Dijual oleh ayah tirinya pada seorang muncikari, Lilyan Lutner dibeli oleh seorang taipan. Xander Sebastian, mencari perawan yang bisa dinikahinya dengan cepat. Bukan tanpa alasan, Xander meminta Lily untuk menjadi istrinya agar ia bisa lepas dari tuntutan sang kakek. Pernikahan yang dijalani Lily kian rumit karena perlakuan dingin Xander kepadanya. Apa pun yang Lily lakukan, menjadi serba salah di mata sang suami. Xander seakan memiliki obsesi dan dendam pribadi pada hidupnya. Bagaimanakah nasib Lily yang harus menjalani pernikahan dengan suami dinginnya? Haruskah ia bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lilyxy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Ah, ya. Nona Lily. Panggilan yang sangat bagus. Kenalan saya juga beberapa orang memiliki panggilan demikian." Albert berbasa-basi.
"Tentu saja, Tuan Albert. Terlalu banyak panggilan Lily di muka bumi ini. Tentu saja bukan hanya aku."
Mendengar percakapan Lily dan Albert membuat Xander mulai tersadar. Apa yang gadis itu ucapkan memang ada benarnya. Terlalu banyak gadis bernama Lily di dunia ini.
Xander sempat terkejut karena dia mengira Asha hadir lagi dalam kehidupannya. Masalahnya, bukan hanya obsesi yang dia miliki pada gadis itu, tapi juga dendam.
Dia masih memiliki dendam yang belum tuntas pada keluarga gadis itu. Xander jadi bertanya-tanya sendiri apa yang sebenarnya akan dia lakukan kalau bertemu lagi dengan Asha.
Namun Xander menyangkal kala Lilyan Anastasha yang ada di sisinya itu adalah Asha yang sama yang mendiami masa lalunya. Xander menduga kebetulan mereka memiliki nama yang sama.
"Baiklah kalau begitu, sebaiknya kita segera menyelesaikan urusan Tuan dan Nona Lily. Karena, jam operasional kantor sebentar lagi akan segera tutup. Mari," ucap Albert berjalan terlebih dulu.
Tanpa banyak bicara, Xander menyelipkan jarinya di antara jemari lentik Lily dan menggenggam tangannya di sana dengan penuh kelembutan dan kehangatan.
Masalahnya Lily sama sekali tidak terbiasa. Genggaman tangan itu membuat darahnya berdesir dan seluruh tubuhnya mulai terasa panas dan memerah.
"Bersikaplah seperti pasangan pada umumnya di depan Albert. Dia adalah orang kepercayaan kakekku. Aku tidak ingin dia melaporkan yang aneh-aneh tentang kita."
Lily menganggukkan kepalanya cepat. Dia segera menyadarkan diri bahwa semua hanya sandiwara. Sedangkan dia hanya perlu bersikap profesional seperti aktor yang diminta untuk berakting.
"B-baik, Tuan, tapi tolong jangan menggenggam tanganku seerat ini? Ini... ini, sedikit menyakitkan."
Xander berdehem menyadari tindakan konyolnya sendiri. Dia sedikit mengendurkan genggaman. Setelahnya, membawa Lily berjalan mengikuti Albert ke salah satu ruangan.
Sesampainya di sana, baik Lily dan Xander menyerahkan dokumen yang dibutuhkan untuk melengkapi registrasi pendaftaran pernikahan mereka.
Tidak butuh waktu lama, setelah semua data-data diproses, pasangan pengantin baru itu mendapatkan kartu keluarga dan juga kartu identitas baru yang sudah dicetak ulang dan diperbaharui statusnya.
Tidak lupa pula, bagian terpenting yang menjadi tujuan mereka adalah sepasang surat pernikahan beserta sertifikatnya yang juga sudah lengkap di sana.
"Silahkan tanda tangan di bagian-bagian ini, Tuan, Nona," ucap staf Albert yang membantu mengurus semua registrasi pernikahan Lily dan Xander sambil menyodorkan berkas-berkas penting untuk ditandatangani.
"Baiklah. Untuk selanjutnya, Tuan Sebastian dan Nona Lutner, silakan buka masker dan kacamata kalian. Kita akan melakukan sesi foto bersama. Tuan dan Nona harus berada dalam satu frame untuk mencetak kartu identitas pernikahan."
Saat itulah jantung Lily mulai berdebar kencang lagi. Dia mengingat perintah Xander sebelumnya. Kini, dia bergulat dengan rasa penasarannya sendiri akan sosok suaminya itu.
"Ingat yang sudah aku katakan tadi. Jangan menoleh ke arahku. Fokus saja pada kamera," bisik Xander mengingatkan Lily sebelum mereka benar-benar membuka penutup wajah. "Dan kalau mereka menginstruksikan kamu untuk menatap mataku, cukup tatap mataku, jangan pandangi yang lain."
Lily berusaha mengangguk sebagai tanda mengerti. Masalahnya, tanpa Xander ketahui, telinga adalah titik sensitif bagi Lily dan tindakan kecilnya itu membuat gadis itu kelimpungan.
Tubuhnya seketika meremang ketika hembusan napas maskulin pria itu menerpa sebagian permukaan kulit leher dan telinganya membuat Lily hampir hilang kendali.
"I-iya, Tuan. Aku ingat.
Aku tidak akan melihat ke arah Anda. Tuan tenang saja. Tidak perlu khawatir."
Walau sekali lagi dalam hatinya, Lily mencibir. Permintaan yang benar-benar aneh baginya karena pasangan yang menikah tidak bisa melihat wajah masing-masing.
Tidak ingin lebih lama berdebat dengan pikirannya sendiri, Lily pun berjalan mengikuti Xander yang sudah lebih dulu berada di tempat foto yang sudah disediakan.
Walau berdiri saling bersebelahan, tapi keduanya benar-benar mengikuti peraturan untuk tidak saling menatap ke arah masing-masing yang Lily harap tidak akan membuat petugas itu curiga.
"Silahkan buka maskernya, Tuan, Nona." Perintah petugas photographer tersebut.
Baik Lily dan Xander tanpa ragu membuka penutup wajah mereka dengan fokus lurus ke depan dan melihat ke arah kamera.
"Tolong jangan terlalu jauh. Lebih rapat lagi." Sang photographer itu mengarahkan.
Baik Lily dan Xander langsung merapatkan duduk mereka hingga kedua sisi lengan mereka bertemu. Sang asisten juga membantu memposisikan wajah keduanya agar pas di depan kamera.
"Oke, ready. One ... two ... three...!" Pengambilan foto itu pun
Selesai sampai di sana. Namun, sang fotografer dan asistennya, tidak berhenti berdecak kagum melihat hasil foto Lily dan juga Xander.
"Wow! Sungguh! Aku baru melihat pasangan sesempurna ini. Tuan memiliki wajah yang sangat tampan dan gurat keangkuhan seperti Kaisar. Sedangkan Nona, anda memiliki kecantikan yang sangat luar biasa. Saya rasa para peri dan bidadari pun cemburu melihat keindahan pada diri anda, Nona," ucap sang fotografer.
"Kalau saja anda Tuan dan Nona menjadi model, aktor atau aktris, pasti akan banyak rumah produksi yang ingin menjalin kerja sama dengan Tuan dan Nona. Saya bisa pastikan itu," ucap sang asisten kemudian.
Lily terkekeh dan mencoba bersikap seramah mungkin. Anda berlebihan, Tuan. Kami-"
"Ada lagi pekerjaan yang belum kau selesaikan?" potong Xander membuat kalimat Lily menggantung di udara.
Berbeda dengan Lily yang suka beramah tamah atau berbasa basi dengan orang lain, Xander lebih suka segera mengerjakan dan menyelesaikan semua tepat di inti.
Sikap suami yang memotong ucapannya begitu saja saat dia sedang mencoba membalas ucapan baik sang fotografer membuatnya sangat kesal hingga mengumpat dalam hati, 'Dasar Si Pria Sinis!'
Sang fotografer pun yang menyadari pria di hadapannya itu tidak bisa diajak bercanda. Oleh karena itu, dia segera mengalihkan percakapan mereka.
"Ah, ya, satu lagi, Tuan. Kampi perlu mengambil satu gambar lagi hanya untuk dokumentasi. Foto ini juga akan dicetak dalam ukuran besar dan kecil."
"Lakukan dengan cepat," perintah Xander tegas.
Kalau bukan karena sebagai bukti untuk sang kakek, maka Xander pasti sudah sangat enggan melakukan sesi foto seperti ini dengan gadis asing.
Sejak dulu Xander memang enggan bergaya di depan kamera. Bahkan dia tidak akan segan membuat perhitungan pada siapapun yang lancang mengambil gambarnya.
Setelahnya, Lily dan Xander diinstruksikan untuk berdiri dengan posisi menyerong berhadapan. Sang fotografer membantu memberi arahan dari kejauhan.
"Nona, letakkan tangan kanan Anda di dada dan tangan kiri Anda di pinggang Tuan Sebastian."
Sialnya lagi, dada Lily kembali berdebar kuat. Entah apakah ini karena dia mungkin reflek akan menatap wajah Xander atau karena posisi mereka yang memang cukup intim.
"Seperti ini, Nona. Jangan diubah lagi," ucap sang asisten photographer membantu arahan dari kejauhan.
"Nona, letakkan tangan kanan Anda di dada dan tangan kiri Anda di pinggang Tuan Sebastian."
Sialnya lagi, dada Lily kembali berdebar kuat. Entah apakah ini karena dia mungkin reflek akan menatap wajah Xander atau karena posisi mereka yang memang cukup intim.
"Seperti ini, Nona. Jangan diubah lagi," ucap sang asisten photographer membantu mengarahkan.
"I-iya," ucap Lily terbata.
Dadanya yang membusung penuh itu kini benar-benar menempel pada dada Xander yang terasa keras seperti batu. Lily hanya berharap Xander tidak merasakan degup jantungnya.
"Dongakkan wajah anda sedikit, Nona. Tatap dagu Tuan Sebastian." Lily mengikuti semua instruksi.
Kali ini, Lily bahkan merasa mulas karena bagian tubuh kecil dari suaminya itu. Kini dia bisa melihat dagu yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu untuk pertama kalinya.
"Maaf, Tuan. Letakkan kedua tangan anda di pinggang Nona Lily," ucap sang fotografer tersebut.
Xander menyentuh pinggang ramping gadis yang telah sah menjadi istrinya untuk pertama kalinya. Pinggang itu terasa sangat pas dengan cengkraman tangannya.
"Tolong menunduk, Tuan. Sekarang Tuan dan Nona tolong untuk saling menatap mata satu sama lain," kata sang asisten kali ini.
Ketika mendengar instruksi terakhir itulah, Lily bisa merasakan kalau jantungnya benar-benar akan jatuh ke tanah.
**