Aurora terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya berada di dunia asing yang begitu indah, penuh dengan keajaiban dan dikelilingi oleh pria-pria tampan yang bukan manusia biasa. Saat berjalan menelusuri tempat itu, ia menemukan sehelai bulu yang begitu indah dan berkilauan.
Keinginannya untuk menemukan pemilik bulu tersebut membawanya pada seorang siluman burung tampan yang penuh misteri. Namun, pertemuan itu bukan sekadar kebetulan—bulu tersebut ternyata adalah kunci dari takdir yang akan mengubah kehidupan Aurora di dunia siluman, membuatnya terlibat dalam rahasia besar yang menghubungkan dirinya dengan dunia yang baru saja ia masuki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gerbang di puncak langit dan bumi
Saat cahaya keemasan mereda, Aurora dan Raviel mendapati diri mereka berdiri di atas sebuah daratan yang menggantung di udara. Tanah itu melayang di antara langit dan bumi, dikelilingi oleh kabut berwarna emas yang berputar perlahan. Langit di atas mereka tampak tak berujung, sementara di bawahnya, bayangan dunia lain terlihat samar—seolah mereka berada di batas antara dua alam.
Aurora menarik napas dalam, merasakan hawa magis yang begitu kuat di tempat ini. "Jadi ... ini Puncak Langit dan Bumi?"
Raviel menatap sekeliling dengan kewaspadaan. "Tempat ini terasa ... kuno. Seperti telah ada sejak sebelum dunia kita terbentuk."
Tiba-tiba, tanah di depan mereka bergetar, dan dari dalam kabut—sebuah gerbang raksasa mulai muncul. Gerbang itu terbuat dari batu hitam yang diukir dengan simbol-simbol kuno, sementara di tengahnya terdapat lambang seekor Garuda Emas dengan sayap terbentang.
Aurora merasakan sesuatu dalam dirinya bergetar saat melihat lambang itu. Dadanya terasa hangat, dan tanpa sadar, tangannya terangkat ke arah gerbang. Begitu jari-jarinya menyentuh permukaan batu, lambang Garuda Emas bersinar terang, dan suara bergema memenuhi udara.
"Putri yang Terlupakan, warisanmu menunggu di dalam. Tapi hanya mereka yang memiliki darah suci yang dapat melangkah melewati gerbang ini."
Aurora menatap Raviel. "Apa maksudnya?"
Raviel menggenggam tangannya. "Coba kau sendiri yang masuk dulu, Aurora. Jika ini memang tempat yang ditakdirkan untukmu, maka gerbang ini akan menerimamu."
Aurora menelan ludah, lalu melangkah maju. Begitu ia mendekat, cahaya keemasan mengelilingi tubuhnya, dan tanpa perlawanan, ia melewati gerbang itu seolah hanyalah kabut tipis.
Namun, saat Raviel mencoba mengikutinya, kekuatan tak terlihat menahannya di tempat.
Aurora menoleh dengan mata melebar. "Raviel!"
Raviel mengerutkan kening, mencoba melawan kekuatan yang menahannya, tapi gerbang seakan menolaknya. Suara bergema kembali terdengar.
"Darah suci mengalir dalam dirinya, tapi tidak dalam dirimu. Kau tidak bisa masuk, kau hanya sayap elindungnya."
Aurora menggigit bibirnya. Ia tidak ingin berpisah dengan Raviel, tapi ia tahu ini adalah ujian yang harus ia jalani sendiri.
Raviel menatapnya dalam-dalam. "Aku akan menunggumu di sini, Aurora. Apa pun yang terjadi, jangan ragu. Temukan kebenaranmu!"
Aurora mengangguk dengan berat hati, lalu berbalik, melangkah ke dalam gerbang yang kini dipenuhi cahaya keemasan.
Di dalam, ia tidak tahu apa yang menunggunya.
Namun, ia siap menghadapi takdirnya.
Begitu Aurora melewati gerbang, cahaya keemasan menyelimutinya. Ia merasakan tubuhnya seolah melayang, ditarik oleh kekuatan yang tak terlihat. Saat cahaya itu memudar, ia mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang terasa seperti di luar dunia nyata.
Langit di atasnya berputar perlahan, dipenuhi cahaya bintang yang membentuk pola-pola aneh. Tanah tempatnya berdiri seperti cermin yang memantulkan bayangannya sendiri. Di kejauhan, sebuah kuil besar melayang di udara, dipenuhi ukiran burung Garuda Emas di setiap sudutnya.
Langkah kakinya bergema saat ia berjalan menuju kuil. Saat ia semakin dekat, suara bergema memenuhi udara.
"Putri yang Terlupakan, kau telah tiba di tempat asalmu."
Aurora menahan napas saat sosok mulai muncul di hadapannya. Seorang wanita tinggi dengan sayap emas yang berkilauan berdiri di tengah kuil. Matanya bercahaya lembut, penuh kebijaksanaan dan kesedihan.
Aurora mengenalinya meski belum pernah bertemu sebelumnya. "Ibu?"
Wanita itu tersenyum tipis. "Aurora, putriku. Aku telah menunggumu."
Air mata menggenang di mata Aurora. "Apa yang terjadi? Kenapa aku ditinggalkan di dunia manusia? Kenapa aku tidak pernah tahu siapa diriku?"
Sang Ratu Garuda Emas mendekat, tangannya terulur, namun tak benar-benar menyentuh Aurora—seolah ia hanya bayangan masa lalu. "Kau adalah keturunan terakhir Garuda Emas, pewaris kekuatan yang telah lama tersembunyi. Dulu, kekuatan ini adalah harapan bagi dunia siluman dan manusia. Tapi ada mereka yang menginginkannya—mereka yang takut padanya."
Aurora menggigit bibirnya. "Siapa mereka?"
Langit di atas mereka berubah, menunjukkan bayangan sosok-sosok besar dengan mata menyala merah. "Para Penghancur Takdir. Mereka ingin mengambil kekuatanmu untuk menguasai kedua dunia. Karena itulah kami menyembunyikanmu di dunia manusia, berharap kau bisa tumbuh tanpa diketahui mereka. Tapi takdir selalu menemukan jalannya."
Aurora menelan ludah. "Jadi, mereka masih ada di luar sana?"
Sang Ratu mengangguk, matanya penuh kekhawatiran. "Mereka telah menyadari keberadaanmu. Dan mereka akan datang."
Aurora mengepalkan tangannya. Ia telah menemukan jawaban yang selama ini ia cari, tapi jawaban itu membawa ancaman yang lebih besar dari yang ia bayangkan.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyanya.
Sang Ratu menatapnya dengan lembut. "Bangkitlah, Aurora. Terimalah warisanmu sebagai Garuda Emas. Kekuatanmu adalah harapan terakhir dunia ini. Kau dan Raviel, kalian tidak bisa berpisah! Kau jantungnya, dan Raviel sebagai sayap emasmu."
Aurora menarik napas dalam. Ia tidak lagi ragu.
Ia akan menghadapi takdirnya. Dan ia tidak akan lari lagi.
Aurora berdiri tegak di hadapan sosok ibunya, hatinya bergetar hebat. Kini ia tahu kebenaran tentang asal-usulnya, tetapi satu pertanyaan masih menghantuinya.
"Jika aku memiliki kekuatan Garuda Emas, mengapa aku tidak merasakannya? Mengapa aku masih seperti manusia biasa?"
Sang Ratu Garuda Emas menatapnya dengan lembut. "Kekuatan itu selalu ada dalam dirimu, tapi selama ini terkunci. Karena kau tumbuh di dunia manusia, jiwamu belum sepenuhnya terhubung dengan warisan sejati Garuda Emas."
Aurora mengerutkan kening. "Bagaimana cara membangkitkannya?"
Sang Ratu mengulurkan tangannya, dan tiba-tiba, cahaya keemasan menyelimuti tubuh Aurora. Tubuhnya terasa ringan, seolah ia melayang di antara dunia nyata dan ilusi. Suara ibunya terdengar menggema di benaknya.
"Untuk membangkitkan kekuatan Garuda Emas, kau harus menerima siapa dirimu. Tak hanya sebagai manusia, tetapi juga sebagai penjaga keseimbangan antara dua dunia. Kau harus menghadapinya, tanpa rasa takut."
Cahaya itu semakin terang, dan dalam sekejap, Aurora merasakan sesuatu yang luar biasa—sebuah energi hangat yang mengalir dari dalam dirinya.
Lalu, ia mendengar suara lain. Suara yang tidak berasal dari ibunya.
"Aurora!"
Ia tersentak. Itu suara Raviel!
Aurora membuka matanya dan mendapati dirinya kembali di hadapan gerbang. Namun kini, sesuatu telah berubah. Di sekelilingnya, angin berputar liar, dan dari langit, bayangan hitam mulai muncul.
Di luar gerbang, Raviel berdiri dengan pedang terhunus, menghadapi sosok besar yang tampak seperti kabut kegelapan. Matanya penuh ketegangan saat ia menoleh ke Aurora. "Mereka datang lebih cepat dari yang kita duga!"
Aurora merasakan kekuatan dalam dirinya menggema. Ia tidak lagi sama seperti sebelumnya. Ia tahu, inilah saatnya.
Ia melangkah maju, dan saat ia mengangkat tangannya, cahaya emas meledak dari tubuhnya. Sayap besar yang bercahaya muncul di punggungnya, berkilauan seperti matahari di tengah kegelapan.
Para Penghancur Takdir telah datang.
Tapi kali ini, Aurora siap menghadapinya.