Airin dan Assandi adalah pasangan suami istri yang saling dijodohkan oleh kedua orang tuanya dari kecil. Namun Assandi sangat tidak suka dengan perjodohan ini. Dia merasa ini adalah paksaan untuk hidupnya, bahkan bisa bersikap dingin dan Kasar kepada Airin. Namun Airin tetap sabar dan setia mendampingi Assandi karena dia sudah berjanji kepada orang tuanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Akankah Airin sanggup bertahan selamanya? Ataukah Assandi akan luluh bersama Airin? Atau malah rumah tangga mereka akan retak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DewiNurma28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Foto Masa Kecil Assandi
Pagi ini Airin di ajak kakek Assandi untuk menginap di rumahnya.
Kakek Assandi yang bernama Leo itu sangat mengkhawatirkan keadaan Airin.
Dia ingin merawat Airin sampai sembuh baru memperbolehkan perempuan itu kembali ke rumah keluarga mertuanya.
Meski awalnya ditentang oleh Rosalina, tetapi Leo tetap bersikeras mengambil paksa Airin untuk ikut bersamanya.
Assandi yang melihat itu hanya bisa pasrah menerima keputusan yang dibuat kakeknya.
Dia tidak berani untuk melawan kakeknya, jika sudah mengambil keputusan.
"Kek, sebenarnya aku tidak apa-apa jika harus tetap tinggal dengan mama Rosalina."
Leo menoleh menatap Airin sendu, "Nak, kamu masih sakit. Aku nggak mau Assandi memperlakukanmu tidak baik."
"Mas Sandi baik kok kek, kemarin aja dia menjemputku kan ke rumah sakit."
Leo terdiam, dia mengerti perasaan Airin. Matanya bisa mengisyaratkan bahwa perempuan itu sangat mencintai Assandi.
Tapi, Assandi kemarin datang ke rumah sakit karena perintahnya.
Leo mengehela napas pelan, "Airin, kalau Assandi menyakitimu. Bilang ke kakek, biar kakek yang menghadapinya."
"Kek, jangan begitu. Aku benar tidak pernah disakiti oleh Mas Sandi." Bohongnya.
Airin tidak ingin melihat kakek dan cucu ini bertengkar karena dirinya.
Karena Airin tidak tega jika melihat Assandi terus dimarahi oleh kakeknya.
"Beneran Assandi berperilaku baik?"
Airin mengangguk, "Iya kek, tenang saja."
"Baiklah, kamu hari ini izin dulu jangan ke sekolah. Istirahatlah dulu."
"Loh jangan kek, aku harus masuk agar bisa mendapat nilai bagus untuk masuk kuliah."
"Jangan membantah, biar kakek yang izinkan kamu."
Airin menunduk patuh, "Baiklah kek."
Mereka telah sampai di rumah Leo yang sangat mewah dan besar.
Airin selalu mengaguminya jika dirinya datang ke rumah itu.
Meski sudah berkali-kali dia berkunjung, tetap saja dirinya kagum dengan nuansa rumah yang bergaya klasik itu.
"Ayo nak kita masuk, para ART sudah menyiapkan kamarmu."
Airin mengangguk, "Baik kek."
Dia mengikuti Kakek Leo memasuki rumahnya. Disana mereka berdua sudah disambut banyak ART yang berbaris rapi.
"Nona, berikan jaket dan tas anda, biar kami letakkan di kamar anda." Ucap salah satu ART itu.
"Oh tidak usah mbak, saya bisa membawa ke kamar sendiri."
"Airin, berikan saja ke mereka. Kamu sarapan dulu bersama kakek di meja makan."
"Tapi kek."
"Airin, jangan sungkan-sungkan di rumah ini. Karena semua ini nantinya juga akan menjadi milikmu."
"Hah, maksud kakek?"
"Aku sudah mewariskan rumah ini untuk kamu dan Assandi, jadi hanya kalian berdua yang boleh menempati rumah ini."
"Kakek jangan berlebihan, kami masih remaja. Nanti kalau sudah dewasa kami akan membeli rumah sendiri."
Leo tersenyum senang, cucu menantunya ini pemikirannya sangat dewasa sekali.
Dia juga merupakan perempuan mandiri, berbanding terbalik dengan Assandi yang hanya diam diri berkutat dengan buku.
Kalau tidak begitu dia akan keluar bermain dengan teman-temannya.
"Kakek tidak salah pilih untuk menjadikan kamu istri Assandi."
Airin tersipu malu, dia sangat sensitif jika menyangkut nama suaminya.
"Kamu teruslah berada di sampingnya, agar dia bisa hidup dengan jalan yang baik."
Airin mengangguk pelan, "Baik kek, aku akan selalu bersama Mas Sandi."
Leo tersenyum lembut, dia memeluk erat tubuh Airin.
Hatinya sangat damai jika berdekatan dengan perempuan itu.
Karena Airin selalu mengingatkan dirinya dengan mendiang istrinya yang sudah lama tiada.
Istri yang lemah lembut, setia kepadanya bahkan tidak pernah marah sedikitpun terhadapnya.
Jika memang sedang kesal, dia akan menangis menyendiri di kamar.
Leo sangat merindukannya jika mengingat masa itu.
"Kita jadi makan kek?" Tanya Airin yang masih berada di pelukan Leo.
"Oh iya, maaf kakek melamun. Sampai lupa mengajak kamu sarapan."
"Tidak apa-apa kek, ayo kita makan."
Mereka berdua berjalan menuju meja makan untuk melakukan sarapan bersama.
Banyak cerita yang terlontar dari mulut Leo untuk mengisi keheningan di antara mereka.
Begitu juga Airin, yang sangat menikmati sarapan pagi ini dengan tenang.
Tidak seperti biasanya dia harus melakukan kegiatan militer terlebih dahulu untuk keluarga mertuanya.
Baru dia bisa menikmati sarapan dengan sisa-sisa makanan yang mereka makan.
Airin sangat bersyukur karena masih mempunyai keluarga yang baik seperti Kakek Leo.
Dia sangat perhatian kepada Airin, bahkan selalu membelanya di depan keluarga mertuanya.
"Kek, Airin ke kamar dulu ya. Nanti kalau kakek mencari Airin tinggal telepon saja."
"Iya nak."
Airin berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
Rumah yang sangat besar sehingga membuat dia menaiki lift menuju kamarnya.
Banyak ruangan yang terdapat disana, salah satunya ruangan perpustakaan yang sangat besar.
Itu adalah tempat favorit Airin selama di rumah Kakek Leo.
Kebetulan perpustakaan itu ada di lantai dua dan berdekatan dengan kamarnya.
Sebelum memasuki kamar, Airin mampir ke perpustakaan itu untuk melihat-lihat dan mencari buku yang bisa dibaca untuk tugas sekolahnya.
Dia membuka pintu tidak terlalu lebar untuk masuk ke sana.
Mata Airin berbinar melihat semua buku, suasananya masih tetap sama.
Tidak ada yang berubah dari Airin pertama kali kemari hingga sekarang.
"Sangat rapi dan mempesona." Gumamnya.
Dia berjalan menyusuri setiap rak buku yang sangat besar.
Banyak buku-buku tersusun rapi menjulang tinggi memenuhi setiap rak.
Kakek Leo selalu merawat buku itu dan memberi nama di setiap raknya agar tidak kebingungan untuk mencarinya.
"Buku apa ini."
Tangannya meraih sebuah buku yang sudah usang.
Airin mengusap sampul buku itu dan membukanya lembar demi lembar.
Setelah dibaca, ternyata buku itu adalah cerita dongeng masa kecil.
Airin sangat tertarik dan ingin membacanya. Dia membawa buku itu ke kamarnya.
Sebelum keluar tidak lupa dia menutup kembali pintu perpustakaan itu seperti semula.
Di dalam kamar Airin sangat menikmati semua cerita dongeng itu.
Dia sampai terbawa suasana hingga tertawa membaca bait yang menurutnya lucu.
Saat akan membuka bab selanjutnya yang berjudul Harimau Yang Lucu.
Tiba-tiba secarik kertas jatuh dari dalam buku itu. Airin mengambil kertas tersebut.
Disana terdapat tulisan tangan dan sebuah foto. Mata Airin menelusuri setiap kata dari tulisan itu.
19 September 1988
Untuk cucu pertamaku dan kesayanganku.
Kamu adalah pewaris utama dari PT Global Sains Company.
Buku ini adalah hadiah dari nenek untuk kamu.
Semoga kamu menyukainya dan selalu membacanya ya.
Nenek akan senang jika kamu menyimpan dan merawat buku ini dengan baik.
Salam sayang dari nenek dan kakek.
Kami mencintaimu.
Tertanda :
Maria (Nenekmu yang sangat sayang kepadamu)
Mata Airin menetes membaca tulisan itu. Dia menatap foto masa kecil Assandi yang sangat menggemaskan.
Tangannya mengusap pelan foto itu, "Ternyata kamu adalah cucu kesayangan mas."
"Makanya kakek sangat keras kepadamu, dia tidak ingin kamu kenapa-kenapa." Lanjutnya.
Airin memeluk foto Assandi dengan lembut. Dia bisa merasakan jika suaminya itu berada disini menemaninya.
Meski dalam kenyataannya tidak, tetapi dengan foto itu sudah mewakilkan jika dirinya sangat rindu dengan Assandi.
"Aku akan menyimpan foto ini di dompet, agar bisa selalu memandanginya." Gumamnya.
Kisah cinta yang cuek tetapi sebenarnya dia sangat perhatian.
Alurnya juga mudah dipahami, semua kata dan kalimat di cerita ini ringan untuk dibaca.
Keren pokoknya.
The Best 👍