Aku masih ingat tangisan, tawa dan senyum pertamanya. Aku juga masih ingat langkah pertamanya. Saat dia menari untuk pertama kali. Saat dia menangis karena tidak bisa juara kelas. Aku masih ingat semuanya.
Dan sekarang, semua kebahagiaan itu telah direngkuh paksa dariku.
Aku tidak memiliki apa-apa selain dia
Dialah alasanku untuk hidup sampai sekarang.
Tidak bolehkah aku menghukum perampas kebahagiaanku?
Ini adalah novel diluar percintaan pertama penulis, mohon dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
"Anakku!!!" ratap ibu Fahim dia hari setelah putranya meninggal.
Ayahnya, sang kepala sekolah masih termenung di ruang tamu. Menatap foto putra bungsunya yang ada di atas meja.
"Kami sudah melakukan pemeriksaan. Di sekitar sekolah memang ada sarang lebah. Tapi seharusnya tidak berbahaya bagi siapapun. Mungkin karena Fahim alergi terhadap sengatan lebah, maka hal ini terjadi" kata polisi yang datang.
"Kalian sudah melakukan penyelidikan selama dua Minggu dan ini kesimpulan yang kalian ambil??! Kebetulan meninggal karena Fahim memiliki alergi sengatan lebah? Apa kalian pikir aku bodoh!!" bentak kepala sekolah tidak terima dengan penjelasan polisi.
"Kami telah memeriksa semua murid dan guru yang ada disana. Ada satu murid yang juga terkena sengatan lebah. Tapi karena dia tidak alergi, maka dia hanya mengalami benjolan berwarna merah. Sedangkan Fahim ... "
Kepala sekolah yang masih belum menerima kematian putranya menggebrak meja dengan cukup keras.
"Aku yakin ada yang sengaja melakukan ini. Putraku ... Putraku yang baikkk ... " ratapnya sedih.
"Kami juga sudah memeriksa tentang apa yang Anda curigai" kata salah satu polisi meredakan ratapan kepala sekolah.
"Apa dia yang melakukan ini?"
"Kami sudah datang ke rumah orang itu. Dan kami bisa pastikan orang itu tidak tahu apa-apa. Bahkan dia juga tidak mengenal putra Anda"
Kepala sekolah tidak terima dengan hasil penyelidikan polisi.
"Tidak mungkin!! Tidak mungkin kematian putraku terjadi karena takdir. Tidak mungkin!!"
Tak lama sebuah mobil mewah datang ke rumah kepala sekolah. Lalu dua orang dengan gaya angkuh masuk ke dalam rumah kepala sekolah.
Segera saja kepala sekolah berubah perangai. Menghapus kemarahan dan kesedihan menjadi penjilat sejati.
"Anda semua kemari? Sungguh kehormatan bagi saya, Anda datang kemari"
Kepala sekolah yang tadinya bergaya seperti orang paling berkuasa, berubah menjadi seperti tikus yang tercebur dalam got saat bertemu dua orang tua teman putranya.
"Kami turut berduka cita atas kematian putra Anda" kata pengusaha super kaya dengan putra yang memiliki penampilan bak pangeran itu.
"Terima kasih. Kedatangan Anda merupakan kehormatan bagi keluarga kami" jawab kepala sekolah dengan sopan.
"Menurut kabar, putra Anda meninggal karena sengatan lebah"
"Benar"
"Lalu kenapa ada polisi di dalam rumah Anda?" tanya pengusaha yang tidak suka dengan masalah hukum.
"Oh, mereka hanya ... Akan segera pergi"
Kepala sekolah segera mengusir polisi dari dalam rumahnya. Dia tidak ingin tamu terhormat yang baru saja datang ke rumahnya itu merasa jengah. Lalu mulai berperan seperti penjilat sempurna. Tidak lagi sedih akan kepergian putranya yang mendadak. Bahkan mungkin bersyukur karena kematian putranya, dia bisa bertemu dengan orang terhormat.
Terdapat perbincangan ringan sebelum seorang dengan status lebih tinggi datang ke rumah kepala sekolah. Lengkap dengan pengawalan polisi.
Kepala sekolah dengan sedih meninggalkan pengusaha kaya untuk menyambut sang anggota dewan terhormat negeri ini.
"Selamat datang Tuan dewan" sambut kepala sekolah pada sang anggota dewan dan putranya yang tampak lebih arogan.
"Kami turut berduka cita" kata sang anggota dewan.
"Terima kasih Tuan" jawab kepala sekolah dengan kedua tangan tertutup di depan dada. Berusaha mencari lebih banyak simpati untuk keluarganya.
Lalu ketiga orang tua dengan dua anak yang merupakan pelaku kejahatan pada anak Ratna berkumpul disana. Saling menyapa dan berbincang tentang kematian putra bungsu kepala sekolah.
Masing-masing tidak menunjukkan wajah sedih atas duka yang dirasakan keluarga kepala sekolah. Bahkan kepala sekolah sendiri memiliki raut wajah yang lebih cerah dari kedua tamu terhormatnya.
Setelah beberapa lama, sang pengusaha kaya dan anggota dewan beserta putra mereka meninggalkan rumah kepala sekolah.
Dalam mobil anggota dewan, putra yang bersikap seenaknya itu mengejek kematian anak kepala sekolah.
"Dasar bodoh. Mati karena disengat lebah. Sungguh tidak keren. Paling tidak harusnya dia mati setelah ditabrak motor lalu menghabiskan waktu lama di rumah sakit sebelum meninggal. Atau setidaknya punya penyakit yang parah. Hahahaha"
Anggota dewan yang sudah menahan diri menoleh ke anak laki-laki itu dan menamparnya dengan kencang. Sampai sudut bibir anak laki-laki tak berperasaan itu mengeluarkan darah dari celah luka.
"Jaga mulutmu!!! Kalau saja tidak ada kejadian itu, aku bahkan tidak akan mengenal seorang kepala sekolah SMA kecil semacam ini!!" kata anggota dewan geram.
"Huh, sial. Siapa yang tahu kalau ayah Fahim ternyata kepala sekolah"
"Cari teman dengan benar!! Jangan sampai kau memiliki teman serendah itu lagi!!!"
"Dia sudah mati"
"Bodoh!!"
Tamparan kedua mendarat di belakang kepala anak anggota dewan. Membuatnya hampir tersungkur ke lantai mobil.
"Siall!!" balas anak laki-laki itu tanpa takut.
Dan segera mendapatkan pukulan yang ketiga, keempat dan kelima dari ayahnya.
"Apa kau tidak lihat kehadiran polisi di rumah kepala sekolah tadi? Kau pikir apa yang mereka lakukan disana??"
Anak anggota dewan tidak berani menjawab dan hanya menunduk menahan sakit.
"Pastikan kepala polisi telah menyingkirkan semua bukti dan berkas kasus itu. Kalau perlu ... Pindahkan kepala sekolah itu ke tempat yang jauh. Agar semua aman" perintah anggota dewan pada ajudan yang berada di kursi penumpang depan.
"Baik. Pak"
"Turunkan anak bodoh ini di depan. Kita harus kembali ke gedung dewan"
Jadilah anak anggota dewan itu diturunkan di pinggir jalan. Anak laki-laki yang terus bersikap bodoh itu akhirnya melampiaskan kemarahannya pada apapun yang ada disana. Tidak tahu kalau tingkahnya dilihat oleh banyak orang. Termasuk sang pengusaha kaya dan putranya yang ada di mobil mewah.
"Anak bodoh itu, jangan dekat-dekat dengannya lagi!" perintah pengusaha kaya pada putranya yang sama-sama melihat kelakuan anak anggota dewan di pinggir jalan.
"Baik, ayah" jawab putra pengusaha kaya dengan wajah datar. Seolah tidak memiliki emosi sama sekali.
"Pastikan anak bodoh itu tidak akan menyebarkan masalah waktu itu"
"Dia tidak akan berani"
"Anak anggota dewan itu terlalu arogan dan bodoh. Siapa tahu mulutnya tiba-tiba terbuka pada orang lain yang besar kemungkinannya untuk menyeret mu masuk dalam lubang neraka"
"Aku akan memastikan dia tidak berani melakukan itu"
"Kau juga bodoh! Padahal kau bisa membeli siapapun untuk melakukan ... Hal itu. Bersihkanlah dirimu dari masalah ini dan kembali ke luar negeri. Lanjutkan pendidikan mu dan masuk ke dalam perusahaan setelah lulus"
"Maaf ayah. Aku sudah melakukan kesalahan besar. Aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahan bodoh ini. Terima kasih atas bantuan ayah untuk menyelesaikan masalah ini" jawab anak pengusaha kaya itu dengan sangat sopan.
Mobil terus dipacu sampai ke sebuah perusahaan besar. Saat ayahnya turun, anak pengusaha itu tiba-tiba mengubah ekspresi wajahnya.
"Dasar pria tua gila!!" umpatnya pada ayahnya sendiri.