menceritakan tentang seorang gadis mantan penari ballet yang mencari tahu penyebab kematian sang sahabat soo young artis papan atas korea selatan. Hingga suatu ketika ia malah terjebak rumor kencan dengan idol ternama. bagaimana kisah mereka, yukkk langsung baca saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon venn075, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Malam itu begitu tenang, dengan langit yang terbentang luas, dihiasi oleh ribuan bintang yang berkilau. Cassi berdiri di balkon kamar yang menghadap ke taman besar di belakang rumah Eleanor. Suara angin malam yang sejuk berbisik pelan, membawa keheningan yang menenangkan. Ia memandangi bintang-bintang yang bertebaran di langit, entah sedang memikirkan apa, entah juga hanya mencoba untuk menenangkan pikirannya yang sempat terombang-ambing.
Semenjak kedatangannya ke Amerika, hidupnya terasa seperti babak baru yang belum sepenuhnya ia pahami. Semua yang terjadi begitu cepat—pertemuan dengan keluarga Jihoon, perasaan yang mulai berkembang di antara mereka, dan seluruh konflik yang masih membayangi. Meskipun jauh dari rumah dan kenyataan yang sering membebani dirinya, Cassi merasa seolah dunia ini menjadi lebih luas, memberi ruang untuk dirinya menghirup napas lebih panjang.
Namun, di balik kedamaian itu, ada rasa yang belum sepenuhnya bisa ia pahami—perasaan yang berputar di hatinya setiap kali Jihoon ada di dekatnya. Ia mengerti bahwa hubungan mereka sedang berkembang, meskipun dengan pelan. Kadang, perasaan itu membuatnya cemas, tapi di sisi lain, ada rasa nyaman yang tak bisa ia jelaskan.
Tanpa sadar, ia memejamkan mata sejenak, membiarkan angin malam menyentuh kulitnya. Tak lama, terdengar langkah kaki yang mendekat, dan Cassi tahu siapa yang datang tanpa perlu menoleh.
"Masih terjaga?" suara Jihoon terdengar lembut di belakangnya, membuat Cassi sedikit tersentak, namun ia tersenyum tipis tanpa menoleh.
"Ya, aku hanya... menikmati malam," jawabnya pelan, suaranya hampir hilang tertelan angin.
Jihoon berdiri beberapa langkah di belakangnya, memandang Cassi yang masih menatap langit malam. Ia terdiam sejenak, memperhatikan wanita itu. Ada sesuatu dalam diri Cassi yang membuatnya ingin melindunginya, ingin selalu ada di sisinya. Namun, ada juga perasaan yang lebih dalam dari itu, yang tak bisa ia jelaskan, bahkan pada dirinya sendiri.
Cassi merasakan kehadiran Jihoon yang semakin dekat, namun ia tetap tidak berbalik. Meskipun demikian, ia tahu betul apa yang terjadi. Ada ketegangan di udara, dan ia bisa merasakannya dengan jelas. Jihoon mendekat lebih lagi, kini hanya beberapa inci dari belakangnya. Cassi bisa mendengar detak jantungnya yang semakin cepat, entah karena cemas atau karena rasa yang sama-sama tak bisa mereka hindari.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Jihoon, suaranya hampir berbisik, hanya untuknya.
Cassi menatap bintang-bintang itu, berusaha menenangkan pikirannya. "Tentang banyak hal. Tentang... kita, mungkin," jawabnya, suaranya mengandung sedikit kebingungan, namun ada sesuatu yang jujur di dalamnya.
Jihoon diam sejenak, meresapi kata-kata Cassi. Ia bisa merasakan kedekatan yang semakin tumbuh di antara mereka. Ada perasaan yang tidak bisa dihindari, rasa yang mulai mengalir dalam setiap detak jantungnya. Ia ingin lebih dekat, lebih dari sekadar ini. Tetapi ketakutan akan menanggalkan kenyamanan mereka, takut jika segala yang mereka miliki akan hancur, membuatnya ragu.
Namun, malam itu seakan memberi mereka keberanian yang selama ini mereka sembunyikan.
Tanpa berpikir panjang, Jihoon akhirnya memutuskan untuk mengikuti dorongan hatinya. Ia melangkah lebih dekat hingga jarak di antara mereka hampir tidak ada lagi. Perlahan, ia meraih tangan Cassi dan membaliknya dengan lembut, membuat wanita itu akhirnya menoleh padanya.
Cassi terkejut saat matanya bertemu dengan mata Jihoon, yang penuh dengan keteguhan dan perasaan yang dalam. Wajah Jihoon hanya beberapa inci dari wajahnya, cukup dekat untuk membuat Cassi merasa jantungnya berdebar kencang. Ia bisa merasakan kehangatan tubuh Jihoon, dan untuk pertama kalinya, rasa canggung itu menghilang, digantikan dengan perasaan yang lebih kuat dan lebih pasti.
"Jihoon..." bisiknya, suara yang hampir tak terdengar. Ia ingin berkata sesuatu, tetapi kata-kata itu tiba-tiba terasa begitu berat.
Tanpa kata-kata lebih lanjut, Jihoon membungkuk sedikit, mendekatkan wajahnya ke wajah Cassi. Waktu seakan berhenti sejenak, dan Cassi hanya bisa terdiam, tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Hanya ada keheningan yang dalam, yang semakin menegangkan keduanya.
Dan kemudian, dengan penuh keyakinan, Jihoon mencium Cassi.
Ciumannya lembut, penuh perasaan yang dalam. Sesuatu yang sudah lama terpendam akhirnya tersalurkan dalam sentuhan itu. Cassi merasakan segala keraguan yang sempat ada dalam dirinya hilang begitu saja, digantikan dengan kehangatan yang ia cari. Ia tidak tahu berapa lama ciuman itu berlangsung, yang jelas, dunia di sekeliling mereka seolah menghilang. Hanya ada mereka berdua, di bawah langit yang dipenuhi bintang.
Saat Jihoon melepaskan ciumannya, ia tetap menatap Cassi dengan lembut, tidak ingin mengganggu kedamaian yang baru saja tercipta di antara mereka. "Aku ingin kamu tahu, Cassi," katanya pelan, "Aku akan selalu ada di sini, untukmu."
Cassi hanya bisa tersenyum, meskipun hatinya masih berdebar. Ia merasa sesuatu telah berubah, dan meskipun ia tidak bisa sepenuhnya memahami perasaan itu, ia tahu bahwa malam ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang tidak bisa mereka hindari lagi.
---
Di dalam ruangan yang remang-remang, pria itu duduk dengan ekspresi yang tak terbaca, memegang sebuah foto usang yang hampir sobek. Tangannya gemetar sedikit saat ia memandangi gambar yang sudah memudar warnanya itu. Di dalam foto itu, ada dua gadis kecil dan seorang pria kecil yang tersenyum bahagia, seakan dunia mereka tak punya beban. Mereka berdiri berdekatan, menatap kamera dengan mata penuh keceriaan, tanpa tahu bahwa tak lama setelah itu, kehidupan mereka akan berubah selamanya.
Pria itu menatap foto itu lebih dalam, setiap detailnya tampak jelas meski warnanya hampir hilang. Gadis pertama, dengan rambut panjang yang tergerai, wajahnya ceria, penuh kehidupan. Gadis kedua, sedikit lebih muda, tersenyum dengan mata yang begitu polos. Dan pria kecil di antara keduanya, wajahnya penuh semangat, sedikit nakal, namun terlihat penuh kasih sayang pada kedua gadis itu.
Dia menarik napas panjang, menahan perasaan yang tiba-tiba muncul begitu kuat. Semua kenangan itu datang kembali—kenangan masa kecil yang indah, kenangan yang begitu jauh, namun tetap hidup dalam ingatannya. Kenangan yang kini membuatnya lebih marah, lebih kecewa. Kepergian mereka, semua yang terjadi setelah itu—semuanya terasa seperti pengkhianatan yang harus ia bayar.
Dengan tangan yang kini lebih erat menggenggam foto itu, pria itu menatap gambar itu dengan penuh amarah. "Kalian pikir aku sudah melupakan ini?" bisiknya, suaranya serak. "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi begitu saja."
Dia melemparkan foto itu ke meja di depannya, memandang foto itu seolah melihat kembali masa lalu yang penuh dengan kebohongan dan kepalsuan. "Aku akan pastikan kalian tidak bisa lari dari apa yang sudah kalian lakukan."
Sambil menatap foto yang tergeletak di atas meja, pria itu merasa perasaan yang sulit dibendung menguasai dirinya—perasaan yang datang bersama kenangan lama, yang tak akan pernah bisa ia lepaskan. Semua itu akan kembali. Dan kali ini, tidak ada yang bisa menghentikannya.
---