~♡Cinta ini bukan terlalu cepat bersemayam di dada
Tidak juga terlalu cepat mematri namamu di sana
Hanya saja semesta terlambat mempertemukan kita
Sayang, rindu ini bukannya ******
yang tak tahu diri meski terlarang.
Maka ...
Jangan paksa aku melupakan
sungguh aku belum lapang~♡
"Aku tahu dan menyadari ini salah, tapi Aku tidak bisa menghentikannya, jika ini adalah takdir, bukankah hal yang sia-sia jika Aku menghindarinya, sekuat apapun Aku menghindar tetap saja Aku tidak akan pernah bisa lari dari perasaan ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wanudya dahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Kirana tidak bisa memejamkan matanya, padahal waktu telah menunjukkan pukul 11 malam lebih. Gadis cantik berambut hitam panjang yang saat ini berusia 23 tahun itu tengah gelisah karena suatu hal. Ingatannya kembali pada kejadian siang tadi, bukan pertengkaran, melainkan hanya kesalahpahaman sedikit antara dirinya dan Satya. Siang tadi, Satya tidak sengaja melihat dan mendengarkan percakapan Kirana dan temannya yang bernama Sisil. Pada saat itu, Kirana tengah menceritakan bahwa dia baru saja mendapat DM di akun media sosialnya dari seorang laki-laki yang dulu pernah mendekatinya sewaktu di SMU dulu.
"Eh, serius Ki, tu cowok emang... siapa namanya?" tanya Sisil, teman Kirana, yang menjeda ucapannya sambil mengerutkan kening mencoba mengingat sesuatu.
"Dafa," sahut Kirana.
"Nah... itu, Dafa yang dulu bucin abis sama kamu itu, kan?" tanyanya lagi.
"He, em, aku bahkan sudah tidak ingat lagi," jelas Kirana.
"Tapi, seingatku, kan dulu kalian pernah viral banget jadi best couple di sekolah. Eh, terus gimana ceritanya tiba-tiba dia bisa datang lagi sekarang?" tanya Sisil penasaran.
"Couple apa pun, orang dari dulu kita nggak ada hubungan apa-apa. Dia aja yang ngejar-ngejar dulu. Liat deh ini," kata Kirana sambil menyodorkan ponsel miliknya kepada Sisil. Karena saking penasarannya, Sisil buru-buru merebut ponsel Kirana dan langsung melihat apa yang ingin Kirana tunjukkan.
"Jadi, semalem tuh, pas buka medsos, aku penasaran, kok ada yang DM aku. Terus, pas aku buka, ternyata dari si Dafa itu," jelas Kirana singkat. Sementara itu, Sisil menanggapinya hanya dengan manggut-manggut saja karena dia tengah fokus membaca chat dari Dafa.
"Gila, nih anak! Nggak ada angin, nggak ada ujan, dan nggak ada kabar, tiba-tiba datang kek jailangkung. Serius, dia mau ngelamar kamu, katanya. Padahal, kalian belum pernah ketemu lagi, kan, sejak lulus sekolah? Dia pasti cinta mampus sama kamu, Ki! Sampai segitunya, stress kali, tu anak?" ucap Sisil dengan raut muka terheran-herannya.
"Nah, itu makanya, kok dia bisa-bisanya kepikiran mau datang ngelamar. Tiba-tiba lagi," jawab Kirana.
"Belum bisa move on, tuh berarti si Dafa. Terus, kamu gimana?" tanyanya lagi.
"Gimana apanya? Ya, nggak gimana-gimana lah. Lagian, palingan dia lagi gabut doang," jawab Kirana.
"Gabut, kok ngajak nikah? Hadeuhhh!" Sahut Sisil sambil menepuk pelan keningnya sendiri.
"Sebenernya, dia udah beberapa kali, sih, mencoba hubungi aku. Saat itu pun aku biasa aja nanggepinnya, nggak kasih respon yang berlebihan. Karena dari jaman sekolah dulu pun aku emang gak suka sama sikap dia yang kelewat obsesif. Ngeri, tau? Tapi, nggak tahu kenapa, tiba-tiba sekarang dia muncul lagi," jelas Kirana panjang lebar.
Sementara itu, tanpa mereka sadari, sebenarnya Satya sudah ada di balik pintu sejak tadi. Otomatis, dia mendengarkan percakapan dua sahabat tersebut. Sebenarnya, Satya sengaja datang untuk menemui Kirana dan mau mengajaknya makan siang bersama. Tapi, ketika mau masuk ke ruangan tempat Kirana berada, dia malah tidak sengaja mendengar percakapan mereka berdua yang otomatis membuat Satya mengepalkan tangannya karena menahan rasa marah yang cemburu.
Setelah cukup lama berdiri di balik pintu, akhirnya Satya langsung masuk ke ruangan tersebut tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kedatangan Satya yang tiba-tiba itu mampu membuat Kirana dan Sisil langsung menoleh ke arah pintu secara bersamaan karena saking terkejutnya.
Satya menghampiri mereka berdua dan tanpa mengatakan apa pun, ia langsung mengambil ponsel milik Kirana yang masih dipegang oleh Sisil. Satya membuka ponsel tersebut dan melihat semua chat yang dikirimkan laki-laki lain kepada kekasih yang sangat dicintainya itu. Satya mendesah pelan. Terlihat dari raut wajahnya yang masam saat membaca chat tersebut, sudah bisa dipastikan dia tengah menahan amarahnya saat ini.
"Si... ang pak," Sapa Sisil dengan kikuk.
Satya tidak bereaksi apa pun. Dia masih fokus dengan ponsel yang dipegangnya.
"Mas Satya," sapa Kirana kemudian. Dia berusaha setenang mungkin menata ekspresi wajahnya, meskipun jantungnya tengah tidak aman saat ini.
Satya meraih tangan Kirana dan meletakkan ponsel tersebut di telapak tangannya.
"Mungkin ada yang ingin kamu jelaskan padaku, Ki?" tanyanya masih dengan raut muka yang masam.
"Sebelumnya aku minta maaf untuk itu, tapi Mas Satya bisa lihat sendiri kan aku bahkan tidak menanggapinya sama sekali," jelas Kirana mencoba membela diri.
"Kenapa kamu tidak cerita sama aku?" tanya Satya.
"Karena menurutku ini nggak penting, Mas. Jadi aku pikir Mas Satya gak perlu tahu juga," jelas Kirana lagi, kali ini dengan suara pelan. Sebenarnya, dia tengah menahan rasa takutnya, takut kalau Satya marah karena hal ini.
"Huffh... ya sudah tidak apa-apa. Tadinya aku ke sini mau ngajak kamu makan siang bareng, tapi... " Satya menjeda ucapannya. Lalu Kirana tiba-tiba menyahut.
"Enggak jadi karena Mas Satya marah sama aku, ya?" tanyanya.
"Bukan begitu, aku tidak marah kok. Hanya saja sekarang tiba-tiba aku jadi tidak berselera makan," jelas Satya.
"Bilang aja marah," sahut Kirana lagi.
"Ya sudah aku keluar dulu. Sepertinya aku mau melanjutkan pekerjaanku saja. Aku baru ingat aku ada janji mau ketemu ayah juga. Kamu jangan lupa habis ini makan siang ya, biar ditemani Sisil. Aku pergi dulu, nanti kita bicara lagi," pamit Satya. Setelah itu, ia langsung melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu. Kirana pun dibuat heran dengan sikap Satya yang seperti itu, sebab biasanya Satya selalu bersikap manis kepadanya.
"Ya sudah kalau gitu, Mas Satya jangan lupa makan siang juga," ucap Kirana kemudian, meskipun dia tidak yakin apakah Satya mendengar ucapannya.
Kirana mendengus pelan. Dalam pikirannya saat ini, ia mengira pasti Satya tengah marah padanya.
"Ayo ke kantin, laper nih," ajak Sisil sambil menggandeng tangan Kirana. Dia langsung menariknya, meskipun Kirana belum mengiyakan ajakannya.