NovelToon NovelToon
Suamiku Calon Mertuaku

Suamiku Calon Mertuaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rodiah Karpiah

Ini kisah Riana , gadis muda yang memiliki kekasih bernama Nathan . Dan mereka sudah menjalin hubungan cukup lama , dan ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan .
Namun kejadian tak terduga pun terjadi , Riana memelihat Nathan sedang bermesraan dengan teman masa kecilnya sendiri. Riana yang marah pun memutuskan untuk pergi ke salah satu klub yang ada di kotanya .Naasnya ada salah satu pengunjung yang tertarik hanya dengan melihat Riana dan memberikannya obat perangsang dalam minumannya .
Dan Riana yang tidak tahu apa-apa pun meminum minuman itu dan membuatnya hilang kendali atas tubuhnya. Dan saat laki - laki tadi yang memasukan obat akan beraksi , tiba-tiba ada seorang pria dewasa yang menolongnya. Namun sayangnya obat yang di kasi memiliki dosis yang tinggi sehingga harus membuat Riana dan laki - laki yang menolongnya itu terkena imbasnya .
Dan saat sudah sadar , betapa terkejutnya Riana saat tahu kalau laki-laki yang menidurinya adalah calon ayah mertuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiah Karpiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sepuluh

Setelah selesai berbicara dengan Bagaskara , Rania pun kembali ke kantin . Dan Rania terduduk di kursi yang tadi ia duduki bersama dengan Siska , tangannya gemetar saat menggenggam segelas air putih yang hampir tumpah saat ia memegangnya. Rania merasa kalau dunianya berputar begitu cepat, dan jantungnya berdebar tidak karuan. Kata-kata Bagaskara terus menghantui pikirannya, berulang seperti rekaman rusak yang tidak bisa ia matikan.

Nyawa yang mungkin tumbuh di rahimmu.

" itu nggak mungkin , jangan sampai ia tumbuh . Dan jika kejadian malam itu membuahkan hasil , sudah bisa dipastikan hidupnya akan kacau balau" ucap Rania di dalam hatinya , ia akan membenamkan kepalanya di lengan .

Rania mencoba mengingat kembali, menghitung hari-hari yang telah berlalu, mencari bukti bahwa semua ini hanyalah delusi belaka. Tapi semakin ia mencoba, semakin jelas fakta yang menamparnya—siklusnya memang sudah terlambat. Entah karena stres atau memang ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi dalam tubuhnya, ia tidak bisa lagi mengabaikannya lagi.

"Ran..." panggil Siska yang sedari tadi memperhatikan sikap Rania setelah bertemu Bagaskara.

"Lo nggak kelihatan baik-baik aja," ujar Siska, tangannya meraih genggaman Rania yang dingin. "Gue bisa liat dari mata lo kalau lo ketakutan setengah mati. Pak Bagaskara ngomong apa, sih?" Tanya Siska yang penasaran dengan apa yang di bahas bos dan sahabatnya itu.

Rania ingin menjawab, tapi suaranya seakan tertahan di tenggorokan. Ia bahkan tidak yakin bagaimana cara menjelaskan sesuatu yang bahkan dirinya sendiri belum sepenuhnya pahami.

"Ran, please, jangan bikin gue makin khawatir." Ucap Siska lagi yang semakin khawatir melihat Rania terdiam.

Rania menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya bersuara. " Pak Bagaskara... dia bilang gue mungkin hamil." ucapnya pelan , ia takut berita ini menyebar dan sudah pasti mereka akan mengolok-olok Rania.

Mata Siska membesar setelah mendengar perkataan Rania . "Apa?!" pekik Siska yang tertahan , ia sadar kalau saat ini mereka berada di kantin .

"Dia—dia nyuruh gue periksa besok," lanjut Rania dengan suara bergetar. "Dan dia bilang kalau itu benar, dia nggak akan biarin Nathan tahu." ucapnya dengan lirih , ia benar-benar sudah pasrah jika itu benar terjadi.

Siska yang mendengar itu pun membeku di tempatnya. "Tunggu, lo serius? Jadi... Pak Bagaskara yakin kalau lo—" ucapnya yang harus terpotong oleh Rania .

"Gue nggak tahu, Sis," potong Rania cepat, suaranya penuh kepanikan. "Gue bener-bener nggak tahu. Gue nggak inget kapan terakhir kali haid, dan sekarang... dia ngomong seolah-olah ini udah pasti terjadi." ucapnya mengutarakan apa yang ada didalam pikirannya.

Siska menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. "Tapi lo kan cuma bareng dia... sekali, kan?" tanya Siska dan menunggu sahabatnya itu mengiyakan perkataannya.

Rania menggigit bibirnya, kepalanya tertunduk dalam rasa malu dan penyesalan yang menghantam bertubi-tubi. Dan Siska yang mendengar itu pun yakin pada pemikirannya.

"Lo harus periksa, Ran," kata Siska akhirnya, nada suaranya lebih lembut sekarang. "Kita nggak bisa nebak-nebak kayak gini. Lo harus tahu yang sebenarnya sebelum semua ini makin rumit." Ucapnya memberikan pendapatnya pada sahabatnya itu.

Rania yang mendengar itu pun mengangguk pelan. Ia tahu sahabatnya benar. Tapi masalahnya bukan hanya tentang kehamilan itu sendiri—masalahnya adalah Bagaskara. Jika hasilnya positif, maka ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Entah bagaimana respon Nathan nanti jika tahu yang sebenarnya. Hanya memikirkan nama itu saja sudah cukup untuk membuat dadanya terasa sesak. Ia memang sudah lama tahu bahwa hubungan mereka berada di ujung tanduk, terutama sejak Nathan semakin jauh dan mulai menggila dengan Claudia. Tapi tetap saja, membayangkan bagaimana pria itu akan bereaksi jika mengetahui bahwa ayah angkatnya—orang yang telah membesarkannya—telah tidur dengan Rania dan mungkin memiliki anak darinya, adalah sesuatu yang terlalu mengerikan untuk dipikirkan olehnya saat ini .

"Lo nggak bisa biarin Pak Bagaskara ngontrol lo, Ran," suara Siska mengembalikannya ke dunia nyata. "Kalau ini beneran terjadi... lo punya hak buat nentuin apa yang terbaik buat lo sendiri. Jangan biarin dia bikin lo merasa nggak punya pilihan." Ucap Sinta lagi pada sang sahabat.

Rania menelan ludah dengan susah payah. "Tapi dia bilang gue nggak boleh kasih tahu Nathan..." ucapnya dengan lirih.

Siska mendecak kesal. "Tentu aja dia bilang gitu! Lo pikir dia bakal biarin anaknya tumbuh dengan risiko Pak Nathan bisa membahayakan Lo dan anak kalian nanti?" Ucap Sinta lagi, yang berusaha membuka pemikiran Rania.

Ucapan Siska masuk akal, tapi tetap saja, itu tidak membuat Rania merasa lebih baik. Otaknya terlalu penuh untuk menerima informasi lagi.

"Lo yakin nggak mau kabur aja, Ran?" bisik Siska. "Dari semuanya. Dari Pak Bagaskara, dari Pak Nathan... dari tempat ini?" ucapnya dengan hati-hati, ia menyarankan itu karena kasihan melihat Rania yang tertekan dengan apa yang ia alami saat ini.

Rania yang mendengar itu pun tersenyum miris. "Lo pikir gue bisa pergi ke mana?" Ucapnya dengan suara parau.

Siska menggenggam tangannya erat. "Kalau lo mau pergi, gue bisa bantu. Kita bisa cari tempat buat lo mulai hidup baru, jauh dari mereka semua." Ucapnya memberikan saran pada sang sahabat.

Untuk sesaat, ide itu terdengar sangat menggoda. Pergi ke suatu tempat di mana tidak ada yang mengenalnya, di mana ia bisa menghapus semua jejak masa lalunya dan memulai dari awal.

Tapi ia tahu itu bukan solusi yang mudah. Bagaskara bukan orang yang bisa dibodohi begitu saja. Jika ia pergi, pria itu pasti akan menemukan cara untuk menariknya kembali. Dan jika ia benar-benar hamil, maka tidak ada tempat di dunia ini yang cukup jauh untuk bersembunyi darinya.

"Ran, lo nggak sendirian," kata Siska, matanya bersinar dengan ketulusan. "Gue bakal ada buat lo, apa pun yang terjadi." Ucapnya lagi memberikan sahabatnya itu kekuatan.

Air mata Rania akhirnya pun jatuh. Ia menggenggam tangan Siska lebih erat, berusaha mencari sedikit kekuatan dari sahabatnya yang selama ini selalu ada untuknya.

Tapi di lubuk hatinya yang paling dalam, ia tahu bahwa apa yang akan datang nanti adalah badai yang lebih besar dari apa pun yang pernah ia hadapi sebelumnya selama hidupnya itu. Dan Rania tidak yakin kalau dirinya cukup kuat untuk bertahan selama badai itu berlangsung.

Rania tahu Siska benar—ia harus memeriksakan diri, harus tahu yang sebenarnya sebelum semua ini semakin menghancurkannya. Namun, pikirannya dipenuhi ketakutan yang tak bisa ia kendalikan. Jika benar ia hamil… hidupnya akan berubah total.

Bagaskara jelas tidak akan tinggal diam. Pria itu sudah menegaskan bahwa Nathan tidak boleh tahu. Tapi Rania masih sulit menerima kenyataan bahwa dirinya bisa saja mengandung anak dari pria yang selama ini menjadi sosok ayah bagi Nathan.

Rania mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menenangkan napasnya yang mulai memburu. "Besok gue periksa," katanya akhirnya, meski suaranya nyaris tak terdengar.

Siska mengangguk, tangannya masih menggenggam tangan Rania dengan erat. "Gue bakal nemenin lo," ucapnya dengan penuh keyakinan

Rania ingin mengatakan sesuatu—entah itu ucapan terima kasih atau sekadar mengungkapkan rasa takutnya. Namun, kata-kata itu tertahan di tenggorokannya. Ia hanya bisa mengangguk pelan, membiarkan air matanya jatuh tanpa perlawanan. yang Ia tahu, apa pun hasilnya nanti, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Rania mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menenangkan napas yang memburu ketika mengingat perkataan Bagaskara tadi . Seberapa pun ia ingin menganggap kata-kata Bagaskara sebagai omong kosong belaka, nalurinya mengatakan bahwa ada kebenaran di dalamnya. Dan itu membuatnya semakin takut.

Siska masih duduk di depannya, menatapnya dengan campuran simpati dan ketegangan. "Lo harus kasih tahu orang tua lo, Ran," katanya dengan hati-hati. "Lo nggak bisa hadapi ini sendirian tanpa dukungan mereka! " ucap Siska lagi , ia berusaha membuat Rania terbuka pada orang tuanya.

Rania yang mendengar perkataan Siska pun langsung menggeleng cepat. "Nggak, Sis. Gue nggak bisa. Lo tahu gimana mereka, kan? Mereka bakal kecewa banget sama gue." Suaranya bergetar saat mengatakan itu, seolah hanya membayangkan reaksi orang tuanya saja sudah cukup untuk menghancurkannya.

Ayah dan ibunya memang selalu menginginkan yang terbaik untuknya. Mereka bukan tipe orang tua yang keras, tapi mereka juga bukan tipe yang bisa menerima kenyataan ini dengan mudah. Jika benar ia hamil—dan lebih buruknya lagi, jika mereka tahu siapa ayah dari anak itu—maka kepercayaannya yang selama ini mereka berikan padanya akan runtuh seketika.

"Lo nggak bisa terus-terusan takut sama reaksi orang, Ran," kata Siska, lebih tegas sekarang. "Ini hidup lo, dan lo yang harus nentuin apa yang bakal terjadi selanjutnya." Ucapnya lagi sambil menatap Rania tegas

Rania yang mendengar itu pun mendesah panjang. Ia tahu sahabatnya benar, tapi itu tidak membuat segalanya menjadi lebih mudah. Ia merasa seperti terjebak di antara dua pilihan yang sama buruknya untuk dirinya.

Jika ia tetap tinggal dan menghadapi kenyataan, itu berarti ia harus berurusan dengan Bagaskara, dengan segala ancamannya dan kemungkinan bahwa pria itu akan mengontrol hidupnya lebih jauh lagi. Tapi jika ia kabur, ia bukan hanya akan meninggalkan semua yang dikenalnya—ia juga akan menghancurkan hubungan dengan orang tuanya yang selama ini merawat dan menyayanginya dengan tulus

"Gue bakal nemenin lo periksa besok," kata Siska, suaranya lebih lembut kali ini. "Apa pun hasilnya, kita cari jalan keluarnya sama-sama." Ucapnya lagi dengan penuh keyakinan.

Dan lagi-lagi Rania hanya bisa mengangguk pelan, meskipun dadanya masih terasa sesak. Ia tahu bahwa tidak ada jalan keluar yang mudah dari situasi ini. Tapi setidaknya, untuk saat ini ia tidak sendirian.

Namun, jauh di lubuk hatinya, ada satu pertanyaan yang terus menghantui. Bagaimana kalau kehamilan ini benar-benar nyata? Apakah ia bisa menjalaninya dan yang lebih dari itu... bagaimana jika Bagaskara tidak akan pernah membiarkannya pergi?

.

.

Bersambung...

1
Reni Anjarwani
lanjut thor
Rodiah
Selamat menikmati cerita aku 🤗🥰

Dimohon untuk tidak menjadi silent reader ya , aku menunggu keritik dan saran dari kalian 🤭🤗😍
Satsuki Kitaoji
Got me hooked, dari awal sampe akhir!
Yoi Lindra
Tersentuh banget dengan kisah ini.
Desi Natalia
Makin lama makin suka, top deh karya thor ini!
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!