"Syukurlah kau sudah bangun,"
"K-ka-kamu siapa? Ini… di mana?"
"Tenang dulu, oke? Aku nggak akan menyakitimu.”
Ellisa memeluk erat jas yang tadi diselimuti ke tubuhnya, menarik kain itu lebih rapat untuk menutupi tubuhnya yang menggigil.
"Ha-- Hachiiih!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ellisa menunduk
Keesokan paginya, setelah sarapan, Sam berpamitan dengan Ellisa dan Elmira untuk berangkat kerja.
Ellisa yang menggendong Elmira mengantarnya sampai ke depan pintu rumah. Bayi mungil itu tampak ceria, memainkan jemarinya di udara seolah menyapa mentari.
Sam, dengan setelan jas rapi, menunduk sedikit untuk memegang tangan kecil Elmira. Dia menatap Ellisa dengan penuh rasa terima kasih.
"Ellie, aku sangat berhutang budi padamu karena telah merawat Elmira dengan begitu baik," katanya tulus. "Aku akan membayarmu dengan harga yang pantas."
Ellisa mengerutkan kening, bingung. "Harga? Tapi aku merasa nggak ngelakuin sesuatu yang layak dibayar, Kak."
Sam tersenyum tipis, matanya memancarkan kehangatan. "Justru karena kasih sayangmu, Ellie. Itu tidak ternilai harganya. Aku bingung, harus membayarmu berapa," Sam terkekeh.
Ellisa menunduk malu, tidak tahu harus berkata apa. Saat ia mendongak, Sam telah mendekat.
Dia mencium tangan mungil Elmira terlebih dahulu, lalu mendekatkan wajahnya ke arah Ellisa. Dalam hitungan detik, bibir mereka bersentuhan.
Ellisa terbelalak, Sam telah menciumnya. "Itu sebagai ucapan terima kasihku, Ellie."
Dia berdiri tegak kembali, melonggarkan dasinya, seolah kejadian tadi hanyalah hal biasa. "Oh ya, kalau Alana pulang, bilang saja saldo rekeningnya sudah aku isi," tambahnya santai.
Sam berjalan menuju mobil dengan langkah penuh percaya diri. Dengan wajah memerah malu, Ellisa mengangkat tangan Elmira yang mungil sambil melambaikan ke arah Sam.
"Dada, Papa Sam," ucapnya polos.
Sam berhenti di dekat mobil, lalu terkikik gemas. "Papa, ya?"
Tepat saat itu, Elmira mengeluarkan celotehan khasnya. "Kyaa! Ta ta ta pa pa ma ma!" suara mungilnya terdengar lantang, seolah setuju dengan julukan itu.
Sam merasa hatinya hangat. "Hati-hati di rumah ya, Ellie. Jaga 'putri kecil' kita."
Ellisa hanya bisa tersenyum tipis, menatap Sam yang melambaikan tangan sebelum masuk ke mobil.
"Em..." Pandangan Ellisa perlahan meredup. "Apa aku nggak salah dengan yang aku lihat kemarin waktu di kamar mandi (kemeja Sam yang tercetak lipstik di bagian punggung)? Tapi, melihat Kak Sam semangat di pagi ini, aku nggak mau berpikir buruk," batinnya.
Sampai di kantor, Sam melihat sosok Esa, sahabat sekaligus rekan kerjanya, sedang berdiri di lobi sambil tersenyum penuh percaya diri.
Di sekelilingnya, dua wanita cantik tampak saling melontarkan komentar tajam, berebut perhatian pria yang terkenal sebagai playboy itu.
Yang pertama adalah Mia Cantika, gadis berusia 20 tahun dengan rambut panjang berwarna cokelat keemasan yang diombak sempurna.
Dia adalah putri pemilik butik Modista, klien perusahaan Sam yang terkenal dengan koleksi busana eksklusifnya. Mia mengenakan dress merah pas badan yang memamerkan lekuk tubuhnya, lengkap dengan tas mewah yang menggantung di lengannya.
Di sisi lain, ada Bunga Gladis, seorang wanita dewasa berusia 25 tahun yang memancarkan aura anggun dan percaya diri.
Dia adalah pemilik toko bunga, yang sering memesan layanan digital dari perusahaan Sam. Dengan blazer krem yang dipadukan rok pensil hitam, Bunga tampak elegan sekaligus profesional, tetapi tidak mengurangi keseksiannya.
Keduanya saling berhadapan, memberikan komentar pedas satu sama lain, sementara Esa hanya berdiri di tengah dengan senyum lebar, menikmati situasi itu.
“Kak Esaa~ kamu kan janji mau temenin aku ke acara fashion show malam ini,” kata Mia dengan nada manja, tangannya menyentuh lengan Esa. “Lagipula, aku yakin kamu lebih suka duduk di front row dengan aku daripada...,” dia melirik ke arah Bunga dengan senyum meremehkan, “...sibuk ngurus bunga.”
Bunga tidak tinggal diam. Dia melangkah maju, menyentuh bahu Esa dari sisi lain. “Esa, kamu lupa? Aku sudah booking kamu untuk acara pembukaan toko baru. Kamu bilang mau jadi tamu kehormatan. Lagipula, kalau soal gaya, aku yakin pria sekelas kamu lebih menghargai elegansi daripada sekadar label mahal, bukan?” ujarnya dengan nada tajam namun tetap tenang.
Esa terkekeh, memandangi kedua wanita itu bergantian. “Ladies, ladies... Kalian berdua sama-sama cantik, sama-sama luar biasa. Sulit untuk memilih hanya satu.”
“Memangnya siapa yang suruh kamu memilih?” balas Mia cepat, mendekat lebih dekat ke Esa. “Aku cuma mau kamu tahu siapa yang lebih cocok untukmu.”
Bunga mendengus pelan. “Tapi jelas bukan seseorang yang belum selesai kuliah dan masih sibuk pamer tas baru setiap minggu.”
Mia tersentak, matanya menyipit. “Setidaknya aku nggak perlu jual bunga murah buat hidup. Kamu bahkan tahu harga tas ini?”
Esa memotong sebelum perselisihan itu menjadi lebih panas. Dia merangkul kedua wanita itu, satu di setiap sisi. “Hei, hei, cukup ya. Kalian membuat pagi ini sangat seru, tapi aku nggak mau kalian sampai marahan gara-gara aku.”
Dia kemudian mendekatkan wajahnya ke masing-masing wanita sambil berkata dengan nada menggoda. “Mia, aku suka semangat kamu. Kamu tahu cara membuat pria merasa spesial.”
Lalu dia menoleh ke Bunga. “Dan Bunga, aku nggak bisa menolak pesona dewasa dan eleganmu. Kamu tahu cara membuatku merasa dihargai.”
Mia tersenyum puas, merasa diunggulkan, sementara Bunga hanya mengangkat alis, mencoba menyembunyikan rasa senangnya.
“Jadi,” lanjut Esa, “gimana kalau kita bicarakan ini nanti malam, setelah jam kerja? Aku janji, aku akan luangkan waktu untuk kalian berdua, bergiliran.”
Keduanya tampak bingung sejenak, tetapi akhirnya sepakat, meski masih saling melempar pandang tajam.
“Baiklah,” kata Mia sambil melipat tangan di depan dada. “Tapi aku duluan.”
Bunga mendecak pelan. “Kita lihat saja nanti.”
Sam yang menyaksikan adegan itu dari kejauhan hanya menggelengkan kepala. “Kapan dia akan berhenti bermain-main?” gumamnya sambil berjalan menghampirinya.
"Eh, bos Sam datang, ladies. Sapa dia donk." pinta Esa dengan rayuannya.
"Pagi Bos Sam~," Sapa Mia dan Bunga bersamaan. Sedangkan, Sam membalasnya hanya dengan ekspresi yang malas.
"Ih, ganteng bingit sih kamu bos," puji Bunga.
“Esa,” Sam menghela napas melihat sahabatnya itu, “lo itu masih aja doyan main-main sama cewek sana-sini.”
Esa mendengus, menatap Sam dengan ekspresi tidak peduli. “Kenapa elo yang ribet? Hidup gue, aturan gue.”
Sam memutar matanya, “Main kayak gitu emang bikin lo lupa umur, ya? Nikah aja sono, keburu tua tau rasa lo.”
Esa terkekeh, “Nikah? Gue? Sam, lo salah orang. Gue ini playboy kelas atas. Nikah itu kayak ngebatesin diri gue dari kebebasan yang gue punya.”
“Bebas apaan? Bebas bikin masalah?” Sam menatap Esa tajam sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana.
“Bukan, Sam. Bebas menikmati kasih sayang banyak wanita. Itu kebutuhan dasar gue, ngerti nggak?” jawab Esa dengan nada seolah-olah itu adalah fakta ilmiah.
Sam mendesah panjang. “Astaga, pria macam apa lo ini?”
Esa memasang senyum puas. “Gue ini pria yang ngerti bahwa hidup harus punya tiga hal: harta, tahta, dan wanita. Itu harus jadi paket komplit. Tanpa itu, apa artinya hidup?”
“Lo bikin gue malu tau nggak?” Sam menatapnya tajam, kali ini lebih serius.
"Ih, bos Sam. Jangan marah-marah terus napa. Ini masih pagi tauk, nggak baik." Mia berani merangkul lengan Sam.
"Apaan sih!" Sam bergidik geli.
Bunga mendekat, "Kalo begitu..." Bunga menarik kemeja Sam dan memberikan ciuman tepat di dada sebelah kanan.
Sam kecolongan. "Hiii~ kalian ini cegil banget!" Sam beranjak tanpa pamit. Langkahnya terlihat tergeli-geli, membuat Esa menahan tawa untuk dirinya.
Bunga meringis senang. Sedangkan Mia dibuat kesal karena dia tak bisa ikut-ikutan memberi ciuman itu untuk Bos pemilik perusahaan itu.
Melihat Mia yang cemberut, Esa menggodanya. "Mia... Kamu boleh kok cium Kak Esa. Bahkan, disini pun boleh." Esa menunjuk pipi kanannya.
"Tapi aku maunya Bos Sam!" seru Mia.
"Eeehhhhh!!!" Esa melenguh sebal.
BTW gantian ke cerita ku ya Thor. Poppen. Like dn komen kalo bs. /Grin/