NovelToon NovelToon
Nama Yang Salah Kulangitkan

Nama Yang Salah Kulangitkan

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Dosen / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ibnu Hanifan

Kisah ini menggambarkan perjalanan cinta Alan Hamdalah, seorang pria sederhana dari Cilacap, dengan Salma, gadis yang telah menjadi bagian penting dalam hidupnya sejak masa SMA. Hubungan mereka yang penuh kenangan manis harus diuji oleh jarak, waktu, dan perbedaan latar belakang keluarga.
Setelah bertahun-tahun berjuang demi masa depan, Alan kembali ke Cilacap dengan harapan melamar Salma di hari wisudanya. Namun, takdir berkata lain. Alan mendapati Salma menerima lamaran pria lain, pilihan keluarganya, di momen yang seharusnya menjadi hari bahagia mereka. Cerita ini menyelami perasaan kehilangan, pengorbanan, dan penerimaan. Meski hatinya hancur, Alan belajar merelakan cinta yang telah lama diperjuangkan. Dengan hati yang penuh luka, ia mendoakan kebahagiaan Salma, meskipun ia sendiri harus menghadapi kenyataan pahit. Sebuah narasi tentang cinta yang tak selalu berakhir bahagia, namun sarat makna kehidupan.
Setelah pertemuannya dengan Salma berakhir tragis, Alan mencoba untuk melanju

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Konflik Dan Rahasia Monika

Malam itu, aku tiba di depan rumah Monika dalam kondisi yang sudah cukup lelah. Meski begitu, rasa penasaran tetap membuatku melangkah maju. Namun, saat hampir sampai ke rumah Monika, beberapa orang tiba-tiba menghadangku. Salah satu dari mereka adalah laki-laki yang beberapa hari lalu aku lihat berteriak-teriak memanggil Monika di tengah jalan. Wajahnya tampak marah, seolah sudah lama menungguku.

“Kamu pacar baru Monika?” tanyanya dengan nada menantang.

Aku menatapnya sejenak, mencoba memahami situasi ini. “Apa urusannya?” jawabku, mulai merasa tidak nyaman.

Dia mendengus sambil mengangkat tangannya, mendekatiku dengan gerakan kasar. “Dia nggak layak punya pacar kayak kamu! Kamu pikir bisa ambil dia dari aku?!”

Tanpa banyak bicara, dia langsung melayangkan pukulan ke arahku. Aku memang tidak siap, tapi refleksku menangkap pukulan itu, memiringkan tubuh, lalu membalas dengan satu tendangan keras ke perutnya. Dia terhuyung mundur.

“Jangan coba-coba,” kataku tajam, mencoba mempertahankan jarak.

Tapi ternyata dia tidak sendirian. Teman-temannya yang sejak tadi berdiri di belakangnya mulai maju dengan niat yang jelas. Mereka mengepungku. Aku mencoba melawan, memanfaatkan teknik silat Tapak Suci yang aku kuasai. Satu per satu berhasil aku taklukkan, meskipun tubuhku mulai terasa lelah.

Namun, jumlah mereka terlalu banyak. Pukulan demi pukulan mulai mengenai tubuhku. Rasanya tubuhku semakin lemas. Ketika aku hampir tidak bisa bertahan, suara gaduh dari kejauhan mulai terdengar. Warga sekitar berdatangan, termasuk satpam rumah Monika. Melihat kerumunan orang, lelaki itu dan teman-temannya panik lalu kabur ke kegelapan malam.

Satpam rumah Monika segera menghampiriku. “Mas Alan, kamu baik-baik saja?” tanyanya cemas, sambil memeriksa tubuhku yang babak belur.

“Ya, aku oke. Terima kasih,” jawabku, meski suara serakku terdengar tidak meyakinkan. Aku mencoba berdiri tegak meskipun tubuhku terasa sakit di berbagai bagian.

Satpam itu segera masuk ke rumah Monika untuk memberi tahu situasi. Tak lama, Monika dan ayahnya keluar dengan ekspresi terkejut. “Alan! Kamu kenapa?” tanya ayah Monika dengan nada khawatir.

“Tidak apa-apa, Pak. Hanya insiden kecil,” jawabku sambil tersenyum tipis, mencoba meredakan kecemasan mereka.

Ayah Monika menggeleng sambil menghela napas panjang. “Monika, obati dia. Lihat, tubuhnya penuh luka.”

Monika tampak khawatir, meskipun sikap dinginnya masih terasa. Dia menatapku sambil mengerucutkan bibir. “Kamu ini, hobi cari gara-gara ya?” katanya sinis.

Aku tertawa kecil meski tubuhku sakit. “Kalau mau cari gara-gara, nggak mungkin aku ke sini. Paling aku malah cari rumah sakit dulu.”

Monika mendengus pelan, tetapi dia segera mengambil kotak pertolongan pertama. Sambil membersihkan luka di pipiku, dia bertanya, “Siapa yang tadi mukul kamu? Kenapa mereka sampai berani bikin onar di depan rumahku?”

Aku mengerutkan dahi. “Itu yang mau aku tanyakan. Salah satu dari mereka, laki-laki yang tadi mukul aku, bilang sesuatu soal kamu. Siapa dia?”

Monika menghentikan tangannya sejenak, lalu menghela napas. Matanya terlihat sedikit suram. “Itu Rian, mantan pacarku. Dia nggak terima kalau aku udah nggak mau sama dia lagi.”

Aku terkejut mendengar penjelasannya. “Kenapa dia marah seperti itu? Apa yang terjadi antara kalian?”

Monika terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab dengan nada pelan. “Kami dulu sering nongkrong di hotel, cuma buat ngobrol. Tapi waktu itu, Rian tiba-tiba ngajak aku untuk... lebih dari sekadar ngobrol. Aku nggak mau, dan dia maksa. Aku takut banget, jadi aku lari keluar dari kamar.”

Aku tertegun. “Jadi kamu kabur dari hotel itu karena dia mau memperkosa kamu?” tanyaku pelan, berusaha memastikan apa yang aku dengar.

Monika mengangguk perlahan, matanya menatap kosong ke depan. “Iya. Aku lari keluar dan langsung ke jalan. Aku nggak tahu harus kemana, sampai akhirnya aku ketemu kamu di depan hotel waktu itu.”

Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha meredam emosi yang mulai naik. “Mon, kamu nggak sendirian lagi. Jangan takut. Kalau dia datang lagi, aku yang akan hadapi dia.”

Monika menatapku, kali ini ada sedikit senyum tipis di wajahnya. “Jangan sok pahlawan, Alan. Lihat kamu sekarang, babak belur begitu. Mau jadi pahlawan kesiangan?”

Aku tertawa kecil meski tulang rusukku terasa nyeri. “Kalau pahlawan kesiangan bisa bikin kamu senyum, nggak apa-apa lah.”

Monika mendengus, meski pipinya terlihat sedikit memerah. “Dasar mahasiswa tua.”

Aku mengangkat alis. “Hei, aku ini nggak tua. Lagipula, mahasiswa tua itu keren. Penuh pengalaman.”

Dia tertawa kecil, meski masih berusaha menahan sikap juteknya. “Pengalaman dihajar orang, maksudnya?”

Aku ikut tertawa, meskipun harus menahan rasa sakit di dada. Dalam suasana seperti ini, tawa Monika menjadi penawar yang sangat berharga. Namun, di balik canda itu, aku tahu bahwa ini bukan akhir dari masalah. Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Tapi setidaknya malam ini aku berhasil membuat Monika sedikit lebih rileks, dan itu sudah cukup untukku.

1
_senpai_kim
Terpancar perasaan cinta penulis terhadap ceritanya.
Phoenix Ikki
Bukan main bagusnya.
Ibnu Hanifan: terima kasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!