"Berhenti deket-deket gue! Tinggalin gue sendiri, kehadiran lo cuma buat gue lebih repot!" ~ Lengkara
"Aku gak akan berhenti buat janji yang aku miliki, sekuat apapun kamu ngehindar dan ngusir aku, aku tau kalo itu cara kamu buat lindungi aku!"
###
Alexandria Shada Jazlyn ditarik kerumah Brawijaya dan bertemu dengan sosok pmuda introvert bernama Lengkara Kafka Brawijaya.
Kehadiran Alexandria yang memiliki sikap riang pada akhirnya membuat hidup Lengkara dipenuhi warna.
Kendati Lengkara kerap menampik kehadiran Alexandria, namun pada kenyataanya Lengkara membutuhkan sosok Alexandria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon story_Mawarmerah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Kekacauan Lagi
“Kamu tau kesalahan kamu apa?” Elang menatap Anchika dengan tatapan rumit, ia menarik Anchika ke ruangan pribadi miliknya ini, mendudukan Anchika dengan Elang dihadapannya.
“Elang bukan aku yang salah!”
“Aku gak perduli kamu salah atau tidak Anchika, aku tidak sedang mencari siapa yang benar dan salah disini!” Sela Elang menekan, “yang jadi persoalan itu kamu seorang senior tapi kamu berprilaku kekanakan seperti tadi! Kita membawa nama baik dan almamater Hamahera Anchika! Tidak bisakah kamu lebih sabar menanggapi suatu persoalan?”
Anchika diam, kiranya ini yang menjadikan pria bernama lengkap Elangga Devanka Adisatya cocok sebagai ketua BEM kampus Hamahera. Peringai dirinya yang disiplin dan lugas membuat Elang diandalkan serta disegani orang-orang.
Anchika menghela nafasnya, “Ok fine mungkin aku salah, maafin aku! Tapi gimana sama anak rese itu? Elang dia jelas-jelas nubruk aku dan gak ada sopan santun sedikit pun!”
Elang tersenyum dengan itu, ia kembali menatap Anchika serius “Setidaknya kamu bisa panggil dia secara face to face dan selesaikan dengan baik, bukan kayak tadi kamu berapi-api itu malah bikin kamu rugi Anchika, semua orang lihatin kamu tantrum, inget kita itu senior, kita seorang aktivis dan kita jadi cermin buat orang-orang di lingkungan kita dan nama baik almamater kita!”
Pada akhirnya Anchika diam, ia tidak bisa menyanggah apapun lagi, apa yang dikatakan Elang tidak salah juga sehubungan mereka seorang aktivis mahasiswa dan mengemban sedikit banyaknya tugas menjadi role mode untuk anak-anak lainnya.
Sejenak Anchika termenung dan menunduk, wajahnya sudah cukup merah karena menaruh kesal terlebih semua ultimatum Elang yang seakan membela Shada sepenuhnya.
Sampai satu tangan Elang terulur menyentuh tangan Anchika “Maafin aku kalo aku cukup keras buat ini!”
“Bukan cukup Elang, tapi kamu memang gak pernah berubah!”
Di detik yang sama Anchika bangkit, air matanya hendak terjatuh tapi sebenarnya itu bukan seluruhnya karena kekesalannya pada Shada, melainkan saat Elang sang mantan pacar yang terang-terangan mengultimatum dirinya hingga membuat Anchika tak kuasa.
Elang memejam serta menyentuh keningnya frustasi. Ia cukup tau bagaimana tabiat Anchika karena keduanya sempat menjalin kasih kendati tak lama.
“Aku harap kamu gak perpanjang semuanya Anchika!” lirih Elang sembari menatap kepergian Anchika. Lalu Elang beralih menggeser tumpukan kertas dimana itu adalah berkas-berkas peserta ospek yang masuk Fakultas Ekonomi.
“Shada, Alexandria Shada jazlyn…” lirih Elang merapal sembari menbolak-balik tertas.
Sampai tangan Elang terhenti dinama Alexandria Shada Jazlyn, Elang mengerutkan keningnya ketika membaca dan memperhatikan tanggal lahir serta foto Shada dengan seksama.
*******
“Sampai kapan pun gue gak akan lepasin tuh anak, bila perlu sampai berlutut atau Out dari kampus ini!”
Kata itu bergitu enteng keluar dari mulut Anchika, keresahan Elang benar adanya jika Anchika memang bisa dibilang cukup abusive. Dalam artian Anchika bisa melabrak semua kata kaidah kebenaran untuk mendapatkan yang ia mau. Tak ayal menyakiti dirinya sendiri agar tujuannya bisa tercapai.
Dan Anchika ingin melihat Shada bertekuk padanya, bahkan secara terang-terangan Anchika sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Shada di area kantin ini, kebetulan tempat duduk Shada tak jauh dengan dirinya.
“Lo mau ngapain tuh anak emang?” tanya satu gadis penasaran, mereka berbisik-bisik dengan Anchika yang setia menatap gerak-gerik Shada.
Satu sudut bibir Anchika tertarik, lalu ia kembali menunduk hingga anak-anak lainnya mengikuti tundukan mereka untuk membisikan kalimat berikut rencana apa yang akan mereka perbuat.
Shada dan Lengkara sendiri duduk di pojok kantin, di sisi dinding karena Lengkara memang tidak terlalu senang menjadi titik atensi apalagi berada dilalu-lalang orang-orang.
“Yeaay… Lengka kamu mau makan apa?”
Shada membuka menu yang ada di dihadapannya. “Ah… ini ada kesukaan kamu, ini aja yah?!”
Shada tersenyum sementara Lengkara seperti biasa tidak terlalu banyak ekspresi, untuk makanan yang dipilihkan pun ia tidak menyergah Shada karena apa yang dipesan Shada memang pas bagi Lengkara.
Lengkara menatap arah Anchika yang tengah berbisik-bisik lalu mentap Shada di hadapannya, gadis itu masih begitu polos menarik kedua sudut bibir seraya memainkan sumpit di tangannya.
Shada memang selalu tersenyum lebar pada Lengkara, padahal beberapa saat lalu ia selesai diceramahi Lengkara. Gadis itu penjabaran membebaskan semua beban yang tengah menimpanya.
“Lo masih bisa cengengesan setelah bikin keributan sama anak ekonomi?” Lengkara memulai, membuat Shada merapatkan bibirnya seketika.
“Itu, itu kan udah berlalu, lagian aku udah minta maaf juga!”
Lengkara mendesis, Shada masih begitu enteng setiap menjawab pertanyaannya. “Shad kalo lo setengah hati kuliah jurusan ini, kenapa gak sedari awal nolak aja?”
Kedua tangan Shada yang memainkan sumpit sontak berhenti “Apa maksud kamu? aku, aku gak ada kok kepaksa, emang mau aja ngambil jurusan ekonomi!”
“Ckk.. dan lo fikir gue percaya?”
“Harus, harus percaya lah! Aku beneran mau masuk fakultas ekonomi kok!”
Lengkara menggeleng, Shada memang masih sama dengan Shada yang dulu sebelum Lengkara meninggalkan dirinya. Lengkara pribadi tentu tau jika kehadiran Shada di rumahnya adalah ulah sang nenek dan semua yang terjadi pada Shada pun tak luput dari Merian.
Tentang Shada yang merelakan mimpinya sekolah di Psikolog dan memilih Ekonomi untuk menemani Lengkara!
“Kalo gitu gue pindah ke fakultas seni aja__”
“Hey.. mana bisa dan mana boleh gitu?” Sela Shada menunjuk Lengkara dengan satu sumpitnya “Kuliah jurusan itu gak cocok buat kamu, beneran udah di ekonomi aja yah! Lebih keren buat kamu, kamu kan harus kelola perusahaan bareng sepupu kamu. Jadi no-no, jangan ada pindah-pindah dan gak ada pindah-pindah! Kursinya udah penuh disana, gak ada sisa buat kamu”
Kembali menggeleng Lengkara memang kerap tidak bisa menandingi ucapan Shada, lebih tepatnya ia tidak terlalu suka beradu argument untuk berbicara banyak hal jika tidak benar-benar terdesak.
“Ini pesanannya!” seorang pria menyergah dengan mengasongkan nampan pada meja Shada.
“Yeay.. makasih pak” Shada terlihat antusias di hadapkan dengan makanan, tapi sebelum ia meraih makanannya, Shada terlebih dulu menyerahkan makanan pada Lengkara. Gadis itu terlihat begitu cekatan melayani Lengkara.
“Udah gue bisa sendiri! cepetan makan punya lo sana!”
Shada terdiam mendengar itu, tapi tak pelak ia menatap Lengkara dan tersenyum setelahnya.
Terlihat Shada begitu menikmati makanan dirinya, bisa dikatakan hobby Shada salah satunya adalah makan, Shada merogoh saus di meja namun sialnya itu kosong, menatap posisi kantin dan pelayan cukup sibuk Shada pun bangkit.
“Aku bawa dulu saus yah!” Shada hendak berjalan meninggalkan mejanya. “Kamu butuh sesuatu?”
Tidak ada jawaban dari Lengkara Shada pun berjalan maju kedepan, Lengkara melirik posisi Shada yang berjalan menyusuri tiap bangku hingga bangku Anchika dan teman-temannya. Tidak ada pergerakan apapun selain bisik anak-anak gadis yang seolah mentertawakan Shada.
Tapi jangan harap jika Shada akan terpengaruh oleh hal-hal demikian, gadis itu bahkan melenggang dengan mengibaskan rambutnya saat melewati bangku Anchika, membuat para gadis semakin kesal dan naik pitam saja rasanya oleh sisi Shada yang begitu percaya diri dan berani.
Lengkara menarik satu sudut bibirnya melihat Shada, lantas ia kembali menunduk fokus menyantap makanan dirinya. Berselang detik Shada sendiri kembali berjalan melewati bangku Anchika, maka tatkala Shada lewat satu gadis yang duduk dipaling ujung mengeluarkan kakinya.
Pada dasarnya Shada memang cukup mengerti, ia yang hendak dijaili dengan juluran kaki agar tersungkur jatuh berakhir dengan kelincahan Shada melewati itu, bahkan Shada tidak segan menginjak kaki sang gadis hingga ia memekik tak tertahan.
“Awhh…”
"Kenapa, kenapa?” tanya yang lainnya termasuk Anchika
“Kaki gue ditendang dia!”
“Seriusan lo di tendang? Wahh gilak emang ini anak!”
Shada menggeleng “Gue gak nendang, lo gak usah playing victim, itu keinjek!” Shada mengoreksi. “lagian siapa suruh kaki lo keluar kejalanan!” Shada menunjuk papan penanda dikantin, “Tuh liat, gak baca peraturan disini, jangan julurin kaki ke luar bangku, huh? Katanya senior, tapi kok gak tau peraturan kantin disini!”
“Ini anak masih bisa bela diri?”
“Kenapa memangnya? Gue bela diri karena kenyataan kok!”
Kesal dengan keberanian Shada satu gadis menyiramkan jus yang ada dimeja pada Shada, gadis itu tentu tidak tinggal diam, Shada lekas membuka tutup saus di tangannya dan menyemprotkan itu pada baju para gadis.
Sungguh keadaan kantin tak terkondisikan, jeritan menggema dikantin, semua orang saling menepi karena Shada tidak berhenti melakukan perlawanan hingga pada akhirnya para gadis itu tidak ada yang berani melawan, itu karena senjata Shada cukup mematikan jika mengenai mata, bukan?
HAHAHAHAH….
Suara Shada terkekeh seraya menjulurkan lidahnya, mereka salah jika Shada akan lemah dan pasrah saat dijahili. Gadis itu lebih liar dari dugaan ketika intuisi Shada tidak bisa di sepelekan.
Shada adalah gadis yang pintar dan penuh intuisi!
Dari belakang Lengkara berjalan, pemuda itu mendekat dan menarik tangan Shada yang masih memegangi saus.
“Berhenti!” Tekan Lengkara lebih dari menatap tajam Shada.
Benar itu membuat Shada diam dan menunduk setelahnya. Lengkara penjabaran seperti pawang untuk menjinakan keabsurd-an gadis itu.
“Ada apa ini?”
Dari pintu masuk Elang menggeleng melihat keadaan kantin, ia menatap Shada lalu Anchika setelahnya.
“Kalian yang terlibat kekacauan ikut saya!”
Ultimatum itu menggema dikeluarkan Elangga. Membuat semuanya tak bisa dan tidak berani membantah ucapan Elangga.
********
Anchika dan gengnya yang berjumlah empat orang itu di dudukan di ruang ketua BEM bersama Elangga, Shada dan Lengkara juga.
“Ini udah kedua kalinya!” ucap Elang memulai, ia menatap Shada tanda tanya.”bisa kamu jelasin Alexandria Shada Jazlyn?”
“Iya gitu, mereka mau jailin__”
“Bohong yah lo!” Anchika menyela.
“Anchika saya tidak bertanya sama kamu, tenang… giliran kalian akan saya kasih kesempatan buat bicara!” Elang menegaskan.
Anchika pun diam, jangan tanya seberapa kesalnya wajah Anchika sekarang.
“Saya harap kalian bicara jujur dan bersikap dewasa! minta maaf jika dirasa bersalah itu gak akan buat harga diri kalian binasa”
Di detik yang sama Lengkara berdiri dan menarik Shada untuk berdiri juga “Minta maaf sama mereka”
Shada mengerutkan keningnya mendengar ucapan Lengkara “Nggak, nggak mau! Aku gak salah tapi mereka yang salah Lengka!”
“Alexandria!"
“Gak! Mereka yang jailin aku, serius!”
“Maaf nona Alexandria!” Ini Elang yang kembali menyergah, membuat Lengkara menatapnya “Tolong bersikap dewasa dan sebaiknya kalian saling berbaikan, selesaikan semuanya sekarang karena saya tidak mau ini semua sampai berlarut-larut! kita sekolah dibangunan yang sama dan di almamater yang sama, jadi mohon kerja samanya!”
Shada menatap Elang lalu menatap Anchika juga. Ia menghela nafasnya karena ucapan Elang ada benarnya juga “oke gue minta maaf, maaf karena udah childes kotorin baju kalian, meski itu gue lakuin karea kalian yang mulai duluan!”
Anchika memutar bola matanya malas, kendati Shada minta maaf tapi terlihat jika ia tidak mau mengalah.
“Anchika kamu dan kalian juga ayo saling berbaikan!”
Anchika dan para gadis pun saling melantangkan kata maaf mereka. Elang sendiri tidak berniat memperpanjang ini karena kedua belah pihak sama-sama saling menyerang, ia pribadi cukup bijak.
“Saya harap ini jadi kekacauan terakhir kali untuk kalian, mengerti? Nona Alexa__”
“Shada” Lengkara menyela kata Elang, pemuda itu seolah mengoreksi agar Elang memangil Shada seperti orang lain pada umumnya.
Elang menaikan sebilah alis dan tersenyum “Baiklah nona Shada dan Anchika!”
Seakan tak ingin memperpanjang itu Lengkara kembali menarik tangan Shada keluar dari ruangan.
“Jika semua sudah selesai kami permisi!”
“Iya, silahkan!” ucap Elang menatap kepergian Lengkara dan Shada, lebih tepatnya irisnya tertuju pada tangan Lengkara yang selalu menarik Shada bersamanya.
********
Toilet wanita menjadi perhentian Shada, gadis itu membersihkan bajunya yang di tumpahi jus alpukat “Ck… padahal kan sayang banget ini jusnya!”
Masih merutuk hingga Shada terdiam menatap dirinya pada cermin yang memperlihatkan setengah tubuhnya, jika difikir-fikir Lengkara akhir-akhir ini memang begitu berubah. Bukannya membela ia lebih sering mengalah dan meminta Shada pasrah.
Shada bahkan tidak tau pemuda itu kemana karena mereka berpisah di koridor menuju toilet. Jelasnya Lengkara bilang ia hendak ke suatu tempat dahulu dan menyuruh Shada mengurus dirinya sendiri.
“Semangat..” lirih Shada dengan senyumnya, setelah dirasa selesai Shada pun bergegas beranjak, ia membuka pintu toilet tapi di detik yang sama Shada terperangah, tepat ketika seorang gadis menyergah dirinya di sisi pintu toilet.
“Kamu Shada, kan?”
“Iya!”
“Oh.. ini buat kamu!” kata sang gadis menyerahkan paperbag pada Shada
“Dari siapa?”
“Pakai aja!” Tanpa memperpanjang kata sang gadis tersenyum dan melengos begitu saja.
Membuat kening Shada mengkerut dan tersenyum setelah melihat isi di dalam paperbag tersebut adalah sebuah jaket lengkap dengan makanan yang terbungkus begitu rapi.
“Wooahh… ini dari siapa?” kata Shada benar-benar membuka bingkisan itu dan memakai jaket di depan pintu toilet. Tak perduli beberapa tatapan mata tertuju padanya termasuk Lengkara yang menghentikan langkahnya seketika.
Lengkara tentu melihat Shada dengan paper bag ditangannya.
“Lengka liat!” ucap Shada antusias berlari kearah Lengkara “Aku di kirimin ini sama seseorang!”
“Siapa?”
“Gak tau dari siapa, soalnya pas ditanya yang ngasih ini ke akunya malah mingkem kayak kamu!”
“Liat dikasih makanan juga, siapa yah kira-kira yang ngasih ini sama aku?” Shada menatap Lengkara dengan tatapan memicing.
“Bukan dari kamu, kan?”
“Pertanyaan bodoh!”
Shada mendesis “Terus siapa yang kasih ini? Kamu juga dari mana?”
“Habis makan! gue laper karena ulah lo makan siang gue jadi keganggu!”
Shada terdiam sebentar, lalu Lengkara berdehem “Yaudah lo mau ke kantin lagi atau mau makan itu aja?”
“Ini aja!” Shada tersenyum begitu lebar pada Lengkara.
“Yaudah biar gue bisa ngehemat waktu kalo gitu, dimakan cepet!”
“Ishh.. cerewet sekali, iya-iya ini juga mau dimakan!” Shada membuka bingkisan makanan berupa roti isi daging, melihat itu Shada menatap Lengkara lagi untuk jenis makanan yang ada di paperbag.
“Apa?”
“E-Enggak, Cuma makanannya sama dengan kesukaan kamu!”
Lengkara diam, sementar Shada kembali membuka itu dan melahap makananya, di sela mereka berjalan kaki Shada seketika berhenti tepat saat melihat sang gadis yang memberikan bingkisan pada Shada kedapatan berbicara dengan Elangga.
“Lengka dia__” Lengkara menatap arah telunjuk Shada pada Elangga, lalu berucap
“Jadi apa Ka Elang yang kasih bingkisan ini ke aku? Kenapa?”