Dipaksa pulang karena suatu perintah yang tak dapat diganggu gugat.
ya itulah yang saat ini terjadi padaku.
seharusnya aku masih berada dipesantren, tempat aku belajar.
tapi telfon hari itu mengagetkanku
takbisa kuelak walaupun Abah kiyai juga sedikit berat mengizinkan.
namun memang telfon ayah yang mengatas namakan mbah kakung tak dapat dibantah.
Apalagi mbah kakung sendiri guru abah yai semakin tak dapat lagi aku tuk mengelak pulang.
----------------------------------
"entah apa masalahmu yang mengakibatkan akhirnya kita berdua disini. tapi aku berharap kau tak ada niat sekali pun untuk menghalangiku menggapai cita2ku" kataku tegas. takada sama sekali raut takut yang tampak diwajahku
masabodo dengan adab kali ini. tapi rasanya benar2 membuatku ingin melenyapkan seonggok manusia didepanku ini.
" hei nona, bukankah seharusnya anda tidak boleh meninggikan suara anda kepada saya. yang nota bene sekarang telah berhak atas anda" katanya tak mau kalah dengan raut wajah yang entah lah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsa Salsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10
BAB 10
“Apa yang kamu rasakan saat ini”.
“Maksudnya?”.
“Ya perasaan kamu”. “Waad...waad... maksudnya kayak yang kamu rasain saat ini, hari ini, detik ini, yaah pokoknya sekarang lah. Marah kek benci kek ya apa lah gitu”. Tambahnya sedikit kikuk.
“Kenapa kakak tiba- tiba tanya hal itu?”. Tanyaku yang sebenarnya sedikit bingung dengan sikapnya.
Helaan nafas terdengar begitu dalam. “Yah... aku merasa begitu berdosa denganmu dan juga dengan kedua orang tuamu”. Katanya sambil menunduk.
Posisi kita tang saling berhadapan dengan meja taman sebagai penghalang dapat mempermudah aku untuk bisa melihat semua gestur yang dia tunjukkan dihadapanku.
“Jujur aku merasa bodoh, dan juga entah lah. Tapi kalau pertanyaan ku tadi kau tanyakan balik kepadaku aku pasti akan lantang menjawab kalau aku marah”. Tambahnya. Mimik wajah yang sudah berubah dari beberapa menit yang lalu.
“Yah aku marah. Bukan tapi sangat marah”. Kataku menatapnya penuh.
“Yah aku pantas mendapatkannya”. Jawabnya lirih tak bertenaga. “Semua ini memang salahku aku yang ceroboh tak bisa membentengi diriku sendiri yang akhirnya melibatkanmu menjadi korbanku. Atau mungkin tak hanya kamu pasti kedua orang tuamu pun juga pasti akan marah dan bisa jadi begitu membenciku saat ini”. Tambahnya.
“Apa aku boleh naik ke level benci saat ini. Jujur saja aku merasa hancur. Semalaman otakku selalu berpikir bagaimana hari esok. Apakah aku bisa mengekang perasaanku seperti tadi. Apakah aku bisa terus berusaha begitu menghormati orang yang sejatinya telah memotong putus segala impianku yang telah tersusun rapi dalam anganku”. Kataku tanpa dapat ku kontrol. Lepas begitu saja saat pintunya telah dibika oleh sang pembawa kunci.
“Boleh, sangat boleh. Bahkan apa bila kamu mau untuk membenciku seumur hidupmu pun itu hakmu. Aku tau seberapa besar hal yang telah kuhancurkan. Aku tak mau suatu hari nanti istriku sendiri tak bisa menjadi dirinya sendiri”. Tanggapnya pada semua perkataanku yang kuyakini sekali pastinya telah menyakiti hatinya.
“Maaf kak, maaf karena aku belum bisa menjadi istri yang baik. Mungkin juga kata maaf itu akan berlaku entah sampai kapan”. Kataku jujur. Aku pun tak mau berada dalam penyesalan suatu hari nanti.
Helaan nafasku terasa begitu berat. Obrolan ini sejujurnya sudah tak dapat kulanjutkan. Hatiku tak kuat rasanya masih begitu sakit. Tapi bagaimanapun hal ini memang harus kami bahas bukan.
“Kak”. Kataku setelah jeda yang diisi oleh diam yang sunyi. “Aku ingin membuat perjanjian pranikah”. Akhirnya keluar juga kalimat yang sedari kemarin ku tahan agar tak ku lepas di sembarang waktu dan tempat.
Kepala yang tadinya sedikit menunduk seketika mendongak saatku selesai mengutarakan keinginanku.
“Perjanjian pranikah?”. Ulangnya sepertinya sedikit tak percaya.
Hanya anggukan yang kuberikan untuk membenarkan perkataannya.
“Kenapa harus ada perjanjian pranikah?. Apa kamu akan menggugat ceraiku suatu saat nanti?”. Tanyanya sedikit tak terima.
“Bukan, bukan untuk suatu perceraian di akhir kisah kita. Tapi untuk kebaikanku dan juga untuk kebaikan kakak juga”. Jelasku padanya. “Aku tau siapa kakak. Walaupun awalnya seusai akad aku tak tau siapa sebenarnya yang telah menikahiku. Semalam aku ingat siap sebenarnya kakak”. Tambahku yang sejatinya juga berusaha untuk tak terlalu membuat hidupnya berubah.
“Kakak bintang, kakak super start, sedangkan aku”. Kataku menggantung.
“Kau perempuan hebat, perempuan kuat aku yakin itu. Aku tau tak mungkin mbah kakung begitu saja menunjukmu untuk menjadi bagian dalam hal ini. Kalau kamu bukan perempuan yang begitu istimewa”. Perkataannya untukku.
“Kakak tak tau siapa aku, kakak pasti hanya mendengar dari ucapan ayah yang pastinya sangat condong padaku, putrinya”. Elakku dengan semua perkataannya yang begitu membuat terdengar ditelingaku.
Kenapa semakin panas saja percakapan ini. Rasanya sungguh melelahkan.
"Iya. Memang aku tak tau apa pun tentangmu. Pun kamu yang pastinya tak tau aku selain dari semua jenis media diluaran sana". Tatapan tajam namun juga begitu tulus itu melihatku, menatapku, tanpa berpaling. "Tapi yang harus kamu tau aku akan usahakan ini semua. Pernikahan kita bisa jadi adalah pernikahan yang begitu didambakan oleh sebagian banyak orang".
kalo siang ada jadwal yang lebih penting.
makasih ya dukungannya🙏🙏🫶🫶