun nggak yang penting Nahla sudah mengirimkan beberapa dokumentasi tentang kegiatan hari ini dan berakhir cukup melelahkan. Seharian momong anak orang ternyata selain capek, cukup menguras dompet. Beruntung Pak Hanan cukup pengertian dengan membawakan uang tambahan.
"Icha, ada yang mau dibeli lagi?" tanya Miss Nahla memastikan.
"Nggak Miss, eh iya ada satu lagi," ujar Icha berjalan di antara pedagang yang menjual beberapa kaus couple."
"Icha mau beli ini?" tanyanya kurang mengerti.
"Iya, aku mau beli tiga Miss," ujarnya memesan seorang diri. Rupanya gadis kecil itu lumayan pandai memilih. Nahla yang bagian membayarnya, tentu saja menggunakan uang bapaknya si bocah.
[Dari tadi foto Icha semua, nggak ada yang lainnya gitu, pas lagi berdua misalnya]~ Ayah Icha.
Nahla membaca balasan pesan dari Pak Hanan dalam perjalanan pulang. Ia sedikit bingung membalasnya.
[Berdua? Sama saya maksudnya, Pak?]~ Miss Nahla.
[Iya, emangnya siapa lagi?]~ Ayah Icha.
[Banyak, aku simpan di ponselku]~ Miss Nahla
[Kirim]~
Namun, hingga perempuan itu sampai di sekolahan tak kunjung dikirim. Suasana malam hari, dan Pak Hanan masih belum juga pulang. Ekspektasinya, Nahla malam itu walaupun capek akan langsung pulang ke rumah, ternyata malah Pak Hanan sendiri masih dalam perjalanan. Hingga akhirnya Nahla memilih menggunakan jasa taksi online untuk pulang ke rumah Icha.
"Sayang, bangun sudah sampai," ujar Nahla setelah sampai di depan rumah Pak Hanan.
Gadis kecil itu sepertinya sudah mengantuk berat dan lelah. Mengangguk mengiyakan, turun dari mobil sembari dalam gendongan.
"Pak, tolong barang bawaan saya turunkan!" Nahla meminta tolong drivernya untuk membantu. Setelah memberikan tips lalu mobil itu beranjak.
"Waduh ... pintunya dikunci, gimana cara masuknya," gumam Nahla kebingungan sendiri.
Perempuan itu terpaksa menelpon Pak Hanan, pria yang dikabari itu masih dalam perjalanan. Hanya memberitahu kalau ada kunci cadangan di bawah pot bunga yang ada di dekat teras.
"Icha turun dulu ya, Miss mau ambil kunci," ujar perempuan itu nampak kerepotan. Menurunkan Icha yang saat itu terjaga walau masih terkantuk-kantuk.
"Miss, ketemu nggak?" tanya Icha sembari menyender di papan pintu.
"Belum, bentar aku cari lagi," sahut Nahla mengitari pot besar itu. Langsung bernapas lega setelah mendapatkan apa yang tengah dicarinya.
Kedua perempuan itu langsung menuju kamarnya setelah menutup pintu dengan rapat.
"Miss, jangan pulang dulu ya, Icha takut sendirian di rumah," ujar gadis kecil itu tak mau tidur.
"Iya, Miss tunggu sampai papa kamu pulang, tidurlah ... miss nggak akan pulang."
Icha memeluk Nahla baru bisa merem. Perempuan itu sendiri masih terjaga sambil mengelus-elus kepalanya. Tak terasa ikut terlelap juga, hingga Hanan pulang, keduanya tengah tertidur dalam posisi yang begitu manis. Di mana Miss Nahla memeluk putrinya dengan sayang.
Hanan yang baru pulang malam itu, mendekati keduanya. Lalu membenahi selimutnya. Baru beranjak ke kamarnya. Ada perasaan yang berbeda di hati kecilnya, sepertinya kehadiran Nahla cukup membuat hati kecilnya terusik. Ditambah kedekatan keduanya yang begitu natural, membuatnya kadang haru dibuatnya.
"Olive, apa kamu bahagia kalau aku menikah lagi, putri kita bahkan sangat bahagia dekat dengannya. Jangan khawatir, aku masih tetap mencintaimu," batin Hanan memeluk figura mendiang istrinya.
Sudah enam tahun semenjak kepergiannya, rasa sesak itu masih sering menghampiri. Hanya Icha yang membuat dirinya selalu kuat menjalani hari, walau terasa sulit. Malam semakin larut, pria itu tertidur membawa mimpinya bersama mendiang istrinya yang nampak tersenyum melihat dirinya, Icha, dan Miss Nahla. Bahkan dalam mimpi itu, Olive melambai dengan senyuman.
Hanan terjaga ketika matahari sudah muncul. Ia langsung keluar kamar menuju kamar putrinya. Terlihat Nahla sudah bersiap hendak pulang tengah merapikan hijabnya di depan cermin. Icha sendiri masih tertidur pulas di kasurnya.
"Sorry, lupa kalau kamu masih di sini," ujarnya tak ada niat kurang sopan.
"Bapak sudah pulang? Maaf, saya harus segera pulang," pamit Nahla merasa harus segera pulang. Ia bahkan tidak ada rencana khusus menginap, tetapi semalam ketiduran. Ia bahkan lupa tidak mengabari orang tuanya.
"Kenapa buru-buru, bagaimana kalau nanti Icha bangun lalu nyariin."
"Kan Bapak udah di rumah, lagian saya harus masuk," pamit Nahla beranjak.
"Na!" panggil pria itu menghentikan langkah Nahla.
"Iya Pak, kenapa?" Perempuan itu kembali memutar tubuhnya.
"Makasih, maaf sudah merepotkanmu, salam buat ibu sama bapak, insya Allah besok aku dan Icha mau main ke sana," ucap Hanan tersenyum. Untuk pertama kalinya pria itu berterima kasih dan menampakkan deretan giginya.
"Owh ... iya Pak, sama-sama. Eh ya ini ATM Bapak!" ujar perempuan itu mengembalikan pada empunya.
"Nggak ada niat buat nyimpannya dulu," ujar pria itu menatap enggan.
"Icha kan udah pulang, nggak sama saya lagi, jadi harus saya kembalikan."
"Simpan dulu saja," ujar pria itu lalu beranjak.
"Pak, saya tidak butuh uang Bapak, saya tidak akan mengambil selain gaji saya."
"Anggap saja itu bonus karena hari ini kamu udah nemenin Icha," jawabnya santai.
"Tapi Pak, ini kan banyak," ujar Nahla jelas bingung. Antara senang dapat duit banyak, tetapi takut karena merasa tidak wajar.
"Duh ... mimpi apa aku dapat uang sebanyak ini, jangan-jangan! Tidak bener ini, harus dibalikin!" Mendadak Nahla takut ada sesuatu dibaliknya. Demi meminimalisir ketakutannya, gadis itu bahkan niat resign dari les private untuk Icha.