NovelToon NovelToon
Mengasuh Cinta Duda Kaya

Mengasuh Cinta Duda Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Pengasuh / Ibu Tiri
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Cherryblessem

Caca, seorang mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di London, terpaksa bekerja sebagai pengasuh anak CEO kaya, Logan Pattinson, untuk mencukupi biaya hidup yang mahal. Seiring waktu, kedekatannya dengan Logan dan anaknya, Ray, membawa Caca ke pusat perhatian publik lewat TikTok. Namun, kisah cinta mereka terancam oleh gosip, kecemburuan, dan manipulasi dari wanita yang ingin merebut Logan. Ketika dunia mereka dihancurkan oleh rumor, Caca dan Logan harus bertahan bersama, menavigasi cinta dan tantangan hidup yang tak terduga. Apakah cinta mereka cukup kuat untuk mengalahkan segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherryblessem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pulang

...Jangan lupa klik like dan komentar ya teman-teman! Mohon dukungannya untuk cerita ini! Terimakasih banyak semua! ❤️❤️...

...****************...

Sudah seminggu Logan Pattinson berada di Manchester. Jauh dari rumah dan putranya, rasa rindu perlahan-lahan menyelinap di dadanya. Ia merasa bersalah meninggalkan Ray begitu lama, meskipun tahu putranya ada di tangan Caca, pengasuh yang sangat bisa diandalkan. Begitu mobil berhenti di depan rumah, Logan keluar dengan cepat, langkahnya semakin tergesa saat ia melihat pintu rumah terbuka.

“Ayah!” seru Ray penuh semangat. Anak laki-laki itu berlari ke arah Logan begitu sosok ayahnya terlihat di ambang pintu. Tanpa ragu, Ray melompat ke pelukan Logan, memeluknya erat seakan tidak ingin melepaskannya lagi.

Caca, yang berdiri di dekat ruang tamu, tersenyum melihat pemandangan itu. Hubungan Logan dan Ray selalu terlihat begitu tulus dan hangat, membuat siapa saja yang melihatnya ikut terharu. Logan membungkuk sedikit, mengangkat Ray dalam pelukannya sambil mengecup kening anak itu dengan penuh kasih.

“Ayah merindukanmu, sayang,” ucap Logan dengan suara lembut, mencoba melepas rindu yang sudah menumpuk selama seminggu terakhir.

Ray mengangguk kecil, wajahnya bersinar penuh kebahagiaan. Mereka kemudian duduk di sofa, berbicara dengan penuh kehangatan, membicarakan hal-hal sederhana yang penting bagi mereka berdua.

Sementara itu, Caca merasa sedikit canggung berada di sana. Ia berusaha membuat dirinya sibuk dengan membereskan mainan Ray yang berserakan di lantai. Logan, yang menyadari keberadaannya, melirik ke arah Caca. Meski sudah berlalu seminggu, rasa canggung masih tersisa di dalam dirinya. Bayangan Wajah Caca yang terlintas di kepalanya ketika bersama dua pelacur itu di klub malam minggu lalu membuatnya sulit sepenuhnya santai di sekitar Caca.

Logan berdeham pelan, membetulkan posisi duduknya sambil membiarkan Ray memeluknya. Ia mencoba memulai percakapan ringan untuk menghilangkan kekakuan. “Jadi, bagaimana selama seminggu ini bersama Ray? Apakah dia merepotkanmu?” tanyanya dengan nada ramah.

Pertanyaan itu mengejutkan Caca. Pipinya sedikit memerah saat mendengar suara Logan yang terkesan terlalu dekat di telinganya, meskipun sebenarnya biasa saja. Ia teringat ucapan Yeji—teman baiknya—yang suka menggoda tentang Logan. Dalam hati, Caca mengutuk dirinya sendiri karena membiarkan pikiran itu kembali muncul.

“B–baik, Tuan Pattinson,” jawab Caca dengan sedikit gugup, berusaha tetap profesional. “Ray tidak merepotkan sama sekali. Kami makan, tidur, dan kadang berjalan-jalan bersama. Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan.”

Logan mengangguk pelan, namun dalam hati ia pun merasa canggung. Ia tak tahu kenapa, tapi pembicaraan sederhana itu terasa sulit baginya. Mungkin karena ia juga, tanpa sadar, memikirkan hal-hal yang tak seharusnya ia pikirkan tentang Caca.

Setelah beberapa saat, Logan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kebisuan itu. “Baiklah, ayah harus mandi dulu. Kamu tunggu di sini, ya, Ray. Nanti kita lanjutkan lagi.” Ia mengecup pipi putranya sebelum bangkit dan berjalan ke lantai atas.

Begitu Logan menghilang dari pandangan, Caca menghela napas panjang. Perasaannya semakin rumit. Jantungnya berdebar saat berada di dekat Logan, dan ia tahu siapa yang harus disalahkan—Yeji, dan kebiasaannya membaca novel online dengan cerita-cerita penuh imajinasi yang kini menyusup ke pikirannya.

Caca menggigit bibirnya, mencoba menguatkan diri. Ia harus disiplin menjaga profesionalismenya. Bayangan kehilangan pekerjaan ini saja sudah membuatnya takut. Gaji yang ia dapat sebagai pengasuh Ray terlalu berharga untuk dilepaskan—cukup untuk membuatnya bertahan di London selama berbulan-bulan.

Namun, di sisi lain, ia tahu kenapa Yeji selalu menggoda soal Logan. Uang bukan satu-satunya alasan. Mungkin, jauh di dalam hati, ada sesuatu yang membuat Logan lebih dari sekadar majikan di matanya.

Dengan cepat, Caca menggelengkan kepala, mencoba menepis pikiran itu. “Yeji benar-benar menghancurkan pikiranku,” gumamnya pelan, mengutuk imajinasi liar yang terus mengusiknya. Kini, ia harus fokus. Ray adalah prioritasnya, dan ia tidak boleh membiarkan pikiran tentang bosnya mengganggu pekerjaannya.

-

Logan menyalakan shower, membiarkan air hangat mengalir deras dan membasuh tubuhnya. Selama beberapa menit, ia menikmati rasa segar yang perlahan menghilangkan kepenatan dari pikirannya. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Pikiran tentang Caca kembali muncul, menghantui seperti tamu tak diundang.

Logan mendesah panjang, mengusap wajahnya dengan frustrasi. Kenapa aku seperti ini? pikirnya. Ia tak bisa memahami kenapa pikirannya terus-menerus kembali ke sosok Caca—pengasuh anaknya sendiri. Ia baru mengenalnya, namun entah kenapa ada sesuatu tentang gadis itu yang membuatnya terus memikirkannya.

"Ini hanya naluri," gumamnya pada diri sendiri, mencoba meyakinkan bahwa apa yang ia rasakan hanyalah reaksi biologis biasa.

Selesai mandi, Logan mematikan shower dan meraih jubah mandi cokelatnya. Aroma sabun mahalnya memenuhi udara saat ia keluar dari kamar mandi dan berjalan ke kamarnya. Tapi ketenangan itu segera terusik saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka lebar.

“Ayah!” seru Ray, melompat masuk sambil tertawa keras. Anak laki-laki itu telanjang bulat, berlari cepat seperti angin, diikuti oleh Caca yang tampak panik di ambang pintu.

Logan terdiam sejenak sebelum tertawa lepas. Melihat Ray seperti ini membuatnya tersadar betapa cerdas anak itu—bahkan tahu cara melarikan diri dari Caca dengan masuk ke kamar ayahnya.

“Ada yang kabur rupanya!” Logan tertawa sambil menggendong Ray yang terkekeh senang. Anak itu memeluk lehernya erat, wajahnya penuh kemenangan.

Logan berjalan ke pintu kamarnya, menemui Caca yang berdiri dengan wajah gusar. Gadis itu tampak kelelahan namun tetap berusaha mempertahankan sopan santunnya.

“Maafkan saya, Tuan Pattinson,” ujar Caca, membungkuk berkali-kali. “Ray tidak mau dimandikan, jadi dia lari ke sini. Saya benar-benar minta maaf.”

Logan mengangkat satu tangannya, memberi isyarat agar Caca berhenti merasa bersalah. “Tidak apa-apa, Caca. Aku tidak marah,” katanya dengan lembut. “Aku paham, Ray memang sedang sulit-sulitnya diatur sekarang. Aku justru bersyukur kamu mau menjaganya untukku.”

Ucapan itu membuat Caca semakin salah tingkah. Pipinya memerah, dan ia buru-buru mengalihkan pandangannya. Namun, aroma sabun Logan yang begitu maskulin menyapu inderanya, membuat jantungnya berdebar lebih cepat. Rambut basah Logan, ditambah wajahnya yang segar setelah mandi, seolah menjadi kombinasi yang sulit diabaikan.

"Maaf, Tuan. Saya permisi dulu," ucap Caca dengan nada tergesa sebelum mengambil Ray dari pelukan Logan dan membawa anak itu ke kamar mandi.

Saat berjalan menuju kamar Ray, Caca memarahi dirinya sendiri dalam hati. Apa-apaan ini? Kenapa aku terus saja tergoda olehnya? pikirnya kesal. Aroma tubuh Logan, cara ia berbicara, bahkan senyumnya—semua itu seakan menghancurkan sikap profesional yang ia bangun selama ini.

Di sisi lain, Logan memperhatikan kepergian Caca dan Ray dengan senyum kecil di wajahnya. Ia suka melihat mereka bersama, terutama bagaimana Caca begitu sabar menghadapi anaknya. Ada sesuatu yang hangat dan menenangkan tentang gadis itu. Namun, Logan segera mengusir pikiran itu dari kepalanya.

“Fokus, Logan,” gumamnya pada diri sendiri.

Ia masuk kembali ke kamarnya, menutup pintu, dan menguncinya. Ia butuh waktu sendiri untuk merenung, mencoba memahami kenapa pikirannya akhir-akhir ini terasa begitu berantakan.

1
seftiningseh@gmail.com
semngat berkarya
oh ya cerita ini menurut aku sangat menarik. apalagi judul nya jangan. lupa dukung aku di karya ku judul nya istri kecil tuan mafia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!